TUGAS MANDIRI
Musnahkan
Berbagai Kasus-kasus Pendidikan Untuk Kemajuan Pendidikan Indonesia
Tugas
Menganalisis Artikel pendidikan Matakuliah Profesi Kependidikan
Dosen
Pengampu Prof. Dr. H. Juhri AM, M.
Pd.
Oleh :
Nama : Fajri Arif Wibawa
Prodi
: Pendidikan Ekonomi
Matakuliah : Profesi
Kependidikan
NPM : 11210082
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH METRO
2012/2013
ANALISIS
Dari 4 artikel yang telah terdapat dipembahasan, maka penulis dapat
memberikan analisis sebagai berikut :
1.
Memutus Ranatai Tawuran Pelajar
2.
Pendidikan yang Bermoral
Tawuran bukan lagi milik pelajar SMP dan SLTA tapi
sudah merambah dunia kampus (masih ingat kematian seorang mahasiswa di
Universitas Jambi, awal tahun 2002 akibat perkelahian didalam kampus). Itu
membuktikan bahwa pendidikan yang berlangsung sekarang ini memang kurang
efektif dalam menanamkan pendidikan moral pada siswa ataupun mahasiswa. Setelah
membaca artikel yang berjudul “pendidikan yang bermoral” saya menjadi lebih
tahu, bagaimana pendidikan moral yang kurang di dalam bangsa ini. Bahkan berita-berita
mengenai tindakan pencurian kendaraan baik roda dua maupun empat, penguna
narkoba atau bahkan pengedar, pemerasan dan perampokan yang hampir setiap hari
mewarnai tiap lini kehidupan di negara kita tercinta ini. Jadi pendidikan moral
sangatlah penting untuk memperbaiki kerusakan-kerusakan moral pada penrus
bangsa kita.
3.
Korupsi Pendidikan bisa Merugikan Bangsa
Sungguh sangat
mengenaskan melihat pendidikan di bangsa ini, korupsi pendidikan sudah mulai
terjadi dimana-mana. Korupsi dunia pendidikan ini berbentuk pengatrolan nilai
dari oknum pendidik, untuk meluluskan peserta didiknya. Akankah akan selalu
seperti itu pendidikan di negeri ini? Murid ataupun mahasiswa hanya
mengandalkan pengatrolan nilai dari guru ataupun dosennya. Pengatrolan nilai demi
angka kelulusan semacam ini harus segera dihilangkan. Sebab hal ini akan
berakibat fatal, yaitu pembodohan dan menimbulkan kemalasan peserta didik.
4.
Merencanakan Pendidikan Moral dan Budi Pekerti
Pelaksanaan pendidikan moral ini sangat penting,
karena hampir seluruh masyarakat di dunia, khususnya di Indonesia, kini sedang
mengalami patologi social yang amat kronis. Bahkan sebagian besar pelajar dan
masyarakat kita tercerabut dari peradaban eastenisasi (ketimuran) yang beradab,
santun dan beragama. Akan tetapi hal ini kiranya tidak terlalu aneh dalam
masyarakat dan lapisan social di Indonesia yang hedonis dan menelan peradaban
barat tanpa seleksi yang matang. Sehingga dari berbagai kasus-kasus pendidikan
yang mencoreng nama pendidikan sendiri harus benar-benar dimusnahkan untuk
memajukan pendidikan di Indonesia.
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum
Wr. Wb.
Dengan mengucapkan puji dan syukur
kehadirat ALLAH SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis
dapat menyelesaikan tugas ini. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan serta isi
yang disajikan dalam tugas ini masih jauh dari sempurna, hal ini dikarenakan
terbatasnya pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki oleh penulis.
Selama masa pembuatan makalah ini, penulis sering mendapatkan hambatan
dan kesulitan. Akan tetapi, semua itu dapat penulis lewati dengan dorongan dan
bimbingan oleh beberapa pihak. Oleh
karena itu, dalam kesempatan ini dengan segala rendah hati penulis
mengucapkankan terima kasih kepada :
1. Prof. DR. H. Juhri AM., M.Pd selaku
dosen matakuliah Profesi Kependidikan.
2.
Orang tua saya yang telah memberikan motivasi.
3.
Semua pihak yang
telah berkenan memberikan bantuan-bantuan.
Penulis menyadari bahwa dalam
pembuatan tugas ini, masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Karena itu,
penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun sehingga
pembuatan tugas semacam yang akan datang dapat lebih baik. Semoga berbagai
artikel tentang pendidikan dan analisi dari penulis ini dapat bermanfaat bagi
penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya.
Wassalamualaikum
Wr. Wb.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i
ANALISIS ........................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ iv
DAFTAR ISI ....................................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
1.
Latar Belakang ................................................................................... 1
2.
Rumusan Masalah .............................................................................. 1
3.
Tujuan ................................................................................................. 1
4.
Manfaat .............................................................................................. 2
5.
Metode Pencarian Materi ................................................................... 2
BAB
II PEMBAHASAN .................................................................................... 3
1.
Memutus Rantai Tawuran Pelajar ...................................................... 3
2.
Pendidikan yang Bermoral ................................................................. 5
3. Korupsi Pendidikan bisa Merugikan Bangsa .................................... 13
4. Merencanakan Pendidikan Moral dan Budi
Pekerti..........................
15
BAB
III PENUTUP ........................................................................................... 20
1.
Kesimpulan ........................................................................................ 20
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh
keluarga, masyarakat, dan pemerintahan. Melalui kegiatan bimbingan, pengajaran
atau latihan, yang berlangsung di sekolah dan di luar sekolah sepanjang hayat.
Untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat memainkan peranan dalam berbagai
lingkungan hidup. Secara tepat di masa yang akan datang. Pendidikan suatu
kebutuhan yang sangat penting di negeri ini. Akan tetapi pendidikan di negeri
ini masihlah banyak kekurangan dan banyak masalah-masalah. Sehingga masyarakat
sangat besar peranan dan pengaruhnya terhadap perkembangan intelektual dan
kepribadian individu peserta didik. Sebab keberadaan masyarakat merupakan
laboratorium dan sumber makro yang penuh alternatif untuk memperkaya
pelaksanaan proses pendidikan. Akan tetapi apa daya pendidikan ini, bila
dirundung dengan berbagai kasus yang menghambat perkembangan pendidikan itu
sendiri. Oleh karena itu, penting
untuk kita mengetahui pendidikan lebih dalam.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Bagaimana isi artikel memutus rantai tawuran pelajar?
2. Bagaimana isi artikel pendidikan yang
bermoral?
3.
Bagaimana isi artikel korupsi pendidikan bisa merugikan
bangsa?
4. Bagaimana
isi artikel merencanakan pendidikan
moral dan budi pekerti?
1.3 Tujuan
1.
Untuk mengetahui bagaimana isi artikel memutus rantai
tawuran pelajar.
2. Untuk mengetahui bagaimana isi artikel
pendidikan yang bermoral.
3. Untuk mengetahui bagaimana isi artikel
korupsi pendidikan bisa merugikan bangsa.
4. Untuk mengetahui bagaimana isi artikel
merencanakan pendidikan moral dan budi pekerti
1.4 Manfaat
1. Sebagai media belajar dan tambahan wawasan
bagi penulis.
2. Memberikan informasi bagi pembaca.
3. Dapat memahami atau menerapkan pengetahuan
yang telah diperoleh.
1.5 Metode
Pencarian Materi
Penulis
dalam mencari materi menggunakan metode kajian pustaka yaitu mencari di
internet.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Memutus Rantai Tawuran Pelajar
Selain unsur kepemimpinan,
pendidikan karakter yang efektif akan terjadi ketika setiap individu dalam
lembaga pendidikan merasa aman dan nyaman bersekolah. Tanpa perasaan itu,
prestasi akademis siswa akan menurun. Siswa juga tidak dapat belajar dengan
baik karena selalu dihantui rasa waswas, apakah mereka akan selamat saat
berangkat atau pulang sekolah.
Perasaan aman dan nyaman akan
muncul bila setiap individu yang menjadi anggota komunitas sekolah merasa
dihargai, dimanusiakan, dan dianggap bernilai kehadirannya dalam lingkungan
pendidikan. Masalahnya adalah, budaya kekerasan telah merambah ke seluruh
lapisan masyarakat kita, menggerus kultur sekolah dengan wujud yang berbeda.
Misalnya, ketika lembaga pendidikan menerapkan sistem katrol nilai, di sini
telah terjadi ketidakadilan dan pelecehan terhadap kinerja individu. Mereka
yang gigih belajar dan mendapatkan nilai baik, tidak berbeda dengan yang tidak
gigih belajar, malas, karena mereka dikatrol sehingga nilainya juga baik.
Kultur sekolah ini
sesungguhnya bertentangan dengan prinsip penghargaan terhadap individu.
Individu telah dimanipulasi sebagai alat pemenangan nama baik sekolah melalui
sistem katrol. Dengan demikian, sekolah seolah-olah memberi citra bahwa
pendidikan di sekolah itu baik dan ini terbukti dari kelulusan atau kenaikan
kelas 100 persen.
Menghargai individu sesuai
dengan harkat dan martabatnya, serta menghargai sesuai dengan jasa dan usahanya
dalam belajar, merupakan sebentuk praktik keadilan. Praksis keadilan yang
terjadi dalam lingkungan pendidikan akan membuat individu itu nyaman dan
semakin termotivasi dalam meningkatkan keunggulan akademik. Ketika kebanggaan
pada kualitas akademis berkurang, siswa mencari pembenaran dengan penghargaan
diri palsu di luar, termasuk tawuran.
Ketidakhadiran negara
Fenomena tawuran menjadi
indikasi jelas bahwa negara tidak hadir, bahkan cenderung membiarkan dan
mengafirmasi kekeliruan pemahaman bahwa bila suatu tindak kejahatan dilakukan
bersama-sama, maka hal ini dapat dibenarkan.
Ketika aparat kepolisian hanya
diam saja berhadapan dengan kegarangan siswa yang membawa golok, rantai, dan
bambu runcing di jalanan, saat itulah sebenarnya aparat kepolisian menelanjangi
diri dan menunjukkan bahwa negara absen.
Pendidikan karakter yang
efektif mensyaratkan peran serta komunitas di luar sekolah sebagai rekan
strategis dalam pengembangan pendidikan. Karena itu, peran serta komunitas,
seperti media, orangtua, aparat kepolisian, pejabat pemerintah, dalam upaya
mengikis perilaku tawuran sangatlah diperlukan. Negara seharusnya tetap hadir
dan menjadi pendidik masyarakat untuk menaati ketertiban dan hukum.
Untuk mengatasi persoalan
tawuran dan menghentikan rantai kekerasan, kiranya ada beberapa solusi.
Pertama, kehadiran negara
sangat diperlukan agar pendidikan karakter yang dicanangkan Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan semakin efektif. Untuk mengatasi tawuran pelajar,
ketegasan aparat sangat diperlukan karena kebiasaan tawuran itu membahayakan
diri dan orang lain. Kepolisian harus bekerja sama dengan sekolah untuk
mengembangkan budaya tertib hukum dan taat aturan. Sikap reaktif, menangkap
pelajar yang terlibat tawuran, memang dibutuhkan, tetapi sikap preventif-
edukatif melalui kerja sama dengan pihak sekolah lebih penting karena akan
mengatasi persoalan pada akarnya.
Kedua, sikap tegas pemerintah.
Pemerintah juga perlu bersikap tegas terhadap unsur kepemimpinan sekolah, baik
itu di sekolah negeri maupun swasta. Pimpinan sekolah yang sekolahnya selalu
terlibat tawuran perlu diganti karena kepemimpinan mereka terbukti tidak
efektif.
Namun, pemerintah juga perlu
hati-hati mengganti unsur kepala sekolah karena di dalam lingkungan sekolah pun
bisa jadi ada persaingan tidak sehat yang memanfaatkan tawuran sebagai usaha
memancing di air keruh demi kepentingan pribadi.
Peran komunitas sekolah
Ketiga, pendidikan karakter
akan efektif kalau seluruh komunitas sekolah merasa dilibatkan. Ini berarti,
mulai dari penjaga keamanan, tukang kebun, pegawai kantin sekolah, guru,
karyawan nonpendidikan, staf guru, kepala sekolah, dan lain lain, harus
mengerti tugas dan tanggung jawab mereka, terutama yang terkait dengan
pengembangan kultur cinta damai dalam lembaga pendidikan.
Perilaku kekerasan terhadap
fisik orang lain merupakan bentuk nyata tidak dihargainya individu sebagai
pribadi yang bernilai dan berharga. Pendidikan mestinya mengajarkan bahwa
setiap individu itu berharga dan bernilai dalam dirinya sendiri.
Siapa pun tidak pernah boleh
memanipulasi dan mempergunakan bahkan merusak tubuh orang lain dengan alasan
apa pun. Tawuran pelajar merupakan tanda bahwa penghargaan terhadap tubuh di
lingkungan pendidikan kita masih lemah. Padahal, penghargaan terhadap tubuh ini
merupakan salah satu pilar keutamaan bagi pengembangan pendidikan karakter yang
utuh dan menyeluruh.
2. Pendidikan Nasional yang Bermoral
Memang harus kita akui ada diantara (oknum) generasi muda saat ini yang mudah emosi dan lebih mengutamakan otot daripada akal pikiran. Kita lihat saja, tawuran bukan lagi milik pelajar SMP dan SLTA tapi sudah merambah dunia kampus (masih ingat kematian seorang mahasiswa di Universitas Jambi, awal tahun 2002 akibat perkelahian didalam kampus). Atau kita jarang (atau belum pernah) melihat demonstrasi yang santun dan tidak menggangu orang lain baik kata-kata yang diucapkan dan prilaku yang ditampilkan. Kita juga kadang-kadang jadi ragu apakah demonstrasi yang dilakukan mahasiswa murni untuk kepentingan rakyat atau pesanan sang pejabat.
Selain itu,
berita-berita mengenai tindakan pencurian kendaraan baik roda dua maupun empat,
penguna narkoba atau bahkan pengedar, pemerasan dan perampokan yang hampir
setiap hari mewarnai tiap lini kehidupan di negara kita tercinta ini banyak
dilakukan oleh oknum golongan terpelajar. Semua ini jadi tanda tanya besar
kenapa hal tersebut terjadi?. Apakah dunia Pendidikan (dari SD sampai PT) kita
sudah tidak lagi mengajarkan tata susila dan prinsip saling sayang - menyayangi
kepada siswa atau mahasiswanya atau kurikulum pendidikan tinggi sudah melupakan
prinsip kerukunan antar sesama? Atau inikah hasil dari sistim pendidikan kita
selama ini ? atau Inikah akibat perilaku para pejabat kita?
Dilain
pihak, tindakan korupsi, kolusi dan nepotisme yang membuat bangsa ini
morat-marit dengan segala permasalahanya baik dalam bidang keamanan, politik,
ekonomi, sosial budaya serta pendidikan banyak dilakukan oleh orang orang yang
mempunyai latar belakang pendidikan tinggi baik dalam negri maupun luar negri.
Dan parahnya, era reformasi bukannya berkurang tapi malah tambah jadi. Sehingga
kapan krisis multidimensi ini akan berakhir belum ada tanda-tandanya.
a.
PERLU PENDIDIKAN YANG BERMORAL
Kita dan saya sebagai Generasi Muda sangat perihatin dengan keadaan
generasi penerus atau calon generasi penerus Bangsa Indonesai saat ini, yang
tinggal, hidup dan dibesarkan di dalam bumi republik ini. Untuk menyiapkan
generasi penerus yang bermoral, beretika, sopan, santun, beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa perlu dilakukan hal-hal yang memungkin hal itu
terjadi walaupun memakan waktu lama.
Pertama, melalui pendidikan nasional yang bermoral (saya tidak ingin
mengatakan bahwa pendidikan kita saat ini tidak bermoral, namun kenyataanya
demikian di masyarakat). Lalu apa hubungannya Pendidikan Nasional dan Nasib
Generasi Penerus? Hubungannya sangat erat. Pendidikan pada hakikatnya adalah
alat untuk menyiapkan sumber daya manusia yang bermoral dan berkualitas unggul.
Dan sumber daya manusia tersebut merupakan refleksi nyata dari apa yang telah
pendidikan sumbangankan untuk kemajuan atau kemunduran suatu bangsa. Apa yang
telah terjadi pada Bangsa Indonesia saat ini adalah sebagai sumbangan
pendidikan nasional kita selama ini.
Pendidikan
nasional selama ini telah mengeyampingkan banyak hal. Seharusnya pendidikan
nasional kita mampu menciptakan pribadi (generasi penerus) yang bermoral,
mandiri, matang dan dewasa, jujur, berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur,
berperilaku santun, tahu malu dan tidak arogan serta mementingkan kepentingan
bangsa bukan pribadi atau kelompok.Tapi kenyataanya bisa kita lihat saat ini.
Pejabat yang melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme baik di legislative,
ekskutif dan yudikatif semuanya orang-orang yang berpendidikan bahkan tidak
tanggung-tanggung, mereka bergelar dari S1 sampai Prof. Dr. Contoh lainnya,
dalam bidang politik lebih parah lagi, ada partai kembar , anggota dewan
terlibat narkoba, bertengkar ketika sidang, gontok-gontokan dalam tubuh partai
karena memperebutkan posisi tertentu (Bagaimana mau memperjuangkan aspirasi
rakyat kalau dalam diri partai saja belum kompak).
Dan
masih ingatkah ketika terjadi jual beli kata-kata umpatan ("bangsat")
dalam sidang kasus Bulog yang dilakukan oleh orang-orang yang mengerti hukum
dan berpendidikan tinggi. Apakah orang-orang seperti ini yang kita andalkan
untuk membawa bangsa ini kedepan? Apakah mereka tidak sadar tindak-tanduk
mereka akan ditiru oleh generasi muda saat ini dimasa yang akan datang? Dalam
dunia pendidikan sendiri terjadi penyimpangan-penyimpang yang sangat parah
seperti penjualan gelar akademik dari S1 sampai S3 bahkan professor (dan
anehnya pelakunya adalah orang yang mengerti tentang pendidikan), kelas jauh,
guru/dosen yang curang dengan sering datang terlambat untuk mengajar, mengubah
nilai supaya bisa masuk sekolah favorit, menjiplak skripsi atau tesis, nyuap
untuk jadi pegawai negeri atau nyuap untuk naik pangkat sehingga ada kenaikan
pangkat ala Naga Bonar.
Di
pendidikan tingkat menengah sampai dasar, sama parahnya, setiap awal tahun ajaran
baru. Para orang tua murid sibuk mengurusi NEM anaknya (untungsnya, NEM sudah
tidak dipakai lagi, entah apalagi cara mereka), kalau perlu didongkrak supaya
bisa masuk sekolah-sekolah favorit. Kalaupun NEM anaknya rendah, cara yang
paling praktis adalah mencari lobby untuk memasukan anaknya ke sekolah yang
diinginkan, kalau perlu nyuap. Perilaku para orang tua seperti ini (khususnya
kalangan berduit) secara tidak langsung sudah mengajari anak-anak mereka
bagaimana melakukan kecurangan dan penipuan. (makanya tidak aneh sekarang ini
banyak oknum pejabat jadi penipu dan pembohong rakyat). Dan banyak lagi yang
tidak perlu saya sebutkan satu per satu dalam tulisan ini.
Kembali
ke pendidikan nasional yang bermoral (yang saya maksud adalah pendidikan yang
bisa mencetak generasi muda dari SD sampai PT yang bermoral. Dimana proses
pendidikan harus bisa membawa peserta didik kearah kedewasaan, kemandirian dan
bertanggung jawab, tahu malu, tidak plin-plan, jujur, santun, berahklak mulia,
berbudi pekerti luhur sehingga mereka tidak lagi bergantung kepada keluarga,
masyarakat atau bangsa setelah menyelesaikan pendidikannya.Tetapi sebaliknya,
mereka bisa membangun bangsa ini dengan kekayaan yang kita miliki dan dihargai
didunia internasional. Kalau perlu bangsa ini tidak lagi mengandalkan utang
untuk pembangunan. Sehingga negara lain tidak seenaknya mendikte Bangsa ini
dalam berbagai bidang kehidupan.
Dengan
kata lain, proses transformasi ilmu pengetahuan kepada peserta didik harus
dilakukan dengan gaya dan cara yang bermoral pula. Dimana ketika berlangsung
proses tranformasi ilmu pengetahuan di SD sampai PT sang pendidik harus
memiliki moralitas yang bisa dijadikan panutan oleh peserta didik. Seorang
pendidik harus jujur, bertakwa, berahklak mulia, tidak curang, tidak memaksakan
kehendak, berperilaku santun, displin, tidak arogan, ada rasa malu, tidak plin
plan, berlaku adil dan ramah di dalam kelas, keluarga dan masyarakat. Kalau
pendidik mulai dari guru SD sampai PT memiliki sifat-sifat seperti diatas.
Negara kita belum tentu morat-marit seperti ini.
Kedua,
Perubahan dalam pendidikan nasional jangan hanya terpaku pada perubahan
kurikulum, peningkatan anggaran pendidikan, perbaikan fasilitas. Misalkan
kurikulum sudah dirubah, anggaran pendidikan sudah ditingkatkan dan fasilitas
sudah dilengkapi dan gaji guru/dosen sudah dinaikkan, Namun kalau pendidik
(guru atau dosen) dan birokrat pendidikan serta para pembuat kebijakan belum
memiliki sifat-sifat seperti diatas, rasanya perubahan-perubahan tersebut akan
sia-sia. Implementasi di lapangan akan jauh dari yang diharapkan Dan akibat
yang ditimbulkan oleh proses pendidikan pada generasi muda akan sama seperti
sekarang ini. Dalam hal ini saya tidak berpretensi menyudutkan guru atau dosen
dan birokrat pendidikan serta pembuat kebijakan sebagai penyebab terpuruknya
proses pendidikan di Indonesia saat ini. Tapi adanya oknum yang berperilaku
menyimpang dan tidak bermoral harus segera mengubah diri sedini mungkin kalau
menginginkan generasi seperti diatas.
Selain
itu, anggaran pendidikan yang tinggi belum tentu akan mengubah dengan cepat
kondisi pendidikan kita saat ini. Malah anggaran yang tinggi akan menimbulkan
KKN yang lebih lagi jika tidak ada kontrol yang ketat dan moralitas yang tinggi
dari penguna anggaran tersebut. Dengan anggaran sekitar 6% saja KKN sudah
merajalela, apalagi 20-25%.
Ketiga,
Berlaku adil dan Hilangkan perbedaan. Ketika saya masih di SD dulu, ada
beberapa guru saya sangat sering memanggil teman saya maju kedepan untuk
mencatat dipapan tulis atau menjawab pertanyaan karena dia pintar dan anak
orang kaya. Hal ini juga berlanjut sampai saya kuliah di perguruan tinggi. Yang
saya rasakan adalah sedih, rendah diri, iri dan putus asa sehingga timbul
pertanyaan mengapa sang guru tidak memangil saya atau yang lain. Apakah hanya
yang pintar atau anak orang kaya saja yang pantas mendapat perlakuan seperti
itu.? Apakah pendidikan hanya untuk orang yang pintar dan kaya? Dan mengapa
saya tidak jadi orang pintar dan kaya seperti teman saya? Bisakah saya jadi
orang pintar dengan cara yang demikian?
Dengan
contoh yang saya rasakan ini (dan banyak contoh lain yang sebenarnya ingin saya
ungkapkan), saya ingin memberikan gambaran bahwa pendidikan nasional kita telah
berlaku tidak adil dan membuat perbedaan diantara peserta didik. Sehingga
generasi muda kita secara tidak langsung sudah diajari bagaimana berlaku tidak
adil dan membuat perbedaan. Jadi, pembukaan kelas unggulan atau kelas
akselerasi hanya akan membuat kesenjangan sosial diantara peserta didik, orang
tua dan masyarakat. Yang masuk di kelas unggulan belum tentu memang unggul,
tetapi ada juga yang diunggul-unggulkan karena KKN. Yang tidak masuk kelas
unggulan belum tentu karena tidak unggul otaknya tapi karena dananya tidak
unggul. Begitu juga kelas akselerasi, yang sibuk bukan peserta didik, tapi para
orang tua mereka mencari jalan bagaimana supaya anaknya bisa masuk kelas
tersebut.
Kalau
mau membuat perbedaan, buatlah perbedaan yang bisa menumbuhkan peserta didik
yang mandiri, bermoral. dewasa dan bertanggungjawab. Jangan hanya mengadopsi
sistem bangsa lain yang belum tentu cocok dengan karakter bangsa kita. Karena
itu, pembukaan kelas unggulan dan akselerasi perlu ditinjau kembali kalau perlu
hilangkan saja.
Contoh
lain lagi , seorang dosen marah-marah karena beberapa mahasiswa tidak membawa
kamus. Padahal Dia sendiri tidak pernah membawa kamus ke kelas. Dan seorang
siswa yang pernah belajar dengan saya datang dengan menangis memberitahu bahwa
nilai Bahasa Inggrisnya 6 yang seharusnya 9. Karena dia sering protes pada guru
ketika belajar dan tidak ikut les dirumah guru tersebut. Inikan! contoh paling
sederhana bahwa pendidikan nasional kita belum mengajarkan bagaimana berlaku
adil dan menghilangkan Perbedaan.
b.
PEJABAT HARUS SEGERA BERBENAH DIRI DAN MENGUBAH
PERILAKU
Kalau
kita menginginkan generasi penerus yang bermoral, jujur, berakhlak mulia,
berbudi pekerti luhur, berperilaku santun, bermoral, tahu malu dan tidak arogan
serta mementingkan kepentingan bangsa bukan pribadi atau kelompok. Maka semua
pejabat yang memegang jabatan baik legislative, ekskutif maupun yudikatif harus
berbenah diri dan memberi contoh dulu bagaimana jujur, berakhlak mulia, berbudi
pekerti luhur, berperilaku santun, bermoral, tahu malu dan tidak arogan serta
mementingkan kepentingan bangsa bukan pribadi atau kelompok kepada generasi
muda mulai saat ini.
Karena
mereka semua adalah orang-orang yang berpendidikan dan tidak sedikit pejabat
yang bergelar Prof. Dr. (bukan gelar yang dibeli obral). Mereka harus
membuktikan bahwa mereka adalah hasil dari sistim pendidikan nasional selama
ini. Jadi kalau mereka terbukti salah melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme,
jangan cari alasan untuk menghindar. Tunjukan bahwa mereka orang yang
berpendidikan , bermoral dan taat hukum. Jangan bohong dan curang. Apabila tetap
mereka lakukan, sama saja secara tidak langsung mereka (pejabat) sudah
memberikan contoh kepada generasi penerus bahwa pendidikan tinggi bukan jaminan
orang untuk jujur, berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur, berprilaku santun,
bermoral, tahu malu dan tidak arogan serta mementingkan kepentingan bangsa
bukan pribadi atau kelompok. Jadi jangan salahkan jika generasi mudah saat ini
meniru apa yang mereka (pejabat) telah lakukan . Karena mereka telah merasakan,
melihat dan mengalami yang telah pejabat lakukan terhadap bangsa ini.
Selanjutnya,
semua pejabat di negara ini mulai saat ini harus bertanggungjawab dan konsisten
dengan ucapannya kepada rakyat. Karena rakyat menaruh kepercayaan terhadap
mereka mau dibawah kemana negara ini kedepan. Namun perilaku pejabat kita, lain
dulu lain sekarang. Sebelum diangkat jadi pejabat mereka umbar janji kepada
rakyat, nanti begini, nanti begitu. Pokoknya semuanya mendukung kepentingan
rakyat. Dan setelah diangkat, lain lagi perbuatannya. Contoh sederhana, kita
sering melihat di TV ruangan rapat anggota DPR (DPRD) banyak yang kosong atau
ada yang tidur-tiduran. Sedih juga melihatnya. Padahal mereka sudah digaji,
bagaimana mau memperjuangkan kepentingan rakyat. Kalau ke kantor hanya untuk
tidur atau tidak datang sama sekali. Atau ada pengumuman di Koran, radio atau
TV tidak ada kenaikan BBM, TDL atau tariff air minum. Tapi beberapa minggu atau
bulan berikutnya, tiba-tiba naik dengan alasan tertentu. Jadi jangan salahkan
mahasiswa atau rakyat demonstrasi dengan mengeluarkan kata-kata atau perilaku
yang kurang etis terhadap pejabat. Karena pejabat itu sendiri tidak konsisten.
Padahal pejabat tersebut seorang yang Bahan ini cocok untuk Semua Sektor
Pendidikan bagian PENDIDIKAN / EDUCATION.
Dengan
demikian, apabila kita ingin mencetak generasi penerus yang mandiri, bermoral,
dewasa dan bertanggung jawab. Konsekwensinya, Semua yang terlibat dalam dunia
pendidikan Indonesia harus mampu memberikan suri tauladan yang bisa jadi
panutan generasi muda. jangan hanya menuntut generasi muda untuk berperilaku
jujur, berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur, berprilaku santun, bermoral,
tahu malu dan tidak arogan serta mementingkan kepentingan bangsa bukan pribadi
atau kelompok.
Tapi para pemimpin bangsa ini
tidak melakukannya. Maka harapan tinggal harapan saja. Karena itu, mulai
sekarang, semua pejabat mulai dari level tertinggi hingga terendah di
legislative, eksekutif dan yudikatif harus segera menghentikan segala bentuk
petualangan mereka yang hanya ingin mengejar kepentingan pribadi atau kelompok
sesaat dengan mengorbankan kepentingan negara. Sehingga generasi muda Indonesia
memiliki panutan-panutan yang bisa diandalkan untuk membangun bangsa ini
kedepan.
3. Korupsi Pendidikan sangat Merugikan Bangsa
Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra) Jusuf Kalla Kalla menegaskan, korupsi yang terbesar di negeri ini justru dilakukan oleh kalangan pendidikan.
Korupsi
dunia pendidikan itu berbentuk pengatrolan nilai dari oknum pendidik, untuk
meluluskan peserta didiknya. Pada Rakernas Perguruan Tinggi se-Indonesia di
Yogyakarta, Kamis (27/3), Menko Kesra mengatakan, selama ini kalangan pendidik
akan sangat bangga jika anak didiknya dapat lulus 100%. \"Akibatnya sangat
buruk, anak-anak menjadi merasa bahwa belajar itu tidak perlu.\"
Dia
menjelaskan, sekarang ini kalangan pejabat, termasuk mereka yang duduk di dunia
pendidikan, harus bisa tegas tidak meluluskan anak yang tidak pantas untuk naik
kelas atau tidak pantas lulus karena nilainya memang kurang mencukupi.
\"Bahkan perlu kita menertawakan sekolah-sekolah yang masih bangga dengan
keberhasilannya meluluskan 100% anak didiknya.\"
Pengatrolan
nilai demi angka kelulusan semacam ini harus segera dihilangkan. Sebab menurut
Menko, hal ini akan berakibat fatal, yaitu pembodohan dan menimbulkan kemalasan
peserta didik.
Pengawasan BBM
Pada
kesempatan yang sama, Menko Kesra menandatangani kerja sama dengan 35 perguruan
tinggi di Indonesia, untuk terlibat melakukan pemantauan dan evaluasi
pelaksanaan PKPS BBM (Program Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakan
Minyak), yang akan dilaksanakan 2003 ini di sejumlah daerah.
Beberapa
waktu lalu pihak Menko Kesra sudah meminta kesediaan kalangan perguruan tinggi
untuk membantu mengawasi pelaksanaan PKPS BBM, demi mencegah kebocoran dan
penyalahgunaan dana.
Ketua
Pelaksana Koordinasi Sosialisasi dan Pemantauan PKPS BBM Kantor Menko Kesra
Soedjono Poerwaningrat mengatakan, pemantauan dan evaluasi yang dilaksanakan
oleh perguruan tinggi, berbeda dengan pemantauan yang dilakukan oleh unsur
pemerintahan.
Ia
mengatakan, pemantauan yang dilakukan oleh perguruan tinggi itu antara lain
berupa sejauh mana pelaksanaan PKPS BBM berlangsung, sesuai dengan ketentuan
sasaran yang dituju, jumlah dan mutu, serta waktu yang ditetapkan.
\"Selain
itu pihak perguruan tinggi akan menganalisis faktor penyebab bila terjadi
ketidaktepatan, melakukan kajian evaluatif tentang efektivitas program, dan
memberikan umpan balik kepada penyelenggara PKPS BBM tentang masalah, hambatan
penyaluran kompensasi serta upaya perbaikan yang dapat ditempuh selama
pelaksanaan program itu,\" jelasnya.
Disebutkan,
selama tiga tahun terakhir ini dana PKPS BBM terus mengalami kenaikan.
\"Pada 2000 lalu sebesar Rp800 miliar, pada 2001 menjadi Rp2,2 triliun,
2002 menjadi Rp2,8 triliun, dan pada 2003 ini dialokasikan sebesar Rp4,4
triliun.\"
Menurut
Soedjono, tujuan program tersebut adalah untuk meringankan beban pengeluaran
masyarakat khususnya yang tidak mampu, dengan kompensasi yang meliputi beras
murah, bantuan pendidikan umum dan pendidikan agama, bantuan pelayanan
kesehatan, bantuan bahan makanan untuk panti sosial, bantuan alat kontrasepsi,
bantuan transportasi, pemberdayaan masyarakat pesisir, dana bergulir, dan
penanggulangan pengangguran.
Perguruan
tinggi yang terlibat dalam kerja sama pengawasan ini antara lain Institut
Teknologi Bandung, Universitas Islam Indonesia, Universitas Gadjah Mada,
Universitas Brawijaya, Universitas Haluoleo, dan lain-lain.
4. Merancang Pendidikan Moral dan Budi Pekerti
Manusia Indonesia menempati posisi sentral dan strategis dalam pelaksanaan pembangunan nasional, sehingga diperlukan adanya pengembangan sumber daya manusia (SDM) secara optimal. Pengembangan SDM dapat dilakukan melalui pendidikan mulai dari dalam keluarga, hingga lingkungan sekolah dan masyarakat.
Salah satu SDM yang dimaksud
bisa berupa generasi muda (young generation) sebagai estafet pembaharu
merupakan kader pembangunan yang sifatnya masih potensial, perlu dibina dan
dikembangkan secara terarah dan berkelanjutan melalui lembaga pendidikan
sekolah. Beberapa fungsi pentingnya pendidikan sekolah antara lain untuk : 1)
perkembangan pribadi dan pembentukan kepribadian, 2) transmisi cultural, 3)
integrasi social, 4) inovasi, dan 5) pra seleksi dan pra alokasi tenaga kerja (
Bachtiar Rifai). Dalam hal ini jelas bahwa tugas pendidikan sekolah adalah
untuk mengembangkan segi-segi kognitif, afektif dan psikomotorik yang dapat
dikembangkan melalui pendidikan moral. Dengan memperhatikan fungsi pendidikan
sekolah di atas, maka setidaknya terdapat 3 alasan penting yang melandasi
pelaksanaan pendidikan moral di sekolah, antara lain : 1). Perlunya karakter
yang baik untuk menjadi bagian yang utuh dalam diri manusia yang meliputi
pikiran yang kuat, hati dan kemauan yang berkualitas, seperti : memiliki
kejujuran, empati, perhatian, disiplin diri, ketekunan, dan dorongan moral yang
kuat untuk bisa bekerja dengan rasa cinta sebagai ciri kematangan hidup
manusia. 2). Sekolah merupakan tempat yang lebih baik dan lebih kondusif untuk
melaksanakan proses belajar mengajar. 3).Pendidikan moral sangat esensial untuk
mengembangkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan membangun
masyarakat yang bermoral (Lickona, 1996 , P.1993).
Pelaksanaan pendidikan moral
ini sangat penting, karena hampir seluruh masyarakat di dunia, khususnya di
Indonesia, kini sedang mengalami patologi social yang amat kronis. Bahkan
sebagian besar pelajar dan masyarakat kita tercerabut dari peradaban
eastenisasi (ketimuran) yang beradab, santun dan beragama. Akan tetapi hal ini
kiranya tidak terlalu aneh dalam masyarakat dan lapisan social di Indonesia
yang hedonis dan menelan peradaban barat tanpa seleksi yang matang. Di samping
itu system [pendidikan Indonesia lebih berorientasi pada pengisian kognisi yang
eqivalen dengan peningkatan IQ (intelengence Quetiont) yang walaupun juga di
dalamnya terintegrasi pendidikan EQ (Emotional Quetiont). Sedangkan warisan
terbaik bangsa kita adalah tradisi spritualitas yang tinggi kemudian tergadai
dan lebih banyak digemari oleh orang lain di luar negeri kita, yaitu SQ (Spiritual
Quetiont). Oleh sebab itu, perlu kiranya dalam pengembangan pendidikan moral
ini eksistensi SQ harus terintegrasi dalam target peningkatan IQ dan EQ siswa.
Akibat dari hanyutnya SQ pada
pribadi masyarakat dan siswa pada umumnya menimbulkan efek-efek social yang
buruk. Bermacam-macam masalah sosial dan masalah-masalahh moral yang timbul di
Indonesia seperti : 1). meningkatnya pembrontakan remaja atau dekadensi
etika/sopan santun pelajar, 2). meningkatnya kertidakjujuran, seperti suka
bolos, nyontek, tawuran dari sekolah dan suka mencuri, 3). berkurangnya rasa
hormat terhadap orang tua, guru, dan terhadap figur-figur yang berwenang, 4).
meningkatnya kelompok teman sebaya yang bersifat kejam dan bengis, 5) munculnya
kejahatan yang memiliki sikap fanatik dan penuh kebencian, 6). berbahsa tidak
sopan, 7). merosotnya etika kerja, 8). meningkatnya sifat-sifat mementingkan
diri sendiri dan kurangnya rasa tanggung jawab sebagai warga negara, 9).
timbulnya gelombang perilaku yang merusak diri sendiri seperti perilaku seksual
premature, penyalahgunaan mirasantika/narkoba dan perilaku bunuh diri, 10).
timbulnya ketidaktahuan sopan santun termasuk mengabaikan pengetahuan moral
sebagai dasar hidup, seperti adanya kecenderungan untuk memeras tidak
menghormati peraturan-peraturan, dan perilaku yang membahayakan terhadap diri
sendiri atau orang lain, tanpa berpikir bahwa hal itu salah (Koyan, 2000,
P.74).
Untuk merespon gejala
kemerosotan moral tersebut, maka peningkatan dan intensitas pelaksanan
pendidikan moral di sekolah merupakan tugas yang sangat penting dan sangat
mendesak bagi kita, dan perlu dilaksanakan secara komprehensif dan dengan
menggunakan strategi serta model pendekatan secara terpadu, yaitu dengan
melibatkan semua unsur yang terkait dalam proses pembelajaran atau pendidikan
seperti : guru-guru, kepala sekolah orang tua murid dan tokoh-tokoh masyarakat.
Tujuan pendidikan moral tidak semata-mata untuk menyiapkan peserta didik untuk
menelan mentah konsep-konsep pendidikan moral, tetapi yang lebih penting adalah
terbentuknya karakter yang baik, yaitu pribadi yang memiliki pengetahuan moral,
peranan perasaan moral dan tindakan atau perilaku moral (Lickona, 1992. P. 53 )
Pada sisi lain, dewasa ini
pelaksanan pendidikan moral di sekolah diberikan melalui pembelajaran pancasila
dan kewarganegaraan (PPKn) dan Pendidikan agama akan tetapi masih tampak kurang
pada keterpaduan dalam model dan strategi pembelajarannya Di samping penyajian
materi pendidikan moral di sekolah, tampaknya lebih berorientasi pada penguasaan
materi yang tercantum dalam kurikulum atau buku teks, dan kurang mengaitkan
dengan isu-isu moral esensial yang sedang terjadi dalam masyarakat, sehingga
peserta didik kurang mampu memecahkan masalah-masalah moral yang terjadi dalam
masyarakat Bagi para siswa,adalah lebih banyak untuk menghadapi ulangan atau
ujian, dan terlepas dari isu-isu moral esensial kehidupan mereka sehari-hari.
Materi pelajaran PPKn dirasakah sebagai beban, dihafalkan dan dipahami, tidak
menghayati atau dirasakan secara tidak diamalkan dalam perilaku kehidupan
hari-hari.
Dalam upaya untuk meningkatkan
kematangan moral dan pembentukann karakter siswa. Secara optimal ,maka
penyajian materi pendidikan moral kepada para siswa hendaknya dilaksanakan
secara terpadu kepada semua pelajaran dan dengan mengunakan strategi dan model
pembelajaran seccara terpadu, yaitu dengan melibatkan semua guru, kepala
sekolah ,orang tua murid, tokoh-tokoh masyarakat sekitar. Dengan demikian
timbul pertanyaan,bahan kajian apa sajakah yang diperlukan untuk merancang
model pembelajaran pendidikan moral dengan mengunakan pendekatan terpadu ?
Untuk mengembangkan strategi
dan model pembelajaran pendidikan moral dengan menggunakan pendekatan terpadu
,diperlukan adanya analisis kebutuhan (needs assessment) siswa dalam belajar
pendidikan moral. Dalam kaitan ini diperlukan adanya serangkaian kegiatan,
antara lain : (1) mengidentifikasikan isu-isu sentral yang bermuatan moral
dalam masyarakat untuk dijadikan bahan kajian dalam proses pembelajaran di
kelas dengan menggunakan metode klarifikasi nilai (2) mengidentifikasi dan
menganalisis kebutuhan siswa dalam pembelajaran pendidikan moral agar tercapai
kematangan moral yang komprehensif yaitu kematangan dalam pengetahuan moral
perasaan moral,dan tindakan moral, (3) mengidentifikasi dan menganalisis
masalah-masalah dan kendala-kendala instruksional yang dihadapi oleh para guru
di sekolah dan para orang tua murid di tua murid dirumah dalam usaha membina
perkembangan moral siswa,serta berupaya memformulasikan alternatif pemecahannya,
(4) mengidentifikasi dan mengklarifikasi nilai-nilai moral yang inti dan
universal yang dapat digunakan sebagai bahan kajian dalam proses pendidikan
moral, (5) mengidentifikasi sumber-sumber lain yang relevan dengan kebutuhan
belajar pendidikan moral.
Dengan memperhatikan kegiatan
yang perlu dilakukan dalam proses aplikasi pendidikan moral tersebut, kaitannya
dengan kurikulum yang senantiasa berubah sesuai dengan akselerasi politik dalam
negeri, maka sebaiknya pendidikan moral juga dilakukan penngkajian ulang untuk
mengikuti competetion velocities dalam persaingan global. Bagaimanapun negeri
ini memerlukan generasi yang cerdas, bijak dan bermoral sehingga bisa
menyeimbangkan pembangunan dalam keselarasan keimanan dan kemajuan jaman.
Pertanyaannya adalah siapkah lingkungan sekolah (formal-informal), masyarakat
dan keluarga untuk membangun komitmen bersama mendukung keinginan tersebut ?
Karena nasib bangsa Indonesia ini terletak dan tergantung pada moralitas
generasi mudanya.
BAB
III
KESIMPULAN
1. Kesimpulan
Dari artikel-artikel di atas terbukti bahwa pendidikan di negeri ini
masihlah banyak kekurangan. Jadi mari kita sebagai mahasiswa berusaha untuk
mengubah itu semua untuk memajukan pendidikan di negeri ini. Karena kita adalah penerus bangsa.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar