TUGAS
KELOMPOK 5
Teori Jumlah Uang yang Beredar
Oleh :
1. Dewi Oktaviani NPM 11210078
2. Devi Liana Sari NPM 11210099
3. Fajri Arif Wibawa NPM 11210082
4. Iwan Sanjaya NPM
11210083
5. Lia Wahyuni NPM
11210052
6. Nursodiq NPM
11210098
7. Putri Pratiwi NPM 11210094
8. Tri Andari NPM
11210066
Prodi : Pendidikan
Ekonomi (B)
Semester : 3 (tiga)
Matakuliah : Manajemen Bank
Dosen : Dra.
Ningrum, M. TA.
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH METRO
2012/2013
KATA PENGANTAR
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
Alhamdulilahi
robil alamin, dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat ALLAH SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayahnya sehingga kami kelompok 5 dapat menyelesaikan
makalah ini. Dengan kesempatan ini, kami tidak lupa menyampaikan terima kasih
kepada :
1.
Dra.
Ningrum, M. TA. selaku dosen
pengampu matakuliah manajemen bank.
2.
Teman-teman
kelompok 5 yang telah bekerja sama untuk menyelesaikan makalah ini.
3.
Kedua
orang tua kami yang selalu memberikan semangat kepada kami.
4.
Semua
pihak yang telah berkenan memberikan
bantuan-bantuan.
Kami
menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak terdapat kesalahan dan
kekurangan. Karena itu, kami mengharapkan saran dan kritik yang bersifat
membangun sehingga pembuatan makalah yang akan datang dapat lebih baik. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi kami khususnya dan bagi pembaca umumnya.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
DAFTAR
ISI
Halaman Judul ................................................................................................ i
Kata Pengantar ............................................................................................... ii
Daftar Isi ........................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah...............................................................................
2
1.3 Tujuan ................................................................................................. 2
1.4 Manfaat .............................................................................................. 3
1.5 Metode Pencarian Materi ................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN .............................................................................. 4
2.1 Pengertian Jumlah Uang yang Beredar .............................................. 4
2.2
Hubungan JUB dengan monetary
base .............................................. 9
2.3 JUB di Negara-negara berkembang .................................................. 13
2.4
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Jumlah Uang Beredar ................ 16
2.5 Berbagai Kebijakan Pemerintah dalam
Mempengaruhi Jumlah Uang Beredar 17
BAB III KESIMPULAN ............................................................................. 22
3.1 Kesimpulan ........................................................................................ 22
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Semakin
besar jumlah uang yang beredar dalam masyarakat maka inflasi juga akan
meningkat. Oleh karena itu sebaiknya pemerintah harus memperhitungkan atau
memperkirakan akan timbulnya inflasi yang bakal terjadi bila ingin mengadakan
penambahan pencetakan uang baru, karena pencetakan uang baru yang terlalu besar
akan mengakibatkan goncangnya perekonomian
Dibandingkan
dengan teori permintaan akan uang, teori penawaran uang merupakan hal yang baru
berkembang dalam teori moneter.
Pada umumnya
JUB dianggap bisa ditentukan secara langsung oleh penguasa moneter tanpa mempersoalkan
hubungannya dengan uang inti, yang terdiri dari uang kartal ditambah dengan
uang cadangan yang dimiliki oleh Bank-bank Umum. Perilaku seperti ini
berlandaskan pada analisa penentuan JUB secara mekanis, dimana JUB dihubungkan
dengan uang inti lewat angka pengganda. Besarnya angka pengganda ini ditentukan
oleh rasio cadangan perbankan dan rasio antara uang kartal dan uang giral.
Dengan
menganggap bahwa kedua perbandingan (rasio) tersebut konstan untuk suatu
periode tertentu, maka penguasa moneter bisa mengendalikan JUB secara langsung dengan menentukan
cadangan perbankan. Namun kenyataannya tidak sesederhana itu, JUB pada suatu
periode merupakan hasil perilaku penguasa moneter yang dalam hal ini adalah : Bank
Sentral, Bank-bank Umum dan masyarakat (termasuk lembaga keuangan bukan bank)
secara bersama-sama. Bank Sentral menentukan besarnya uang inti.
Bank-bank Umum
menentukan volume kredit atau kekayaan lainnya dan besarnya cadangan yang ingin
mereka pegang sebagai excess free
reserves dan masyarakat menentukan alokasi kekayaan liquid yang ingin
mereka pegang.
Akan tetapi
masih dipertanyakan apakah dengan kemampuannya mengendalikan uang inti, Bank
Sentral juga mampu melakukan pengendalian terhadap JUB dengan ketepatan yang
sama. Hal ini tergantung pada keeratan hubungan antara uang inti dengan
cadangan perbankan dan antara cadangan perbankan dengan JUB. Jika terdapat
kaitan yang erat maka penguasa moneter dapat merumuskan kebijaksanaannya dan
mampu mencapai target JUB yang telah
ditetapkan. Sebaliknya jika kaitan antara variabel-variabel diatas tidak begitu
erat, maka penguasa moneter tidak akan mampu mencapai target JUB dengan tepat. Oleh karena itu kita perlu
mengetahui lebih dalam tentang teori jumlah uang yang beredar ini.
1.2 Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan beberapa masalah, yaitu :
1.
Pengertian
JUB?
2.
Bagaimana hubungan JUB dengan monetary
base?
3.
Bagaiman JUB di negara berkembang?
4.
Apa
saja faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah uang beredar?
5.
Bagaimana
Kebijakan Pemerintah dalam Mempengaruhi Jumlah Uang Beredar?
1.3 Tujuan
1.
Untuk
mengetahui pengertian JUB.
2.
Untuk
mengetahui bagaimana hubungan JUB dengan monetary base.
3.
Untuk
mengetahui bagaiman JUB di negara berkembang.
4.
Untuk
mengetahui apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah uang beredar?
5.
Untuk
mengetahui bagaimana Kebijakan Pemerintah dalam Mempengaruhi Jumlah Uang
Beredar?
1.4 Manfaat
1. Sebagai media belajar dan tambahan wawasan bagi
penulis.
2.
Memberikan informasi bagi pembaca.
3.
Dapat memahami atau menerapkan
pengetahuan yang telah diperoleh.
1.5 Metode Pencarian Materi
Penulis dalam
mencari materi menggunakan metode kajian pustaka yaitu mencari di buku dan
internet.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Jumlah Uang yang Beredar (JUB)
Jumlah uang beredar (money supply) adalah
jumlah nilai keseluruhan
uang yang berada di tangan masyarakat dan beredar
dalam sebuah perekonomian suatu negara. Ada sebagian ahli yang
mengkalifikasikan jumlah uang beredar menjadi dua, yaitu:
1.
Jumlah
uang beredar dalam arti sempit atau disebut ‘Narrow Money’ (M1), yang terdiri
dari uang kartal dan uang giral (demand deposit); dan
2.
Uang
beredar dalam arti luas atau ‘Broad Money’ (M2), yang terdiri dari M1 ditambah
dengan deposito berjangka (time deposit).
Sementara ahli lain menambahkan
dengan M3, yang terdiri dari M2 ditambah dengan semua deposito pada
lembaga-lembaga keuangan non bank. Jumlah uang beredar dibedakan menjadi dua
yaitu uang beredar dalam arti sempit (M1) dan uang beredar dalam arti luas
(M2).
Namun sebelum menguraikan uang
beredar dalam arti sempit dan luas tersebut, penting dijelaskan disini tentang
uang primer atau uang inti (reserve money), yang dinotasikan dengan M0. Uang
inti merupakan cikal-bakal lahirnya uang kartal dan uang giral.
1. Uang Primer atau Uang Inti (M0)
Uang primer atau uang inti
atau reserve money (Insukindro, 1994, hal: 76) merupakan kewajiban otoritas
moneter (Bank Indonesia), yang terdiri atas uang kartal yang berada di luar
Bank Indonesia dan Kas Negara, dan rekening giro Bank Pencipta Uang Giral
(BPUG) dan sektor swasta (perusahaan maupun perorangan) di Bank Indonesia. Dengan
demikian, uang kartal yang dipegang pemerintah, dalam bentuk kas pemerintah
atau kas negara, dan simpanan giral pemerintah pada Bank Indonesia, tidak
termasuk sebagai komponen dari uang primer.
Uang inti
merupakan besaran penting yang berfungsi sebagai indikator bagi kebijaksanaan
moneter terhadap perekonomian. Pendapat tersebut berdasarkan 2 hal, yaitu :
a.
Adanya
teori moneter yang memasukkan uang inti sebagai suatu mata rantai penghubung
antara tindakan-tindakan penguasa moneter dengan dampak terakhirnya terhadap
pendapatan, output dan harga.
b.
Uang
inti merupakan variabel yang relatif lebih bisa dikendalikan penguasa moneter.
Ada 3 konsep
dalam menghitung besarnya uang inti, yaitu :
a.
Source base
b.
Reserve adjustment
c.
Monetary base
Source base diperoleh
dari Neraca Bank Sentral dan Kas Negara yang dikonsolidasikan, dimana hal ini Source
base terdiri atas :
a.
Aktiva luar negeri
b.
Tagihan-tagihan Bank Sentral
c.
Rekening pemerintah
d.
Rekening-rekening
lainnya dalam neraca Bank Sentral
Untuk
memudahkan perhitungan, Source base juga dihitung dengan menjumlahkan
hutang-hutang Bank Sentral dan Kas Negara. Hutang-hutang ini terdiri dari
cadangan perbankan pada Bank Sentral dan uang kartal yang dipegang oleh
perbankan (Bank umum) serta masyarakat, biasanya disebut sebagai “uses of the
base”.
Perubahan-perubahan
dalam peraturan yang dikeluarkan oleh penguasa moneter menyebabkan
diperlakukannya penyesuaian bagi source base unuk memelihara
komparabilitasnya dari waktu ke waktu. “ Reserve Ajustment” memperhitungkan
pengaruh dari berubahnya cadangan minimum yang diwajibkan dan perubahan
proporsi kekayaan likuit yang dikenai peraturan tersebut.
Monetary base merupakan penjumlahan dari
Source Base dan Reserve Adjustment. Pada perekonomian yang
mempunyai pasar uang yang sudah maju, penawaran uang inti sepenuhnya berada di
tangan Bank Sentral. Hal ini disebabkan oleh dominasi perubahan tagihan bank
sentral terhadap perubahan komponen Source Base lainya, sehingga
pengaruhnya terhadap uang inti sangat besar. Untuk menetralisir pengaruh
perubahan salah satu komponen “ source base “, Bank Senral melakukan operasi
pasar terbuka. Dengan demikian bank sentral dapat menentukan besarnya uang inti
untuk mencapai suatu target tertentu dalam JUB.
Dalam usaha untuk mencoba menjelaskan
penentuan JUB dalam kerangka analisa ekonomi makro secara kuantitatif, biasanya
dibagi kedalam 2 (dua) bagian yaitu :
a.
Perubahan-perubahan dalam uang inti yang
ditentukan oleh perubahan dalam kekayaan dan hutang bank sentral
b.
Perubahan
uang inti bersama-sama dengan perubahan angka pengganda menentukan besarnya JUB
pada suatu periode
Salah satu
konsekuensi penting dari perkembangan teori penawaran uang ini adalah dalam
implikasi kebijaksanaannya, dimana penguasa moneter tidak dapat meramalkan
dampak kebijaksanaan moneternya dengan tepat karena hubungan antara cadangan
dan deposit perbankan akan dipengaruhi oleh harapan mereka tentang apa yang
akan dilakukan oleh bank sentral.
2. Uang Beredar Dalam Arti Sempit (Narrow
Money = M1)
Secara sederhana dapat
dikatakan bahwa uang beredar dalam arti sempit adalah seluruh uang kartal dan
uang giral yang ada di tangan masyarakat. Sedangkan uang kartal milik
pemerintah (Bank Indonesia) yang disimpan di bank-bank umum atau bank sentral
itu sendiri, tidak dikelompokkan sebagai uang kartal.
Sedangkan uang giral merupakan
simpanan rekening koran (giro) masyarakat pada bank-bank umum. Simpanan ini
merupakan bagian dari uang beredar, karena sewaktu-waktu dapat digunakan oleh
pemiliknya untuk melakukan berbagai transaksi. Namun saldo rekening giro milik
suatu bank yang terdapat pada bank lain, tidak dikategorikan sebagai uang
giral.
Dalam artian sempit JUB
didefinisikan sebagai Mı yang merupakan jumlah seluruh uang kartal yang
dipegang anggota masyarakat (the nonbankpublic) dan “damand deposit” yang
dimiliki oleh perseorangan pada Bank-bank Umum. (M ı = Kartal + DD).
3. Uang Beredar Dalam Arti Luas (Broad money
= M2)
Dalam arti luas, uang beredar
merupakan penjumlahan dari M1 (uang beredar dalam arti sempit) dengan uang
kuasi. Uang kuasi atau near money adalah simpanan masyarakat pada bank umum
dalam bentuk deposito berjangka (time deposits) dan tabungan. Uang kuasi
diklasifikasikan sebagai uang beredar, dengan alasan bahwa kedua bentuk
simpanan masyarakat ini dapat dicairkan menjadi uang tunai oleh pemiliknya,
untuk berbagai keperluan transaksi yang dilakukan.
Definisi yang agak luas adalah
M 2 yang merupakan penjumlahan dari M 1 dengan “time deposit+ deposito
berjangka”. (M 2+M1 + TD).
4.
Uang Beredar Dalam arti Sangat Luas
Sementara ahli
lain menambahkan dengan M3, yang terdiri dari M2 ditambah dengan semua deposito
pada lembaga-lembaga keuangan non bank. Sedangkan definisi yang paling luas
dikenal dengan M3 yang merupakan penjumlahan dari M2 dengan semua deposito pada
lembaga-lembaga keuangan yang lain (nonbank).
Komponen-komponen
yang perlu diperhatikan dalam definisi uang adalah
a.
Semuanya harus memenuhi kedua
persyaratan dari uang yaitu harganya tetap dan diterima secara umum.
b.
Bentuk nonbank publik adalah
termasuk seluruh anggota masyarakat di samping bank-bank umum dan bank-bank
tabungan.
Ada dua pendekatan utama dalam menghitung jumlah
uang beredar, yaitu pendekatan transaksional (transactional approach)
dan pendekatan likuiditas (liquidity approach).
1.
Pendekatan transaksional (transactional approach)
Pendekatan ini memandang bahwa jumlah uang beredar yang
dihitung adalah jumlah uang yang dibutuhkan untuk keperluan transaksi.
Pendekatan ini menghitung jumlah uang beredar dalam arti sempit (narrow money)
atau M1. Di Indonesia yang tercakup dalam M1 adalah
uang kartal dan uang giral, dengan komponen sebagai berikut :
Ø Uang kartal terdiri atas uang kertas dan uang logam,
tidak termasuk uang kas pada kantor perbendaharaan dan kas negara (KPKN) dan
bank umum.
Ø Uang Giral terdiri atas rekening giro, kiriman uang,
simpanan berjangka, dan tabungan dalam rupiah yangsudah jatuh tempo yang
seluruhnya merupakan simpanan penduduk dalam rupiah pada sistem moneter.
2.
Pendekatan Likuiditas (liquidity approach)
Sesuai pendekatan
ini, jumlah uang beredar didefinisikan sebagai jumlah uang untuk kebutuhan
transaksi ditambah uang kuasi (quasy money). Hal ini dilandari
pertimbangan bahwa sekalipun uang kuasi merupakan aset finansial yang kurang
likuid dibanding uang kertas, uang logam dan uang rekening giro, tetapi
sangat mudah diubah menjadi uang yang dapat digunakan untuk keperluan
transaksi. Dalam prakteknya, pendekatan ini menghitung jumlah uang bererdar
dalam arti luas (broad money) yang dikenal dengan M2
yang terdiri dari M1 ditambah uang kuasi (di Indonesia uang kuasi
adalah deposito berjangka). Perkembangan M2 adalah jauh lebih
cepat dari pertambahan M1 karena pertambahan tingkat kemajuan perekonomian.
Meningkatnya M2 secara langsung maupun tidak langsung mengindikasikan bahwa
perekonomian masyarakat menjadi meningkat. Sebab peningkatan deposito berjangka
mengandung pengertian bahwa tingkat penghasilan masyarakat sudah lebih besar
dari tingkat konsumsi. Keputusan seseorang menyimpan dananya di bank dalam
bentuk deposito merupakan keputusan investasi yang didorong oleh tingkat bunga
yang diberikan.
2.2 Hubungan-hubungan
antara JUB dengan monetary base
1.
M = C + D
Dimana M merupakan M 1 yaitu penjumlahan
uang kartal (currencies= C) dengan uang giral (demand deposit = D).
2.
B
= R + C
Dimana B merupakan “monetary base” yang terdiri ata total cadang R dengan uang
kartal C.
3. R
= α (D + T + G)
Total cadangan Bank Umum, R, merupakan proposi (α)
dari total deposit yang terdiri atas demand deposit (D), Time Deposite (T) dan
Depositi pemerintah pada Bank-bank Umum (G).
4. C
= eD
Ini berarti bahwa pemegang uang kartal dipengaruhi oleh
besar kecilnya demand deposit. Alasan pemegang uang kartal karena adanya
kenaikan secara umum pinjaman-pinjaman bank dan depsito yang dipengaruhi oleh
kenaikan didalam kegiatan oerekonomian.
5. T
= tD
Ini dikatakan
bahwa deposito berjangka tidak secara langsung ikut dalam menentukan besarnya
monetary base.
6.
G = gD
Ini dikatakan
bahwa perubahan dalam deposito pemerintah pada Bank-bank umum akan mempengaruhi
deposito masyarakat (D). Dengan mengadakan subsitusi pada persamaan (2) dengan
komponen-komponennya maka didapat bahwa :
7.
B = α (D
+ T + G) +
eD
Yang
selanjutnya persamaan (7) dapat diubah menjadi :
8. B =
α (D + tD +
gD) + eD Atau
B
= [α (1 + t
+ g) + e] D
Dari persamaan
diatas dapat diubah lagi menjadi :
9. D = 1 . B
[α (1 +
t + g)
+ e]
Dengan
menggunakan persamaan (9) ini kita dapat mengubah persamaan (4) menjadi sebagai
berikut
10. C = eD = e . B
[α (1
+ t +
g) + e]
Setelah
didapatkan fungsi-fungsi yang mengandung variabel B maka dikembalikan pada
definisi JUB, didapatkan :
11. M = D
+ C = 1 + e
.
B
[α (1
+ t +
g) + e]
Persamaan (11)
menunjukkan hubungan antara JUB dengan
monetery base. Dimana persamaan
(11) dapat disederhanakan menjadi:
M = mB
m = money multiplier = 1
+ e
a (1 +
t + g) + e
Dengan menganggap bahwa money multiplier itu tetap untuk suatu periode,
maka pemerintahan dengan mudah dapat menentukan besar kecilnya serta perubahan
JUB. Atau implikasinya kebijaksanaan untuk menambah JUB tergantung pada
perubahan B. Sedangkan perubahan B tergantung pada besar kecilnya C dan R, C,
tergantung pada hasrat dan kemauan masayarakat untuk memegang uang kartal.
Sedangkan R, tergantung pada kebijaksanaan pemerintah dalam menetukan beberapa cadangan total yang harus dipegang
oleh bank-bank umum.
Kalau
anggapannya “money multiper” di atas dilepaskan maka besar kecilnya “money
multiper” ikut menentukan besarnya JUB. Besar kecilnya “money multiper”
tergantung pada perubahan :
a. Fraksi uang kartal terhadap JUB, dimana faktor-faktor
yang mempengaruhi adalah :
1.
Pendapatan
Dalam artian pendapatan yang didapat jika memegang uang kartal dan
pendapatan yang di dapat jika memegang uang giral. Dengan memegang uang kartal
maka dipunyai likuiditas yang tinggi dan kalau menyimpan uang giral diamping
likuiditas terjamin sering/mungkin dapat penghasilan berupa tingkat bunga.
2.
Kekayaan
Orang yang mempunyai kekayaan dalam jumlah bsar (orang kaya) akan memegang
uang kartal dalam jumlah yang kecil sedangkan orang miskin akan memegang uang
kartal dalam jumlah besar.
3.
Banyak/sedikitnya pengnaan alat pembayaran pengganti,
seperti kartu kredit (credit cards) dan “change accounts” . semakin banyak alat
pembayaran pengganti, semakin kecil jumlah uang kartal yang dipegang dan
sebaliknya, semakin sedikit (atau mungkin dengan tidak adanya) alat pembayaran pengganti akan
semakin besar uang kartal yang diinginkan.
b.
Faktor-faktor yang mempengaruhi
nilai cadangan :
1.
Besarnya reserve ration/cash ratio yagn diwajibkan oleh
Bank sentral untuk dipengang oleh Bank-bank Umum.
2.
Besarnya kelebihan cadangan yang dipegang oleh Bank Umum.
Ini terjadi karena biasanya Bank-bank Umum memegang
required reserve lebih besar daripada ketentuan yang dibuat oleh Bank Sentral.
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa :
- JUB bisa dipengaruhi oleh Pemerintah melalui Bank Sentral secara langsung dengan mengontrol besar / kecilnya B.
- Dimana dalam kaitannya dengan (1), Pemerintah mempengaruhi B melalui kebijaksanaan-kebijaksanaan yang mempengaruhi required reserve, misalnya dengan penentuan cash ratio, kredit liquiditas dan lain-lain.
- Selain hal tersebut, JUB ditentukan oleh perilaku Bank-bank Umum dan masyarakat.
- Jelaskan bahwa M mempunyai elastisitas terhadap tingkat bunga maupun tingkat harga.
Pengawasan JUB
akan lebih sulit lagi kalau yang digunakan sebagai definisi adalah M2 = M1 + TD
= C + D + TD.
Karena adanya
tambahan variabel TD yang banyak ditentukan oleh perilaku masyarakat dalam
penentuan besar/kecil kekayaannya yang akan dipegang dalam bentuk deposito
berjangka (TD). Jelasnya variabel ini banyak dipengaruhi oleh tinggi rendahnya
tingkat bunga dan perubahan harga (risiko inflasi) serta perilaku Bank-bank
Umum.
Implikasi
kebijaksanaan pemerintah dipengaruhi oleh teori penawaran uang yang dianut.
Untuk itu Bank Sentral harus memprediksi nilai multiplier uang (money
multiplier) untuk waktu (bulan) yang akan datang agar dapat diketahui berapa
besar kenaikan monetary base dan untuk mencapai tingkat JUB yang diinginkan.
Derajat
ketepatan pengaturan JUB yang dapat dicapai oleh Bank Sentral tergantung pada
kemampuannya untuk menentukan besarnya monetary base dan memprediksi pengaruh
bersih dari perilaku masyarakat dan Bank-bank Umum yang dicerminkan dalam
perubahan daripada angka pengganda uang (money multipler).
Bahaya
penggunaan pendekatan multiplier ini
untuk menganalisa JUB serta kredit adalah bahwa pendekatan ini menganggap bahwa
perluasan/penciutan JUB adalah proses yang mekanismenya sederhana. Pendekatan
ini menganggap bahwa apa yang sebenarnya tidak tetap (berubah-ubah) dianggap
tetap.
Kecuali
pengaturan terhadap parameter ataupun variabel-variabel yang mempengaruhi
fungsi JUB, Bank Sentral dapat melakukan pengawasan JUB melalui pengawasan pada
“source base”. Dalam pengaturan kebijaksanaan moneter, Bank Sentral mengawasi
perilaku baik itu tingkat bunga maupun JUB. Tetapi Bank Sentral tidak dapat
secara simultan membuat kebijaksanaan yang menyangkut kedua hal tersebut pada
tingkat yang ia inginkan. Ia hanya dapat membuat kebijaksanaan pada JUB atau tingkat bunga. Dalam pertimbangan
lebih lanjut, JUB ditentukan oleh tingkat bunga pasar dan kekuatan-kekuatan
pasar yang lain mempengaruhi sistem perbankan. Singkatnya, JUB ditentukan
secara bersama oleh perilaku penguasa moneter, sistem perbankan dan masyarakat.
Dan penentuan ketetapan JUB akan mempengaruhi perekonomian secara umum.
2.3 JUB Di Negara-negara yang Sedang
Berkembang
Perkembangan
JUB di negara-negara yang sedang berkembang tidak luput dari perkembangan dan
pertumbuhan lembaga-lembaga keuangan di negara sedang berkembang yang mempunyai
peranan penting dalam peningkatan pembangunan ekonomi di negara sedang
berkembang. Lembaga-lembaga keuangan ini termasuk didalamnya adalah : Bank
Sentral, Bank-bank umum komersial, bank-bank koperasi, bank pembangunan dan
lembaga-lembaga keuangan ini terorganisasi dan sering disebut sebagai “dealers
of debt”.
Bank Sentral
di Negara sedang berkembangan mempunyai 2 fungsi yang tradisional dan
nontradisional. Fungsi tradisional Bank Sentral antara
lain :
1.
Sebagai
“Bank”nya Pemerintah dan pemegang keuangan pemerintah.
2.
Sebagai
“Monopolis” dalam mencetak uang kartal untuk mempertahankan kepercayaan
masyarakat terhadap nilai uang.
3.
Sebagai
“leader of the last persort” artinya Bank Sentral menyediakan likuiditas bagi
bank-bank umum dan lembaga keuangan lainnya yang mengalami kesulitan
likuiditas.
4.
Sebagai
“pengawas kredit” artinya mengatur jumlah dan tersedianya kredit dalam
perekonomian.
5.
Sebagai
“bankers bank" artinya Bank Sentral bertindak sebagai bank komersial bagi
bank-bank umum. Ini berarti bahwa hubungan antara bank sentral dengan bank-bank
umum sebagaimana masyarakat terhadap bank-bank umum.
6.
Sebagai
“penjaga nilai tukar” dalam artian Bank Sentral bertindak untuk manjaga agar
nilai tukar tidak berfluktuasi secara tajam.
Bank-bank
komersial di negara berkembang bertindak sebagai bank-bank komersial di negara
maju. Dalam hal-hal ini bank-bank menerima deposito dan meminjamkan kredit bagi
peminjam dengan jaminan tertentu. Dan menawarkan suku bunga bagi deposito
berjangka khususnya, di samping itu mengenakan suku bunga bagi peminjam kredit.
Perbedaan antara suku bunga kredit dengan suku bungan deposito (SPREAD)
merupakan penghasilan bagi bank-bank umum.
Permintaan
kredit oleh anggota masyarakat sangat tergantung pada tingkat kegiatan ekonomi,
biaya kredit (termasuk suku bunga kredit) dan hasil yang di harapkan dari
penggunaan kredit tersebut. Demikian juga penawaran kredit tergantung pada
tingkat pendapatan, kepercayaan bank serta suku bunga yang harus dibayarkan.
Hal yang perlu dicatat adalah kemampuan bank dalam “mencetak uang” mempunyai
peranan dalam memenuhi permintaan kredit bank. Akan tetapi kemampuan
menciptakan kredit dibatasi oleh tingkat keuntungan yang diharapkan oleh bank
ats pemegangan kekayaannya.
Faktor lain
yang membatasi kemampuan bank dalam menciptakan kredit adalah ketidaksediaan
masyarakat untuk memegang tambahan depositonya. Penelitian di negara sedang
berkembang menunjukan bahwa permintaan uang masyarakat lebih banyak di pegang
dalam bentuk uang kartal dari pada giro atau deposito berjangka. Dan faktor
yang lainnya adalah ketentuan cadangan minimum yang harus dipegang oleh
bank-bank umum. Biasanya bank sentral mempunyai hak (kekuasaan) untuk mengatur
ketentuan cadangan ini sehingga kalau bank sentral menginginkan kebijaksanaan
kontraksi (tight money policy) maka ketentuan cadangan dinaikkan dan sebaliknya
ketentuan cadangan diturunkan kalau menginginkan ekspansi (easy money policy).
Perbedaan fungsi
Bank Sentral dan Bank Umum Sebagaimana dikemukakan FURNESS (1973), membawa
dampak pada mekanisme JUB dan faktor-faktor yang mempengaruhi. Misalnya,
masalah penciptaan uang giral oleh Bank Umum di negara sedang berkembang tidak
sebagaimana di negara yang sudah maju masalah ketentuan suku bunga di negara
sedang berkembang yang relatif stabil ; masalah kredit yang banyak dipengaruhi
oleh berhasil tidaknya panenan di negara sedang berkembang dan masalah “banking
habit” di negara sedang berkembang yang kurang stabil dan masih rendah sehingga
banyak sekali pengaruhnya terhadap penciptaan uang giral pada khususnya dan JUB
pada umumnya. Dan juga banyak pengaruhnya terhadap perubahan JUB adalah hutang
pemerintah terhadap Bank yang oleh FURNESS dikatakan sebagai “crusial factors”
yang mempengruhi JUB di negara sedang berkembangan.
Faktor lain
yang juga berpengaruh terhadap JUB di Negara sedang berkembang adalah adanya
pasar uang yang tidak terorganisasi (unorganised money market) yang mempunyai
ciri-ciri sebagai berikut :
a.
Rahasia
dalam pembicaraan (hutang pihutang)
b.
Peminjaman
uang yang tidak langsung (misal seperti perdagangan)
c.
Operasi fleksibel
d.
Hubungan
antara konsumen dengan penyediaan dana sangat akrap.
e.
Pencatatan
hutang pihutang sangat sederhana.
Dampaknya
terhadap JUB di Negara sedang berkembang melalui beberapa jalur antara lain :
a.
Berkurangnya
transaksi, baik jumlah maupun ukuran, keuangan karena sering barter
b.
Menghambat pertumbuhan Bank Desa
c.
Banyak masyarakat melakukan “hoarding”.
d.
Kebijaksaan moneter dampaknya berkurang.
2.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah
uang beredar
Seperti telah disinggung
sebelumnya bahwa dasar terciptanya uang beredar adalah karena adanya uang inti
atau uang primer. Dengan demikian, besarnya uang beredar ini sangat dipengaruhi
oleh besarnya uang inti yang tersedia. Sedangkan besarnya uang inti ini
dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu: (Boediono, 1993, hal: 97)
1. Keadaan
neraca pembayaran (surplus atau defisit)
Apabila neraca pembayaran mengalami surplus, berarti ada devisa yang
masuk ke dalam negara, hal ini berarti ada penambahan jumlah uang beredar.
Demikian pula sebaliknya, jika neraca pembayaran mengalami defisit, berarti ada
pengurangan terhadap devisa negara. Hal ini berari ada pengurangan terhadap
jumlah uang beredar.
2. Keadaan
APBN (surplus atau defisit)
Apabila pemerintah mengalami defisit dalam APBN, maka pemerintah dapat
mencetak uang baru. Hal ini berarti ada penambahan dalam jumlah uang beredar.
Demikian sebaliknya, jika APBN negara mengalami surplus, maka sebagian uang
beredar masuk ke dalam kas negara. Sehingga jumlah uang beredar semakin kecil.
3. Perubahan
kredit langsung Bank Indonesia
Sebagai
penguasa moneter, Bank Indonesia tidak saja dapat memberikan kredit kepada
bank-bank umum, tetapi BI juga dapat memberikan kredit langsung kepada
lembaga-lembaga pemerintah yang lain seperti Pertamina, dan badan usaha milik
negara (BUMN) lainnya. Perubahan besarnya kredit langsung ini akan berpengaruh
terhadap besar kecilnya jumlah uang beredar.
4. Perubahan
kredit likuiditas Bank Indonesia
Sebagai banker’s bank, BI
dapat memberikan kredit likuiditas kepada bank-bank umum. Sebagai contoh,
ketika terjadi krisis ekonomi sejak tahun 1997 lalu, BI memberikan kredit
likuiditas dalam rangka mengatasi krisis likuiditas bank-bank umum, yang
jumlahnya mencapai ratusan trilyun rupiah. Hal ini berdampak pada melonjaknya
jumlah uang beredar.
Di samping itu, adanya
pinjaman luar negeri, kebijakan tarif pajak, juga dapat mempengaruhi besar
kecilnya jumlah uang beredar.
2.5 Berbagai Kebijakan Pemerintah dalam
Mempengaruhi Jumlah Uang
Beredar.
Secara garis besar terdapat
dua jenis kebijakan yang dilakukan pemerintah (Bank Indonesia dan Departemen
Keuangan) dalam mengendalikan jumlah uang beredar, yaitu:
1.
Kebijakan Moneter
Kebijakan
moneter merupakan kebijakan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia, yang
dibedakan menjadi dua, yaitu:
A. Kebijakan moneter kuantitatif, yang meliputi:
a. Poltik Pasar Terbuka
BI mengendalikan jumlah uang beredar dengan cara jual
beli surat-surat berharga. BI mempunyai instrumen yaitu Sertifikat Bank
Indonesia (SBI). Apabila jumlah uang beredar dalam masyarakat terlalu besar, maka
BI dapat menjual SBI kepada masyarakat (bank-bank umum). Apabila bank umum
membeli SBI artinya ada uang yang tersedot ke pemerintah (BI), yang berarti
jumlah uang beredar berkurang.
Apabila pemerintah menghendaki menurunnya jumlah uang
yang beredar, pemerintah harus menjual surat obligasi dipasar bebas. Tindakan
ini disebut “open market selling”. Sebaliknya apabila pemerintah menghendaki
bertambahnya jumlah uang yang beredar, maka pemerintah dalam hal ini bank
sentral perlu melakukan “open market buying”, yakni membeli kembali obligasi
dari masyarakat.
b. Politk Diskonto dan bunga pinjaman
BI dapat membeli surat-surat berharga bank-bank umum yang
tingkat likuiditasnya tinggi, dengan tingkat diskonto yang telah ditetapkan
oleh BI. BI juga bisa memberikan pinjaman kepada bank-bank umum, yang artinya
terjadi penambahan jumlah uang beredar. BI dapat juga menaikkan bunga pinjaman
kepada bank-bank umum, maka bank umum akan mengurangi jumlah pinjamannya dari
bank Indonesia.
Apabila bank sentral menaikan tingkat diskontonya (yaitu
tingkat bunga yang dikenakanpada bank umum atas pinjaman dana yang diberikan),
maka jumlah uang yang beredar cenderung berkurang. Sebaliknya , bila pemerintah
menghendaki jumlah uang beredar bertambah, suku diskonto bank sentral perlu diturunkan.
c. Politik merubah cadangan minimal bank-bank umum pada BI
Setiap bank umum wajib
mempunyai cadangan di BI dan jumlahnya ditetapkan oleh BI. Istilahnya adalah
reserve requirement. Apabila Bank Indonesia menaikkan tingkat cadangan minimal
bank-bank umum, katakanlah dari 10% menjadi 15%, maka hal ini akan mengurangi
jumlah uang beredar, karena semakin besarnya modal bank-bank umum yang harus
disimpan di BI.
Bank sentral umumnya menetukan angka banding minimum
antara ung tunai dengan kewajiban giral bank. Angka banding mana disebut
“minimum cash ratio”.
Bila pemerintah menurunkan minimum cash ratio, maka
dengan uang tunai yang samabank dapat menciptakan uang denganjumlah yang lebih
banyak dari sebelumnya. Sebaliknya bila dikehendaki berkurangnya jumlah uang
yang beredar, pemerintah dapat menaikan cash ratio bank.
B. Kebijakan moneter kualitatif, yang meliputi:
a.
Pengawasan
pinjaman secara selektif
Bank sentral mengawasi pinjaman dan investasi yang dilakukan oleh
bank-bank umum, agar bank-bank umum selektif dalam memberikan kredit kepada
debitur.
Jumlah
uang yang beredar dalam masyarakat,disamping dipengaruhi oleh kebijakan
kebijakan bank sentral,juga dapat dipengaruhi oleh neraca pembayaran luar
negeri (balance of payment) negara tersebut. Neraca pembayaran yang surplus
(berarti Negara tersebut lebih banyak mengekspor) cenderung mengakibatkan
meningkatnya penawaran akan uang, sedangkan neraca pembayaran defisit cenderung
menurunkan jumlah uang yang beredar.
B = C + R
Dimana : B
= Uang inti
C = Uang kartal
yang dipegang oleh masy. umum diluar bank-bank
R
= Reserve bank
Atas dasar reserve bank (R) yang disimpan maka bank-bank
menciptakan uang giral yang berupa saldo-saldo rekening Koran yang dimilikioleh
masyarakat umum yang disimpan pada bank-bank (D). Jumlah uang yang beredar
mencakup uang kartal yang dipegang masyarkat umum diluar bank (C) dan uang
giral yang diciptakan oleh bank-bank umum (D) :
M = C + D
Dimana : M
= Jumlah uang yang beredar
C = Uang kartal
yang dipegang oleh masy. umum diluar bank-bank
D = Uang giral
yang diciptakan oleh bank-bank umum
b.
Pembujukan
moral
Bank sentral mengadakan pertemuan langsung dengan pimpinan bank-bank umum
untuk meminta langkah-langkah tertentu dalam rangka membantu
kebijaksanaan-kebijaksanaan yang diambil oleh pemerintah. Melalui pembujukan
moral ini, bak\nk sentral dapat meminta bank-bank umum untuk menambah atau
mengurangi pinjaman di semua sektor atau hanya di sektor-sektor tertentu saja.
Ataupun membuat perubahan-perubahan tingkat bunga yang mereka tetapkan.
2. Kebijakan Fiskal (Pajak)
Kebijakan ini juga dapat
mempengaruhi jumlah uang beredar, yaitu melalui pajak. Apabila pemerintah, dalam hal ini Departemen Keuangan,
memperluas objek pajak, berarti akan lebih banyak uang yang tersedot ke
pemerintah. Dalam hal ini berarti jumlah uang beredar menjadi berkurang.
Demikian pula misalnya ketika pemerintah menaikkan pajak kendaraan bermotor
pada tahun 1999 sebesar kurang lebih 100%, hal ini berarti terjadi penyerapan
(absorbsi) uang yang beredar.
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Dari
penjelasan di atas maka penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut :
1.
Ada
dua pendekatan utama dalam menghitung jumlah uang beredar, yaitu : pendekatan
transaksional (transactional approach) dan pendekatan likuiditas (liquidity
approach).
2.
Uang
beredar dalam arti sempit adalah seluruh uang kartal dan uang giral yang ada di
tangan masyarakat. Sedangkan dalam arti luas, uang beredar merupakan
penjumlahan dari M1 (uang beredar dalam arti sempit) dengan uang kuasi.
3.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi jumlah uang beredar yaitu Keadaan neraca pembayaran (surplus
atau defisit), Keadaan APBN (surplus atau defisit), Perubahan kredit langsung
Bank Indonesia dan Perubahan kredit likuiditas Bank Indonesia.
DAFTAR
PUSTAKA
Iswardono.
1990. Uang dan Bank. Yogyakarta; BPFE-YOGYAKARTA.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar