Senin, 27 April 2015

Makalah “LANGKAH-LANGKAH DIAGNOSIS DAN PEMECAHAN KESULITAN BELAJAR” 2




TUGAS KELOMPOK
“LANGKAH-LANGKAH DIAGNOSIS DAN PEMECAHAN KESULITAN BELAJAR”

Diajukan untuk memenuhi tugas kelompok  mata kuliah Diagnosa/Remidial Pembelajaran
yang diampu oleh Triyani Ratnawuri, M.Pd

Disusun oleh:
NAMA
NPM
Dedi Riswanto
11210039
Septia Wati
11210028
Siti Nur Khasanah
11210030
Uswatun Hasanah
11210031

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH METRO
NOVEMBER 2013


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Langkah-Langkah Diagnosis dan Pemecahan Kesulitan Belajar”  ini dengan tepat waktu.
Makalah ini disusun bertujuan untuk menambah wawasan dan pengetahuan dalam hal memahami langkah-langkah diagnosis dan pemecahan kesulitan belajar. Dalam kesempatan ini kami tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada:
1.      Dosen pengampu mata kuliah Diagnosa/Remidial Pembelajaran Triyani Ratnawuri, M.Pd
2.      Ayah dan ibunda kami tercinta yang telah memberi semangat dan dorongan baik secara materi  maupun non-materi.
3.      Teman-teman yang telah membantu dan memberi dukungan serta masukan hingga terselesaikannya makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pembaca, sehingga kedepannya dapat lebih sempurna, semoga makalah ini dapat berguna bagi semua pihak untuk kemajuan dalam bidang pendidikan dan menambah pengetahuan serta dapat meningkatkan iman dan taqwa kita kepada Allah SWT. Amin.
                                   
                                                                        Metro,             November 2013

                                                                                    Penulis


DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI        
BAB I PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang Masalah
B.      Rumusan  Masalah
C.      Tujuan Penulisan Makalah
BAB II  PEMBAHASAN
A.    Mengidentifikasi Murid-Murid yang Mengalami Kesulitan Belajar
B.     Melokalisasi Jenis dan Sifat Kesulitan Belajar Siswa
C.     Memperkirakan Sebab-Sebab Kesulitan Belajar Siswa
D.    Proses Pemecahan Kesulitan Belajar Siswa
            BAB III PENUTUP 
A.    Kesimpulan
            DAFTAR PUSTAKA







BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Dunia pendidikan mengartikan diagnosis kesulitan belajar sebagai segala usaha yang dilakukan untuk memahami dan menetapkan jenis dan sifat kesulitan belajar. Juga mempelajari faktor-faktor yang menyebabkan kesulitan belajar serta cara menetapkan dan kemungkinan mengatasinya, baik secara kuratif (penyembuhan) maupun secara preventif (pencegahan) berdasarkan data dan informasi yang seobyektif mungkin.
Dengan demikian, semua kegiatan yang dilakukan oleh guru untuk menemukan kesulitan belajar termasuk kegiatan diagnosa. Perlunya diadakan diagnosis belajar karena berbagai hal. Pertama, setiap siswa hendaknya mendapat kesempatan dan pelayanan untuk berkembang secara maksimal. Kedua, adanya perbedaan kemampuan, kecerdasan, bakat, minat, dan latar belakang lingkungan masing-masing siswa. Ketiga, sistem pengajaran di sekolah seharusnya memberi kesempatan pada siswa untuk maju sesuai dengan kemampuannya. Dan keempat, untuk menghadapi permasalahan yang dihadapi oleh siswa, hendaknya guru beserta BP lebih intensif dalam menangani siswa dengan menambah pengetahuan, sikap yang terbuka dan mengasah keterampilan dalam mengidentifikasi kesulitan belajar siswa.
Berkait dengan kegiatan diagnosis, secara garis besar dapat diklasifikasikan ragam diagnosis ada dua macam, yaitu diagnosis untuk mengerti masalah dan diagnosis yang mengklasifikasi masalah. Diagnosis untuk mengerti masalah merupakan usaha untuk dapat lebih banyak mengerti masalah secara menyeluruh. Sedangkan diagnosis yang mengklasifikasi masalah merupakan pengelompokan masalah sesuai ragam dan sifatnya. Ada masalah yang digolongkan kedalam masalah yang bersifat vokasional, pendidikan, keuangan, kesehatan, keluarga, dan kepribadian. Kesulitan belajar merupakan problem yang nyaris dialami oleh semua siswa. Kesulitan belajar dapat diartikan suatu kondisi dalam suatu proses belajar yang ditandai adanya hambatan-hambatan tertentu untuk menggapai hasil belajar.
Pada dasarnya setiap kesulitan belajar selalu berlatar belakang pada komponen-komponen yang berpengaruh pada proses belajar mengajar itu sendiri. Burton (Sapuro, 1997: 8) mengelompokkan faktor-faktor penyebab kesulitan belajar ke dalam dua kategori, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang terdapat pada diri siswa itu sendiri, yang meliputi kelemahan jasmaniah, kelemahan mental, kelemahan yang disebabkan karena kebiasaan dan sifat yang salah, serta kurangnya keterampilan dan pengetahuan dasar siswa. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang terdapat di luar diri siswa, antara lain situasi belajar, sikap dan cara mengajar guru, situasi keluarga dan lingkungan sekolah.

B.     Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalahnya adalah:
A.    Bagaimana mengidentifikasi murid-murid yang mengalami kesulitan belajar?
B.     Bagaimana melokalisasi jenis dan sifat kesulitan belajar siswa?
C.     Apa yang menjadi sebab-sebab kesulitan belajar siswa?
D.    Bagaimana proses pemecahan kesulitan belajar siswa?

C.    Tujuan Penulisan Makalah
Adapun tujuan penulisan makalah adalah:
1)      Untuk mengidentifikasi murid yang mengalami kesulitan dalam proses belajar.
2)      Untuk melokalisasikan jenis dan sifat kesulitan belajar siswa.
3)      Untuk mengetahui sebab-sebab kesulitan belajar siswa.
4)      Untuk mengetahui proses pemecahan kesulitan belajar siswa.







BAB II
PEMBAHASAN

A.    IDENTIFIKASI MURID YANG MENGALAMI KESULITAN BELAJAR
Tujuan identifikasi dalam kasus ini adalah menemukan murid yang diperkirakan mengalami kesulitan belajar. Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam mengidentifikasi murid yang mengalami kesulitan belajar, yaitu:
1.      Menandai murid dalam satu kelas atau dalam suatu kelompok yang diperkirakan mengalami kesulitan belajar baik yang sifatnya umum maupun khusus dalam mata pelajaran (bidang studi). Misalnya: pelajaran IPS, IPA, Bahasa, dan sebagainya. Cara yang dilakukan adalah membandingkan posisi atau kedudukan murid dalam  kelompoknya atau dengan kriteria tingkat penguasaan yang telah diterapkan sebelumnya (Penilaian Acuan Patokan) untuk suatu mata pelajaran atau bahan tertentu.
2.      Teknik yang dapat ditempuh bermacam-macam antara lain:
a.       Meneliti nilai ulangan yang tercantum dalam “record academic”. Kemudian dibandingkan dengan nilai rata-rata kelas atau dengan kriteria tingkat penguasaan minimal kompetensi yang dituntut.
b.      Menganalisis hasil ulangan dengan melihat sifat kesalahan yang dibuat.
c.       Melakukan observasi pada saat murid dalam proses belajar mengajar :
1.      Mengamati tingkah laku dan kebiasaan murid dalam mengikuti satu pelajaran tertentu.
2.      Mengamati tingkah laku murid dalam mengerjakan tugas-tugas tertentu yang diberikan di dalam kelas.
3.      Berusaha mengetahui kebiasaan dan cara belajar murid di rumah melalui check list atau melalui kunjungan rumah.
d.      Mendapatkan kesan atau pendapat dari guru lain terutama wali kelas, guru pembimbing dan lain- lain ( Entang, 1991).
Menurut Abin Syamsudin, dalam mengidentifikasi murid yang mengalami kesulitan belajar dapat dilakukan dengan menghimpun, menganalisis, dan menafsirkan data hasil belajar dapat dipergunakan alternatif  acuan penilaian yaitu:
1.      Penilaian Acuan Patokan (Criterion Referenced Evaluation)
Menafsirkan data hasil belajar dengan Penilaian Acuan Patokan, dapat menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:
a.       Menetapkan angka nilai kualifikasi minimal yang dapat diterima (misalnya 6,7 dan seterusnya) sebagai batas lulus (passing grade), atau jumlah kesalahan minimal yang masih dapat dimaafkan dalam suatu penilaian.
b.      Kemudian membandingkan angka nilai (prestasi) dari setiap murid dengan nilai batas lulus tersebut dan mencatat murid yang posisi angka nilai atau prestasinya berada di bawah angka nilai batas lulus tersebut. Secara teoritis murid yang angka nilai atau prestasinya berada di bawah batas lulus sudah dapat diduga sebagai murid yang mengalami kesulitan belajar.
c.       Meghimpun semua murid yang mempunyai angka nilai atau prestasi di bawah angka minimal nilai batas lulus tersebut. Kesemuanya mungkin akan merupakan sebagian (mayoritas), seimbangan, sebagian kecil (minoritas) dibandingkan dengan keseluruhan populasi kelompoknya.
d.      Kalau akan memberikan prioritas layanan kepada mereka yang diduga mengalami kesulitan paling berat atau yang paling  banyak membuat kesalahan, sebaiknya membuat ranking dengan menyisihkan angka nilai setiap murid yang mengalami kasus dengan angka nilai batas lulus (passing grade) sehingga akan diperoleh angka selisih (deviasi) nya dan menyusun daftar kasus tersebut mulai dengan murid yang angka selisihnya paling besar.
Dengan cara demikian, akan ditemukan individu-individu murid sebagai kasus, kalau ternyata hanya sebagian kecil dari populasi kelas, serta dapat pula ditemukan murid yang perlu mendapatkan prioritas. Di samping itu akan ditemukan pula kelompok murid tertentu sebagai kasus, kalau ternyata mayoritas dari populasi kelas tersebut nilai prestasinya di bawah angka nilai batas lulus.
2.      Penilaian Acuan Norma (Norm Referenced Evaluation)
Penilaian Acuan Norma tepat dipergunakan, apabila angka nilai batas prestasi rata-rata yang dijadikan ukuran pembanding bagi setiap angka nilai murid bersifat individual. Adapun teknik pelaksanaannya adalah sebagai berikut:
a.       Mencari atau menghitung angka nilai rata-rata kelas atau kelompok dengan mengoperasikan formula yang telah dipelajari (jumlah nilai atau nilai berbobot keseluruhan dibagi dengan jumlah anggota/populasi kelas).
b.      Kemudian menandai murid yang angka nilai prestasinya berada di bawah rata-rata prestasi kelasnya.
c.       Apabila akan diberikan prioritas layanan bimbingan, harus dibuat ranking (menghitung angka selisih atau deviasi nilai prestasi individual dengan angka nilai rata-rata prestasi kelasnya).
Dengan cara demikian akan didapatkan sejumlah murid kasus yang diduga mengalami kesulitan belajar, karena mempunyai prestasi jauh dibawah rata-rata prestasi kelasnya. Penilaian Acuan Norma hanya dapat menunjukkan kasus-kasus murid yang diduga mengalami kesulitan belajar dibandingkan dengan prestasi kelompoknya. Sedangkan tingkat pencapaian penguasaan (materi) dari suatu mata pelajaran sukar diketahui, karena mungkin saja pada situasi tertentu nilai prestasi seluruh murid dan kelompok yang bersangkutan ada di bawah angka lulus. Seperti yang telah dijelaskan di atas, kasus kesulitan belajar dapat dideteksi dari catatan observasi atau laporan proses kegiatan belajar. Di antara catatan proses belajar itu adalah:
a.      Catatan cepat lambat (berapa lama) menyelesaikan pekerjaan (tugas)
Dalam lembaga pendidikan tertentu, untuk bidang studi tertentu dan oleh guru tertentu telah mulai diadakan pencatatan beberapa waktu yang secara efektif digunakan oleh muridnya dalam memecahkan soal atau mengerjakan tugas tertentu. Dalam konteks kelas, biasanya waktu dialokasikan untuk tiap bidang studi dan tiap jam pelajaran tertentu (40-45 menit).
 Dalam konteks tugas individual ditetapkan berdasarkan perhitungan hari atau minggu tertentu, dengan menetapkan ancer-ancer batas waktu akhir. Catatan ini sangat berharga sehingga dapat menggambarkan  siapa murid yang selalu lebih cepat atau selalu terlambat (tidak sesuai dengan batas waktu yang telah ditetapkan), di samping murid yang selalu tepat pada waktunya.
Dengan membandingkan deviasi (berapa lama terlambat) dan frekuensi murid secara kelompok atau dengan jalan membuat ranking, mulai dari mereka yang paling lambat atau yang paling sering terlambat dalam penyelesaian sola-soal atau tugas-tugas akan mempermudah bagi guru untuk menemukan kasus-kasus murid yang diduga mengalami kesulitan belajar melalui keterlambatan tersebut.  
b.      Catatan kehadiran (presensi) dan ketidakhadiran  (absensi)
Pada umumnya setiap guru sangat memperhatikan pencatatan kehadiran atau ketidakhadiran dari muridnya. Frekuensi ketidakhadiran inipun merupakan indikator berharga untuk menandai murid yang diduga mengalami kesulitan belajar, dengan membuat ranking mulai dari yang paling banyak angka ketidakhadirannya, maka guru lebih mudah menentukan siapa-siapa murid yang dapat dijadikan aksus. Kemungkinan relevansi frekuensi ketidakhadiran ini akan nampak dengan kualifikasi prestasinya (kalau hal ini diperhitungkan dalam pemberian angka nilai).
c.       Catatan partisipasi dan kontribusi dalam pemecahan masalah
Dalam bidang studi tertentu yang mengutamakan penguasaan keterampilan berkomunikasi dan berintegrasi sosial dalam pengembangan pikiran, menyanggah, menjawab dengan argument tertentu, maka catatan partisipasi ini sangat berharga. Guru akan memperoleh gambaran seberapa banyak aktifitas, kontribusi serta partisipasi murid dalam kelompoknya (kelas) dengan menghitung frekuensi pembicaraan dan segala kualifikasinya. Dengan memperhatikan angka-angka frekuensi tersebut, guru dapat menandai siapa murid yang aktif dan pasif. Prosedurnya dapat dilakukan sama seperti point 2 (dua) di atas.
d.      Catatan kemampuan kerjasama dan penyesuaian sosialnya
Dalam bidang studi tertentu, juga kepada murid kadang-kadang dituntut suatu kerja sama dengan kelompoknya. Salah satu kondisi yang perlu  ada untuk bekerjasama dalam konteks kelompok ini ialah saling menerima, saling percaya dan saling menghargai diantara sesama anggotanya dan juga dengan pimpinannya. Oleh karena itu catatan atau gambaran tentang kondisi ini (sosiogram) amat penting, di mana murid yang satu memilih, dipilih dan tidak dipilih oleh murid yang lain. Dari daftar frekuensi pilihan atau sosiogram, guru dapat mengetahui siapa saja yang paling disenangi dan siapa pula yang paling terisolir.
            Sebagai ilustrasi, dapat dilihat dalam daftar tabel di bawah ini, yaitu kelompok yang terdiri dari 10 orang di mana tiap orang memilih dua teman yang paling disenangi.

















































































































































Secara visual interrelasi di antara murid dalam kelompok hipotetik ini dapat digambarkan lebih lanjut dengan memperhatikan arah anak panah pilihan itu sebagai berikut:








1                                                                                                                                               1                                                           
2                                                                                                                                               2                                                             
3                                                                                                                                               3                                                             
4                                                                                                                                               4                                                              
5                                                                                                                                               5                                                             
6                                                                                                                                               6                                                             
7                                                                                                                                               7                                                             
8                                                                                                                                               8                                                            
9                                                                                                                                               9                                                         
10                                                                                                                                          10                                                      
Dari tabel dan  gambar di atas, nampak bahwa terdapat satu orang murid yang terisolir, dalam pengertian tidak mempunyai teman dekat, dengan kata lain murid nomor 6 tidak begitu disenangi oleh teman-temannya. Sudah barang tentu satu murid inilah yang sebaiknya dijadikan kasus bimbingan penyesuaian sosial.
Adakalanya murid yang menjadi kasus kesulitan belajar berdasarkan analisis prestasi belajar, juga menjadi kasus di dalam hasil analisis terhadap catatan proses belajarnya. kalau hal itu terjadi, secara logis dapat dipahami kalau seorang murid terdapat kesulitan di dalam melaksanakan proses belajar, maka hasil belajar tentu kurang memadai, meskipun hal  serupa tidak selalu benar. Mungkin saja seorang murid dilihat dari segi angka nilai prestasinya tinggi, tetapi ia merupakan murid yang terisolisir dikelasnya. Untuk menetapkan prioritas, sebaiknya kedua hasil analisis (hasil dan proses belajar) itu dipadukan.
B.     MELOKALISASI JENIS DAN SIFAT KESULITAN BELAJAR
            Sesudah ditemukan individu atau murid yang dapat diduga mengalami kesulitan belajar, maka langkah selanjutnya adalah melokalisasi jenis dan kesulitan belajar. Dalam langkah ini ada tiga persoalan pokok yang harus dikaji yaitu:
1.      Mendeteksi Kesulitan Belajar  pada Bidang Studi Tertentu
Sebenarnya tidak terlalu sukar untuk mengkaji persoalan, apakah kesulitan itu terjadi pada beberapa pelajaran atau hanya salah satu mata pelajaran tertentu saja. Dengan membandingkan angka nilai prestasi individu yang bersangkutan dari mata pelajaran yang lain yang diikutinya atau angka nilai rata-rata prestasi (mean) dari setiap mata pelajaran kalau kebetulan kasus ini adalah kelas, maka dengan mudah akan ditemukan pada mata pelajaran manakah individu atau kelas mengalami kesulitan. Sebagai ilustrasi dapat digambarkan contoh grafik prestasi sebagai berikut:
Berdasarkan gambar grafik di atas, maka dapat ditemukan bahwa kasus itu mengalami kesulitan belajar dalam mata pelajaran C (Matematika), E (Bahasa Inggris), F ( Bahasa Arab) karena ternyata angka nilai rata-rata (mean) ketiga mata pelajaran itu paling rendah dibandingkan dengan mata pelajaran lainnya.
2.      Mendeteksi pada Kawasan Tujuan Belajar dan Bagian Ruang Lingkup Bahan Pelajaran Manakah Kesulitan Terjadi
Dalam mendeteksi langkah ini dapat menggunakan tes diagnostik karena hakekat tes ini adalah Tes Prestasi Belajar (TPB atau THB). Dengan demikian dalam keadaan belum tersedia tes diagnostik yang khusus dipersiapkan untuk keperluan ini, maka analisis masih tetap dapat dilangsungkan dengan menggunakan naskah jawaban (answer sheet) ujian tengah semester atau akhir semester.
3.      Analisis terhadap Catatan Mengenai Proses Belajar
Hasil analisis empiris terhadap catatan keterlambatan penyelesaian tugas, ketidakhadiran (absensi) kurang aktif dan partisipasi, kurang penyesuaian sosial sudah cukup jelas menunjukkan posisi dari kasus-kasus yang bersangkutan. Setelah tiga persoalan pokok tersebut mendapat jawaban dengan pasti maka dapat dilanjutkan langkah berikutnya, tetapi apabila belum maka dapat dilakukan cara berikut ini:
a.       Tes Formatif: berfungsi untuk memperbaiki proses belajar yang lebih baik dan bertujuan untuk mengetahui sejauh mana penguasaan murid tentang bahan yang diajarkan dalam suatu program Satpel ( Satuan Pelajaran) atau rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Apakah sesuai dengan tujuan instruksional yang telah ditetapkan atau tidak. Sedang aspek yang dinilai dapat berupa pengetahuan, keterampilan, sikap dan penguasaan bahan.
b.      Tes Diagnostik: baik yang standar maupun yang disusun oleh guru. Misalnya: bidang studi IPS, IPA, Bahasa, Pendidikan Agama dan sebagainya.
c.       Memeriksa buku catatan harian.
d.      Memeriksa buku catatan yang ada pada petugas bimbingan di sekolah dan guru lain yang sesuai dengan murid yang diduga.
Pada tahap ini dapat dilakukan pula analisis dokumenter, wawancara, observasi, tes, sosiometri dan pertemuan kasus (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1989).
Sedangkan prosedurnya dapat menggunakan beberapa langkah seperti:
a.       Menganalisis hasil pekerjaan murid dalam bidang studi tertentu.
b.      Wawancara dengan guru yang bersangkutan.
c.       Wawancara dengan murid yang diduga mengalami kesulitan.
d.      Memberikan tes diagnostik.

C.    MEMPERKIRAKAN SEBAB-SEBAB KESULITAN BELAJAR
Berikut ini guru atau konselor dihadapkan kepada masalah bagaimana menduga penyebab pola kekuatan dan kelemahan pada murid. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa tidak dapat diambil keputusan secara bijaksana untuk membantu murid mengatasi kesulitannya, apabila tidak mempunyai gambaran yang jelas tentang apa yang menjadi kesulitan.
Misalnya: jika kesulitan membaca yang dialami (seorang murid sebenarnya disebabkan oleh penglihatan jauh/farsighted), maka guru atau konselor tidak akan dapat memberikan bantuan kepadanya, meskipun dengan mencoba memperbaiki kesulitan membaca dengan jalan memberikan jam tambahan sesudah waktu sekolah untuk latihan membaca. Hal ini menunjukkan kegagalan dalam mengenali sebab yang sebenarnya menimbulkan kesulitan.
Adapun yang menyebabkan seorang guru atau konselor tidak tepat dalam menentukan diagnosis adalah sedikit sekali gambaran yang dimiliki tentang sebab-sebab yang memungkinkan pola kesulitan belajar tertentu dan kurang memiliki cara yang efektif dalam menentukan penyebab sebenarnya di antara beberapa kemungkinan sebab atau sekurang-kurangnya, sebab yang paling kuat atau paling berpengaruh. Dengan kata lain sacara positif, pendiagnosis (diagnosicion) yang bijaksana dan efisien adalah seorang yang mengetahui berbagai kemungkinan yang beralasan  tentang faktor-faktor yang mungkin merupakan sebab kesulitan belajar seorang murid dan mengetahui cara di antara kemungkinan-kemungkinan tersebut.
Sebab-sebab yang mungkin mengakibatkan timbulnya kesulitan belajar murid, dapat di golongkan sebagai berikut, yaitu:
1.      Banyak sebab-sebab yang menimbulkan pola gejala yang sama. Seringkali gejala-gejala kesulitan belajar yang nampak pada seorang murid disebabkan oleh faktor-faktor berbeda dengan murid lain yang memperlihatkan gejala yang sama. Misalnya: dua orang murid selalu merepotkan guru dan teman-teman didalam kelas yaitu dengan berjalan-jalan di dalam kelas, seringkali berbicara, mencubit dan mendorong temannya, kedua anak tersebut secara dikenali sebagai hyperactive. Tetapi apabila kasus kedua tersebut di periksa secara teliti, ternyata penyebab tingkah laku murid yang satu dengan yang lain berbeda. Anak yang pertama bila diperiksa secara seksama ternyata menderita alergi fisik, sedang anak yang kedua karena lingkungan keluarga yang kurang harmonis, sehingga kurang perhatian dan sebagainya.
2.      Banyak pola-pola gejala yang ditimbulkan oleh sebab yang sama. Sebab yang nampaknya sama, dapat mengakibatkan gejala yang berbeda-beda bagi murid yang berlainan. Adanya kesesuaian antara sebab dengan kondisi tempat tinggal murid.
3.      Misalnya dari suatu penelitian di bidang sosiologi dan kriminologi dengan mencari korelasi antara kondisi keluarga dan kenakalan anak remaja. Ternyata para sosiologi melaporkan bahwa sejumlah besar kenakalan remaja itu berasal dari keluarga broken home dan keluarga miskin. Dengan mempelajari riwayat yang menjadi latar belakang anak-anak muda yang tertangkap polisi karena keterlibatan kejahatan.
4.      Penelitian lain terhadap anak yang mematuhi peraturan mencapai kemajuan di sekolah, ternyata para peneliti tersebut menemukan banyak anak-anak yang berhasil itu berasal dari keluarga broken home dan keluarga miskin. Dengan demikian jelas bahwa sebab yang sama yaitu keluarga miskin atau broken home tidak selalu menimbulkan akibat-akibat atau gejala-gejala yang sama. Demikian pula dengan aspek lain dalam dunia pendidikan.
5.      Sebab-sebab yang berkaitan satu dengan lain. Merupakan hal yang lazim bagi seorang anak yang mengalami kesulitan yang menimbulkan oleh suatu sebab pada permulaan sekolah. Kesulitan-kesulitan itu menimbulkan reaksi dari orang-orang disekelilingnya atau menyebabkan ia bereaksi terhadap dirinya sendiri dengan cara yang selanjutnya menyebabkan timbulnya kesulitan-kesulitan yang baru.

Masalah tersebut menimbulkan banyak lagi kesulitan-kesulitan yang lazim bagi seorang murid yang mengalami kesulitan-kesulitan yang mengakibatkan suatu persoalan belajar tertentu. Sebab-sebab yang semakin kompleks mengakibatkan kesulitan-kesulitan saling berhubungan satu dengan yang lain.
Sebagai ilustrasi dari prinsip-prinsip ini, dikemukakan kasus seorang murid laki-laki yang ketika duduk di kelas empat menderita sakit typhus. Ia harus beristirahat di rumah selama sepuluh hari dan dirawat oleh ibunya. Selama anak tersebut sakit, ibu lebih banyak mencurahkan perhatian terhadapnya daripada kepada tiga adiknya. Sejak kecil baru pertama kali itulah anak tersebut mendapat perhatian yang begitu besar dari ibunya, sehingga merasa senang. Setelah sembuh, anak tersebut masih pura-pura sakit selama lima hari. Setelah tidak masuk selama lima belas hari, anak tersebut mengalami dua kesulitan di sekolah. Pertama, gagal mengerjakan sebagaian besar tugas yang diberikan. Kedua, masih tetap lemah fisiknya, sehingga tidak memiliki tenaga untuk belajar dengan giat seperti yang dilakukan sebelum sakit. Prestasi yang berkurang dan tenaga yang berkurang yang biasanya menyebabkan anak tersebut mudah tersinggung. Apabila tidak dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan guru dan teman-temannya menegur, maka ia membalas dengan berteriak sehingga teman-temannya lebih sering mengganggu. Tidak lama anak tersebut mengeluh lagi karena sakit kepala, sebelum berangkat kesekolah dan mengatakan kepada ibunya untuk beristirahat di rumah. Kemudian oleh si ibu diizinkan dan dicurahkan, perhatian lebih besar karena sakit yang baru itu. Setiap hari ia tidak masuk sehingga makin tertinggal jauh pelajaran di sekolah.
Pola yang demikian berlangsung terus. Sakit typhus ternyata menimbulkan pola sebab dan akibat yang menjadi kompleks karena sebab-sebab yang saling berkaitan merupakan tantangan bagi seorang diagnosticion, yaitu konselor atau guru.
Faktor penyebab kesulitan belajar  menurut Abdurrahman dikelompokkan menjadi dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Penyebab utama kesulitan belajar adalah faktor internal, yaitu kemungkinan adanya disfungsi neurologis, yaitu antara lain berupa srategi pembelajaran yang keliru, pengolahan kegiatan belajar yang tidak membangkitkan motivasi belajar anak, dan pemberian ulangan penguatan yang tidak cepat (Abdurrahman,1999).
Disfungsi neurologis sering tidak hanya menyebabkan kesulitan belajar tetapi dapat menyebabkan tunagrahita dan gangguan emosional. Berbagai faktor yang dapat menyebabkan kesulitan belajar antara lain adalah (1) faktor genetik, (2) luka pada otak karena trauma fisik atau karena kekurangan oksigen, (3) biokimia yang hilang (misalnya zat pewarna pada makanan), (4) pencemaran lingkungan (misalnya pencemaran timah hitam), (5) gizi yang tidak memadai, dan (6) pengaruh-pengaruh psikologis dan sosial yang merugikan perkembangan anak (deprivasi lingkungan). Dari berbagai penyebab tersebut dapat menimbulkan gangguan dari tarafnya ringan hingga yang tarafnya berat.
Koestoer dalam mengidentifikasi kemungkinan sebab kesulitan belajar dapat dikelompokkan menjadi empat kategori yaitu:
1.      Kondisi-kondisi fisiologis yang permanen.
2.      Kondisi-kondisi fisiologis yang temporer.
3.      Pengaruh-pengaruh lingkungan sosial yang permanen.
4.      Pengaruh-pengaruh lingkungan sosial yang temporer (H Koestoer Partowastro,2002).
Dalam uraian selanjutnya akan diketahui bahwa kemungkinan-kemungkinan tersebut tidak terlepas satu dengan yang lain, melainkan saling berhubungan satu sama lain.
Kemungkinan-kemungkinan sebab kesulitan belajar kerena kondisi-kondisi fisiologis yang permanen meliputi:
a.       Intelegensi yang terbatas
Setiap anak sejak dilahirkan telah memiliki kecerdasan yang berbeda-beda atau bervariasi, meskipun mereka telah memiliki usia kalender yang sama tetapi kemampuan mentalnya belum tentu sama. Indeks kecerdasan atau IQ dapat diketahui melalui tes intelegensi dan hasil tes intelegensi tersebut diperoleh dari hasil membagi usia kecerdasan dengan usia kalender dinyatakan dalam satuan bulanan.
Misalnya: Ahmad usia kalender15 tahun, 10 bulan (190 bulan), setelah diadakan tes intelegensi hasil usia kecerdasannya 154. Maka IQ Ahmad adalah:
           
Untuk kepentingan praktis IQ normal ditentukan antara 90-100. Adapun tingkat kecerdasan anak, dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
IQ
Usia Kecerdasan
140 – ke atas
130 – 139
120 – 129
101 – 119
90 – 100
80 – 89
70 – 79
50 – 56
49 – ke bawah 
Genius
Sangat Pandai
Pandai
Di atas normal
Normal
Di bawah normal
Bodoh
Feeble Minded = Moron Feevie
Minded – imbicile, Idiot

Anak moron, jarang sekali dapat mencapai usia mental seperti tingkat usia 12 sehingga mampu melayani kebutuhan sendiri. Melalui pendidikan di sekolah yang direncanakan secara seksama, mereka dapat mempelajari hal-hal yang sederhana dan menguasai keterampilan yang terbatas untuk lapangan pekerjaan yang sederhana.
Sedangkan anak yang tergolong imbicile, dapat mencapai usia dewasa tetapi jarang sekali mencapai usia kecerdasan lebih dari tingkatan usia 8 tahun. Tetapi anak imbicile dapat dilatih untuk melayani kebutuhannya sendiri, dan melalui bimbingan khusus dapat menguasai keterampilan yang sederhana.
Adapun anak idiot, mempunyai kemampuan mental paling rendah, hanya dapat mencapai kemampuan seperti anak usia 4 tahun. Biasanya golongan anak ini tidak mencapai umur panjang karena tidak dapat melindungi dirinya dari bahaya dan tidak mampu melayani kebutuhannya sendiri.
Dari uraian di atas, terlihat bahwa setiap golongan anak mempunyai kemampuan intelegensi yang berbeda-beda, padahal kemampuan intelegensi tersebut sangat berpengaruh terhadap belajar anak. Anak yang mempunyai intelegensi terbatas, kurang mampu menguasai konsep-konsep yang abstrak dengan kecepatan sama dengan teman-temannya yang mempunyai kemampuan intelegensi lebih tinggi.
Seorang anak yang mempunyai kemampuan intelegensi rendah disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu barangkali sewaktu terjadi pembuahan ibu yang sedang mengandung tiga bulan menderita sakit campak dan penyakit itu secara terus menerus merusak perkembangan sistem syaraf anak yang masih dalam kandungan. Kasus lain yaitu ada kerusakan pada waktu lahir pada tulang kepala yang rawan dan kerusakan-kerusakan itu mempengaruhi sel-sel otak. Kerusakan-kerusakan di dalam kepada sesudah lahir atau menderita penyakit mempengaruhi otak dapat juga menyebabkan hambatan kemampuan intelegensi anak yang sedang berkembang dan belum ada yang dilakukan untuk memperbaiki kerusakan itu supaya anak menjadi mormal kembali.
b.      Hambatan persepsi
Barangkali seseorang dapat melihat dan mendengar secara jelas, tetapi ketika perangsang penglihatan atau pendengaran sampai pada otaknya mengalami gangguan oleh mekanisme penafsiran/persepsi image, sehingga salah menafsirkan informasi yang diperoleh. Suatu gangguan yang ringan dapat menimbulkan kesulitan dalam belajar. Misalnya: seorang murid mengalami kesulitan belajar dalam membaca, ternyata jika diberikan keterangan atau penjelasan secara lisan, murid tersebut dapat menafsirkan dan dan mengingat dengan baik. Dengan perkataan lain ia tidak mengalami hambatan mental, tetapi hanya tidak bisa membaca. Sedangkan seorang murid yang lain, dapat membaca dengan lancar tetapi tidak dapat memahami dengan baik. Informasi yang didengar cukup terang, hanya saja ia tidak dapat menafsirkan artinya dengan baik.
            Diantara kedua murid tersebut tidak ada yang digolongkan mengalami hambatan mental. Mekanisme mata dan telinganya cukup baik. Dari hasil pemeriksaan terhadap kehidupan mereka di rumah dan cara bergaul juga tidak mengalami gangguan emosional.
            Demikianlah dengan mengabaikan hambatan mental, masalah penglihatan dan pendengaran serta ketegangan emosional maka dapat ditarik kesimpulan bahwa ada sesuatu yang tidak beres pada syaraf otak yang berhubungan dengan persepsi.
            Gejala-gejala umun yang terdapat pada sementara kasus murid-murid yang mengalami hambatan persepsi adalah:
1)      Tingkah laku yang aneh (erotic) dan tidak berguna tanpa sebab yang jelas.
2)      Bereaksi lebih besar (violenty or strongly) daripada biasanya.
3)      Tidak dapat mengorganisasi kegiatan-kegiatannya secara baik.
4)      Mudah tersinggung oleh segala macam perangsang kemarahan melebihi taraf kemarahan dalam keadaan biasa.
5)      Membuat persepsi-persepsi yang salah, sering salah melihat atau mendengar sesuatu.
6)      Terlalu banyak bergerak (hyperactive), sering berpindah-pindah tempat, mencubit teman lain, menggerak-gerakkan badan dan banyak bicara.
7)      Menunjukkan kekacauan waktu bicara, serta sering terbentur berjalan.
8)      Menunjukkan kekacauan waktu bicara, membaca dan mendengar.
Anak yang mengalami hambatan persepsi berbeda dengan dengan anak yang mengalami hambatan mental. Bagi anak yang mengalami hambatan persepsi ada harapan maju seperti teman-teman seusianya. Tujuan akhir yang dapat dicapai mengenai kemampuan mereka adalah belajar lebih baik  daripada anak yang mengalami hambatan mental.
Murid yang mengalami hambatan persepsi tidak dapat belajar dengan baik, jika memakai metode yang biasanya diterapkan pada sebagian besar murid yang lain. Dengan menggunakan teknik-teknik dan materi-materi belajar yang khusus, ada harapan murid yang mengalami hambatan persepsi dapat mengatasi kesulitannya dan mencapai tujuan melalui pengajaran yang berbeda.
c.       Hambatan Penglihatan dan Pendengaran
Indera yang terpenting untuk belajar di sekolah adalah penglihatan dan pendengaran. Berdasarkan hasil penelitian, ternyata dalam kegiatan komunikasi penggunaan panca indra oleh individu menunjukkan prosentase sebagai berikut:
1)      Indera rasa 1%
2)      Indera peraba 1½%
3)      Indera pencium 3½%
4)      Indera rungu 11%
5)      Indera penglihatan 83%
Angka prosentase di atas menunjukkan bahwa indera penglihatan bekerja lebih banyak dalam arti frekuensi penggunaannya dalam belajar sebagian besar melalui mata. Sedangkan indera rungu menduduki tempat kedua, sehingga apabila kedua angka prosentase itu di gabungkan maka frekuensi penggunaannya 94% dari kegiatan penggunaan indera seseorang. Jadi indera penglihatan dan pendengaran memegang peranan yang penting dalam kegiatan belajar.
Apabila mekanisme mata atau telinga kurang berfungsi, maka kesan yang diperoleh seorang anak dari guru akan menyimpang atau bahkan tidak memperolehnya. Jadi setelah guru menyajikan pelajaran, terdapat murid yang gagal mempelajari, penyebabnya mungkin mata atau telinga murid tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Ia tidak pernah menerima dalam otaknya suatu image yang benar mengenai penglihatan dan suara-suara sewaktu guru mengajar. Oleh karena itu jika guru dalam menilai pengetahuan atau keterampilan seseorang murid menemui penyimpangan atau hasilnya jauh berkurang dari apa yang diharapkan, maka kesalahan itu mungkin terletak pada alat-alat inderanya.
Jadi seorang guru sebaiknya mengecek mata atau telinga murid-murid, untuk mengetahui apakah organ-organ itu perlu diobati agar dapat belajar dengan baik.
Ad 2. Kondisi-kondisi fisiologis yang temporer
Kemungkinan-kemungkinan sebab kesulitan belajar karena kondisi-kondisi fisiologis yang temporer meliputi:
a.       Masalah makanan
Pada waktu tubuh seseorang bekerja secara efisien maka diperlukan struktur yang baik seperti mata yang baik, otak yang sehat dan pengisian (supply) bahan bakar atau makanan yang cukup dan bergizi untuk membentuk tubuh. Segenap anggota tubuh memerlukan barbagai zat yang didapat dari makanan. Kerusakan jaringan-jaringan di dalam tubuh terjadi secara terus menerus. Kerusakan-kerusakan tersebut dipulihkan kembali oleh bermacam-macam zat yang terdapat dalam makanan.
Dengan demikian jelas bahwa anak yang kekurangan vitamin, protein atau kekurangan subtansi lain yang diperlukan, maka dampak negatifnya akan merasa cepat capai, tidak dapat memusatkan perhatian terhadap kegiatan belajar.
b.      Kecanduan (Drugs)
Alkohol, ganja dan sejenisnya dapat menimbulkan ketagihan. Pada mulanya kebiasaan itu kelihatannya tidak berbahaya dan gampang ditinggalkan, tetapi sebelum bahaya itu disadari, kuasa kemauan sudah hilang sehingga kebiasaan itu tidak dapat ditinggalkan.lagi.
Misalnya: kasus yang dialami Sali yaitu pernah mencoba minuman keras yang berasal dari teman-temannya, sehingga ia merasa ketagihannya bertambah besar dan tidak dapat memusatkan perhatian, tidak dapat menyelesaikan pekerjaan rumah serta sulit memahami konsep-konsep baru.
c.       Kecapaian/kelelahan
Kondisi fisiologis pada umumnya sangat mempengaruhi prestasi belajar seseorang. Orang dalam keadaan sehat jasmaninya akan berbeda hasil belajarnya dengan orang yang kondisi jasmani dalam keadaan lelah. Seorang dalam kondisi kelelahan tidak mudah menerima pelajaran, bahkan mudah mengantuk, sehingga prestasi belajarnya rendah.
Ad 3. Pengaruh-pengaruh lingkungan sosial yang permanen
a.       Harapan orang tua terlalu tinggi, tidak sesuai dengan kemampuan anak

Setiap orang tua mengharapkan agar anaknya berhasil dalam studi, meskipun kadang-kadang tanpa memperhatikan kemampuan atau taraf intelegensi anak tersebut. Misalnya: kasus ayah dari Ahmad yang mengharapkan agar anaknya menjadi bintang kelas. Ahmad telah berusaha memenuhi keinginan ayahnya dengan belajar giat, tetapi usahanya gagal meskipun sebenarnya ia tergolong anak yang mempunyai taraf intelegensi normal. Hal itu tidak memuaskan ayahnya sehingga didesak dan diancamnya Ahmad. Meskipun giat berusaha ternyata Ahmad tetap tidak berhasil menjadi bintang kelas. Perasaan tertekan menyebabkan Ahmad benci kepada ayahnya, sehingga secara disadari maupun tidak Ahmad berlaku kurang baik di sekolah dengan maksud untuk membalas sikap ayahnya. Sang ayah menganggap keberhasilan Ahmad sebagai bintang kelas sedemikian pentingnya, maka berlaku buruk di sekolah merupakan suatu cara bagi Ahmad untuk membalas atau menghukum ayahnya. Akibat lain dari tekanan ayahnya membuat Ahmad memandang dirinya semakin kecil, merasa tidak mampu karena keinginan-keinginan ayahnya tidak terlaksana. Di sekolah Ahmad mulai berbuat sesuai dengan image terhadap dirinya sendiri sebagai anak yang sangat bodoh. Selanjutnya Ahmad mengembangkan self image yang buruk dan ia berbuat sedemikian rupa seolah-olah image itu merupakan evaluasi yang benar tentang dirinya sendiri. Ia mempunyai kesan yaitu telah gagal dalam studinya oleh karena itu ia melanjutkan kegagalannya.

b.      Konflik keluarga

Tiap orang pasti mencita-citakan membangun rumah tangga yang bahagia diliputi suasana saling mencintai (mawaddah) dan kasih mengasihi (rahmah). Hubungan antara orang tua yang harmonis akan menciptakan suasana tenang, sehingga anak akan tumbuh secara seimbang (Abdul Azis el Quusy, 1994).
Sebaliknya jika sering terjadi pertengkaran antara kedua orang tua akan mengakibatkan kegoncangan rumah tangga sehingga hal ini akan mengganggu pertumbuhan jiwa anak. Mungkin saja pertengkaran itu terjadi karena faktor ekonomi atau dalam cara mendidik sehingga anak akan memihak kepada salah satu orang tua dan menentang yang lainnya. Konflik keluarga yang demikian menyebabkan anak mengalami kecemasan batin sehingga menimbulkan kesulitan belajar.
Misalnya: Kasus Amir. Amir mempunyai lima saudara kandung tetapi diantara kedua orang tuanya tidak ada keharmonisan. Ibu sering marah kepada ayah karena tidak mau mencari pekerjaan yang menghasilkan uang banyak, karena itu ibu menuduh ayah senang hidup melarat, sebaliknya ayah mencela ibu karena tidak memelihara kebersihan rumah. Kadang-kadang pada malam hari ayah tidak pulang, ketika esok hari tiba di rumah maka ibu menuduh ayah berbuat serong dengan wanita lain. Di dalam keluarga ini terdapat ketegangan emosional sehingga Amir dan saudara-saudarnya merasa tidak aman didalam rumah. Suasana yang demikian dibawa Amir ke sekolah, sehingga ia mengalami kesulitan untuk memusatkan perhatian terhadap pelajaran, karena terus menerus merasa cemas kalau orang tuanya akan bertengkar lagi setelah ia pulang dari sekolah. 
Dari contoh kasus tersebut di atas dapat diketahui bahwa kegoncangan atau konflik keluarga merupakan salah satu faktor yang menyebabkan anak mengalami kesulitan belajar di sekolah.

Ad 4. Pengaruh-pengaruh lingkungan sosial yang temporer
a.       Ada bagian-bagian dalam urutan belajar yang belum dipahami

Murid akan terdorong mempelajari hal baru, jika telah memiliki bekal yang merupakan prasarat bagi pelajaran itu. Apabila guru mengabaikan hal ini bisa menimbulkan kesulitan belajar murid dan murid akan frustasi terutama mereka yang mengalami kesulitan dalam menguasai materi pelajaran.
Misalnya: Murid belajar bidang studi bahasa Arab yang terdiri dari sebuah seri konsep-konsep dimana sebuah konsep diperlukan sebagai dasar konsep berikutnya, oleh karena itu murid akan bingung sehingga prestasi belajarnya akan merosot.
Konsep seperti itu diperlukan dalam urutan belajar, tetapi tidak untuk semua bidang studi. Kehilangan satu konsep dalam bidang studi matematika biasanya tidak menutup kemungkinan untuk mempelajari konsep-konsep yang diajarkan berikutnya.
Kehilangan perbendaharaan kata atau satu kata kerja dalam bidang studi bahasa tidak menutup kemungkinan untuk mempelajari kata-kata lain dan masih dapat menguasai sebagian besar bidang studi bahasa secara baik. Demikianlah Amir mungkin gagal untuk menguasai satu atau dua konsep yang penting dalam bidang studi Bahasa Arab selama minggu kedua atau ketiga, sehingga ia merasa gagal. Mungkin pula ia takut kepada guru untuk minta pelajaran sekali lagi. Maka dalam minggu-minggu selanjutnya ia merasa kacau sehingga waktu yang ada hanya dihabiskan untuk melamun saja, dengan demikian semakin banyak urutan konsep yang hilang.
Jadi di sini jelas terlihat bahwa seorang yang mengalami kesulitan belajar dalam suatu bidang studi tertentu mungkin disebabkan ada bagian-bagian dalam urutan belajar yang belum difahami.

b.      Kurang adanya motivasi
Motivasi adalah kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk belajar. Jadi motivasi untuk belajar adalah kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk belajar. Adanya motivasi dapat mendorong belajar sebaliknya kurang adanya motivasi akan memperlemah semangat belajar. Motivasi belajar ini sangat erat hubungannya dengan adanya suatu kebutuhan. Misalnya: Supardi merasa tidak begitu penting menguasai matematika bila, dibandingkan dengan interest-interest lain dalam kehidupannya. Karena itu ia merasa malas atau enggan menggunakan waktunya untuk mempelajari konsep-konsep matematika. Dengan perkataan lain ia tidak memiliki motif yang cukup kuat, sehingga mengakibatkan kesulitan dalam belajar matematika.
Dalam hal ini tugas utama guru bukan hanya menerangkan hal-hal yang terdapat dalam buku saja tetapi juga memberikan dorongan dan bimbingan kepada murid-muridnya agar mereka dapat mencapai tujuan perbuatan belajar murid. Tujuan perbuatan belajar murid harus disesuaikan dengan tujuan pengajaran yang diinginkan untuk dicapai murid yang dicantum dalam kurikulum.
Untuk itu guru harus dapat mengerahkan motif tersebut guna menghasilkan perbuatan belajar yang baik. Dengan perkataan lain, guru harus pandai membangkitkan motif belajar murid, kemudian memberikan motivasi kepada murid, tetapi dapat sesuai dengan tujuan kurikulum sekolah yang bersangkutan.
Dari uraian untuk “memperkirakan sebab-sebab kesulitan belajar” tersebut  di atas, jelas bahwa dalam mendiagnosis kesulitan-kesulitan belajar murid sebaiknya, guru atau konselor membuat sebuah daftar kemungkinan-kemungkinan seperti tersebut di atas, untuk dipertimbangkan daripada hanya memikirkan satu atau dua sebab yang serupa lalu menarik kesimpulan bahwa sebab-sebab itulah yang menimbulkan kesulitan-kesulitan belajar.
D. PROSES PEMECAHAN KESULITAN BELAJAR
Adapun langkah-langkah dalam proses pemecahan kesulitan belajar meliputi:
1)      Memperkirakan kemungkinan bantuan
2)      Menetapkan kemungkinan cara mengatasi
3)      Tindak lanjut
Ad 1. Memperkirakan kemungkinan bantuan
Kalau letak kesulitan yang dialami murid sudah dipahami baik jenis dan sifat kesulitan dengan berbagai macam latar belakangnya maupun faktor-faktor penyebabnya, maka guru atau konselor akan memperkirakan:
a.       Apakah murid tersebut masih mungkin ditolong untuk mengatasi kesulitannya atau tidak.
b.      Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mengatasi kesulitan yang dialami murid tertentu.
c.       Kapan dan di mana pertolongan itu dapat diberikan.
d.      Siapa yang dapat memberikan pertolongan atau bantuan.
e.       Bagaimana cara menolong murid yang efektif, sehingga murid dapat mengatasi kesulitan.
f.       Siapa saja yang harus dilibatkan dalam menolong murid dan apakah sumbangan atau peranan yang dapat diberikan oleh masing-masing pihak.
Ad 2. Menetapkan kemungkinan cara mengatasi
Dalam langkah ini perlu diadakan dari rapat staf bimbingan dan konseling jika diperlukan. Setelah hal itu dilaksanakan maka perlu disusun suatu rencana yang berisi tentang beberapa alternatif yang mungkin dilakukan untuk mengatasi kesulitan yang dialami murid. Rencana itu hendaknya berisi:
a.       Cara-cara yang harus ditempuh untuk menyembuhkan kesulitan yang dialami murid.
b.      Menjaga agar kesulitan yang serupa jangan sampai terulang lagi.
Alangkah baiknya kalau rencana ini dapat didiskusikan dan dikomunikasikan dengan pihak-pihak yang terlibat dalam pemberian bantuan tersebut. Misalnya: Kepala Sekolah, guru kelas atau guru bidang studi, orang tua murid, konselor dan sebagainya. Pada dasarnya secara khusus kegiatan ini hanya dapat dilakukan oleh guru bidang studi yang mengetahui secara persis tentang berbagai kesulitan yang dialami oleh seorang murid dalam mata pelajarannya.
Ad 3. Tindak lanjut
Tindak lanjut adalah kegiatan melakukan pengajaran remedial (remedial teaching) yang diperkirakan paling tepat dalam membantu murid yang mengalami kesulitan belajar. Kegiatan tindak lanjut ini dapat berupa:
a.       Melaksanakan bantuan berupa pengajaran remidial (remedial teaching) pada bidang studi tertentu yang dilakukan oleh guru, pada mata pelajaran tertentu yang dilakukan oleh guru, yang dapat dibantu oleh guru pembimbing atau konselor dan pihak lain yang dianggap dapat menciptakan suasana belajar murid yang penuh motivasi.
b.      Pembagian tugas dan peranan orang-orang tertentu (wali kelas dan guru pembimbing) dalam memberikan bantuan kepada murid dan kepada guru yang sedang melaksanakan kegiatan pengajaran remedial.
c.       Senantiasa recek dan mencek kemajuan yang dicapai murid baik pemahaman mereka terhadap bantuan yang diberikan berupa bahan, maupun mencek tepat guna dari program remedial yang dilakukan untuk setiap saat diadakan revisi. Dalam pelaksanaan pemberian bantuan hendaknya dilakukan secara kontinyu dan setiap kegiatan seharusnya senantiasa disertai dengan pencatatan yang tepat.
d.      Mentransfer murid yang diperkirakan tidak mungkin ditolong karena di luar kemampuan atau wewenang guru atau konselor. Transfer kasus semacam itu bisa dilakukan kepada orang lain atau lembaga lain (psikolog, psikiater, lembaga psikologi dan sebagainya) yang diperkirakan dapat dan lebih tepat membantu murid yang bersangkutan.
Setelah murid mendapat bantuan maka dapat dilakukan tindak lanjut sebagai berikut:
a.       Men-tes hasil belajar murid dalam bidang studi yang dianggap sulit.
b.      Melakukan wawancara dengan murid yang bersangkutan untuk mengetahui pendapat murid tentang kesulitannya.
c.       Wawancara dengan guru dan orang tua mengenai perubahan yang telah terjadi.
d.      Menganalisa hasil belajar yang telah dicapai dan informasi lainnya.
e.       Observasi kegiatan murid dalam belajar (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1989).

Dengan demikian langkah-langkah dalam mendiagnosis kesulitan belajar telah selesai, sebagai bagian integral adalah pengajaran remedial. Tentang masalah ini dapat dikaji dalam bab berikutnya.










BAB III
PENUTUP


A.    Kesimpulan
Mengidentifikasi murid yang mengalami kesulitan belajar dapat dilakukan dengan menghimpun, menganalisis dan menafsirkan data hasil belajar dapat di pergunakan alternatif  acuan penilaian yaitu : Penlaian Acuan Patokan (Criterion Referenced Evaluation), Penilaian Acuan Norma (Norm Referenced Evalution).
Sesudah ditemukan individu atau murid yang dapat diduga mengalami kesulitan belajar, maka langkah selanjutnya adalah melokalisasikan jenis dan kesulitan belajar. Dalam langkah ini ada tiga persoalan pokok yang harus dikaji yaitu: mendeteksi kesulitan belajar  pada bidang studi tertentu, mendeteksi pada kawasan tujuan belajar dan bagian ruang lingkup bahan pelajaran manakah kesulitan terjadi, analisis terhadap catatan mengenai proses belajar.
Faktor penyebab kesulitan belajar  menurut Abdurrahman dikelompokkan menjadi dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Penyebab utama kesulitan belajar adalah faktor internal, yaitu kemungkinan adanya disfungsi neurologis, yaitu antara lain berupa strategi pembelajaran yang keliru, pengolahan kegiatan belajar yang tidak membangkitkan motivasi belajar anak, dan pemberian ulangan penguatan yang tidak cepat (Abdurrahman,1999).
Langkah-langkah dalam proses pemecahan kesulitan belajar meliputi: memperkirakan kemungkinan bantuan, menetapkan kemungkinan cara mengatasi, dan tindak lanjut.




SOAL
1. Pilihan Ganda
1.      Mengidentifikasi murid yang mengalami kesulitan belajar dapat di lakukan dengan menghimpun, menganalisis, dan menafsirkan data hasil belajar dapat dipergunakan alternatif acuan penilaian. Ini adalah pendapat...
a. Abin Syamsudin
b. Amir Syarifudin
c. Bahar Saifudin
d. Koestoer Partowisastro
e. Abdurrahman
2.      Ada beberapa persoalan pokok yang harus dikaji/dideteksi dalam melokalisasi jenis dan sifat  kesulitan belajar, kecuali...
a. bidang studi tertentu
b. kawasan tujuan belajar
c. bagian ruang lingkup bahan pelajaran
d. analisis catatan mengenai proses belajar
e. salah semua
3.      Ahmad adalah anak yang memiliki taraf intelegensi normal. Namun, ia mengembangkan self image yang buruk terhadap dirinya sendiri. Ini akibat desakan ayahnya yang menginginkaan Ahmad menjadi bintang kelas namun tidak terwujud.  Kasus ini merupakan contoh salah satu sebab kesulitan belajar menurut Koestoer yaitu...
a. kondisi fisiologis yang permanen
b. kondisi fisiologis yang temporer
c. pengaruh lingkungan sosial yang temporer
d. pengaruh lingkungan sosial yang permanen
e. semua benar
4.      Dibawah ini yang tidak termasuk dalam kondisi-kondisi fisiologis yang permanen adalah..
a. intelegensi yang terbatas
b. intelegensi super
c. hambatan persepsi
d. hambatan penglihatan
e. hambatan pendengaran
5.      Terdapat beberapa langkah dalam proses pemecahan kesulitan belajar, yang salah satu kegiatannya adalah remedial teaching. Kegiatan tersebut termasuk dalam langkah ??
a. memperkirakan kemungkinan bantuan
b. menetapkan kemungkinan cara mengatasi
c. tindak lanjut
d. diagnosis kesulitan belajar
e. semua salah


JAWABAN
1.      A
2.      E
3.      D
4.      B
5.      C
2. ESAI
1. Sebutkan langkah-langkah dalam  menafsirkan data hasil belajar dengan penilaian acuan patokan??
2. Jelaskan tiga sebab-sebab yang mungkin mengakibatkan timbulnya kesulitan belajar murid??
3. Mengapa makanan menjadi salah satu sebab kesulitan belajar siswa?? Jelaskan !!
4. Apa sajakah yang menjadi sebab kesulitan belajar dalam kategori  pengaruh-pengaruh lingkungan sosial yang temporer??
5. Sebutkan langkah-langkah diagnosis dalam pemecahan kesulitan belajar??
JAWABAN
1.      Langkah-langkah dalam  menafsirkan data hasil belajar dengan penilaian acuan patokan yaitu:
a.       Menetapkan angka kualifikasi minimal yang dapat diterima (misalnya 6,7 dan seterusnya) sebagai batas lulus (passing grade) atau jumlah kesalahan minimal yang masih dapat dimanfaatkan dalam satu penilaian.
b.      Kemudian membandingkan angka nilai (prestasi) dari setiap murid dengan nilai batas lulus tersebut akan mencatat murid yang posisi angka nilai atau prestasinya berada dibawah angka nilai batas lulus tersebut.
c.       Menghimpun semua murid yang mempunyai angka nilai atau prestasi dibawah angka minimal nilai batas lulus tersebut.
d.      Kalau akan memberikan prioritas layanan kepada mereka yang diduga mengalami kesulitan paling berat atau yang paling banyak membuat kesalahan, sebaiknya membuat ranking.

2.      Tiga sebab-sebab yang mungkin mengakibatkan timbulnya kesulitan belajar murid:

ü Banyak sebab-sebab yang menimbulkan pola gejala yang sama. Seringkali gejala-gejala kesulitan belajar yang nampak pada seorang murid disebabkan oleh faktor-faktor berbeda dengan murid lain yang memperlihatkan gejala yang sama. Misalnya: dua orang murid selalu merepotkan guru dan teman-teman didalam kelas yaitu dengan berjalan-jalan di dalam kelas, seringkali berbicara, mencubit dan mendorong temannya, kedua anak tersebut secara dikenali sebagi hyperactive. Tetapi apabila kasus kedua tersebut di periksa secara teliti, ternyata penyebab tingkah laku murid yang satu dengan yang lain berbeda. Anak yang pertama bila diperiksa secara seksama ternyata menderita alergi fisik, sedang anak yang kedua karena lingkungan keluarga yang kurang harmonis, sehingga kurang perhatian dsb.
ü Banyak pola-pola gejala yang ditimbulkan oleh sebab yang sama. Sebab yang nampaknya sama, dapat mengakibatkan gejala yang berbeda-beda bagi murid yang berlainan. Adanya kesesuaian antara sebab dengan kondisi tempat tinggal murid.
ü Misalnya dari suatu penelitian di bidang sosiologi dan kriminologi dengan mencari korelasi antara kondisi keluarga dan kenakalan anak remaja. Ternyata para sosiologi melaporkan bahwa sejumlah besar kenakalan remaja itu berasal dari keluarga broken home dan keluarga miskin. Dengan mempelajari riwayat yang menjadi latar belakang menjadi anak-anak muda yang tertangkap polisi karena keterlibatan kejahatan.

3.      Makanan menjadi salah satu sebab kesulitan belajar siswa karena pada waktu tubuh seseorang bekerja secara efisien maka diperlukan struktur yang baik seperti mata yang baik, otak yang sehat dan pengisian (supply) bahan bakar atau makanan yang cukup dan bergizi untuk membentuk tubuh. Segenap anggota tubuh memerlukan berbagai zat yang didapat dari makanan. Kerusakan jaringan-jaringan di dalam tubuh terjadi secara terus menerus. Kerusakan-kerusakan tersebut dipulihkan kembali oleh bermacam-macam zat yang terdapat dalam makanan. Dengan demikian jelas bahwa anak yang kekurangan vitamin, protein, atau kekurangan subtansi lain yang diperlukan, maka dampak negatifnya akan merasa cepat capai, tidak dapat memusatkan perhatian terhadap kegiatan belajar.

4.      Yang menjadi sebab kesulitan belajar dalam kategori pengaruh-pengaruh lingkungan sosial yang temporer yaitu:
·         Ada bagian-bagian dalam urutan belajar yang belum dipahami
·         Kurang adanya motivasi


5.    Langkah-langkah diagnosis dalam pemecahan kesulitan belajar yaitu:
a.       Identifikasi murid yang mengalami kesulitan belajar
b.      Melokalisasi jenis dan sifat kesulitan belajar
c.       Memperkirakan sebab-sebab kesulitan belajar
d.      Proses pemecahan kesulitan belajar







DAFTAR PUSTAKA

Mulyadi, Diagnosis Kesulitan Belajar dan Bimbingan Terhadap Kesulitan Belajar Khusus, Jogyakarta: Nuha Litera, 2010.
Abdurrahman, Mulyono, Didaktik Metodik Pendidikan Umum, Surabaya: Usaha Nasional, Tanpa Tahun.
EL Quusy, Abdul Aziz, Pokok-pokok Kesehatan Jiwa/Mental, Alih Bahasa DR. Zakiah Daradjat, Jakarta: Penerbit Bulan Bintang, 1974.
Entang, Diagnosis Kesulitan dan Pengajaran Remidial, Jakarta: Departemen P & K.
Partowisastro, H. Koestoer, Diagnosa dan Pemecahan Kesulitan Belajar, jilid 1, Jakarta: Penerbit Erlangga. 2002




Tidak ada komentar:

Posting Komentar