Senin, 27 April 2015

Makalah “Bimbingan Dan Konseling terhadap Siswa Berkebiasaan Buruk”


TUGAS KELOMPOK 7
MATA KULIAH DIAGNOSIS KESULITAN BELAJAR
“Bimbingan Dan Konseling terhadap Siswa Berkebiasaan Buruk”

Dosen pengampu oleh Triyani Ratnawuri, M.Pd
.
                                                Disusun Oleh:
Nama                                      NPM
1.     Risna Wati                    11210063
2.     Duwi Lestari                 11210079
3.     Retna Windi Astuti       11210095
4.     Iwan Sanjaya                11210083  
         

KELAS B
 SEMESTER 5
PENDIDIKAN EKONOMI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH METRO
2013

BAB VIII
BIMBINGAN DAN KONSELING TERHADAP MURID BERKEBIASAAN BURUK, MURID LAMBAT BELAJAR DAN MURID CEPAT BELAJAR

 B.BIMBINGAN DAN KONSELING TERHADAP SISWA BERKEBIASAAN BURUK

A.  Pengertian Murid Berkebiasaan Buruk Dan Ciri-Cirinya
                 Kebiasaan (habist) dapat diartikan sebagai suatu kecenderungan atau sifat yang secara konstan (tetap) terlihat dalam kelakuan seseorang, untuk bertindak dengan suatu cara tertentu. Kebiasaan terbentuk dari berbagai pengalaman yang sering diulang-ulang yang menyebabbkan seseorang memiliki tipe tingkah laku tertentu dalam situasi-situasi yang ada. Misalnya :Amir mempunyai kecenderungan untuk tetap merokok,berarrti dia memiliki kebiasaan merokok sehingga disebut perokok.
            Seseorang yang sering mengejek, menghina, minum-minuman keras dan bentuk aktifitas lain yang sejenis disebut kebiasaan buruk karena bertentangan dengan nilai-nilai yang pada umumnya dianut orang. Dengan demikian yang dimaksud dengan murid yang berkebiasaan buruk adalah perbuatan atau sikap seorang murid yang berulangkali dilakukan dengan sengaja dan sifatnya bertentangan dengan perbuatan atau sikap sebagaimana diharapkan daripadanya oleh orang lain (Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan (BPsK), Jakarta:1987). Sekolah tidak dapat melepas diri dari situasi kehidupan masyarakat. Sekolah mempunyai tanggung jawab untuk membantu para murid baik sebagai pribadi maupun sebagai anggota masyarakat. Sebagai suatu lembaga pendidikan formal, sekolah bertanggungjawab untuk mendidik dan menyiapkan murid agar berhasil menyesuaikan diri di masyarakat dan mampu memecahkan berbagai masalah yang dihadapinya sebagai akibat dari kemajuan perkembangan zaman. Dalam situasi inilah bimbingan dan konseling akan terasa diperlukan sebagai suatu bentuk bantuan kepada murid.
                 Adapun cirri-ciri murid yang termasuk dalam kategori berkebiasaan buruk adalah:
a.       Kebiasaan yang ada pada seseorang murid terlihat dalam tindakan dan sikap yang dilakukan berulangkali karena bertentangan dengan norma yang dianut oleh kelompoknya. Dengan demikian sifat “buruk” hanya berlaku karena dibandingkan peraturan tertentu yang semula telah diakui atau disepakati bersama dalam kelompok. Misalnya: disekolah berlaku ketentuan bahwa setiap murid harus memakai seragam, maka murid yang tidak menghiraukan ketentuan ini dan tidak memakai seragam disekolah, dapat disebut kebiasaan buruk.
b.      Kebiasaan murid yang bertentangan dengan norma yang dianut dalam lingkungan masyarakatnya. Misalnya :kebiasaan berdusta,kurang sopan terhadap orang tua atau guru disekolah disebut kebiasaan buruk.
c.       Kebiasaan yang bertentangan dengan kesusilaan baik yang diharapkan orang lain maupun terhadap diri sendiri. Misalnya: tidak memperhatikan cara berpakaian atau berpakaian kurang sopan.
d.      Murid yang memiliki sifat atau watak tertentu yang tidak baik. Misalnya: tidak memperhatikan cara berpakaian atau berpakaian kurang sopan.
e.       Murid yang memiliki sifat atau watak tertentu yang tidak baik. Misalnya: pemarah dan sebagainya.
f.       Tindakan yang dilakukan murid sehingga dapat merugikan dirinya sendiri maupun lingkungannya. Misalnya: berdusta, mencuri dan sebagainya.
g.      Tindakan yang menjadi problem dalam pengajaran yaitu problem kronis atau adanya gejala yang menunjukkan bahwa murid mengalami kesulitan hubungan social.

B.  Jenis-Jenis Kebiasaan Buruk
a)      Murid yang Agresif
Murid yang agresif mempunyai kebiasaan atau kecenderungan untuk menyerang anak lain bahkan kadang-kadang gurunya, terutama bila berselera atau mendapat kesempatan untuk menantang dan menyerang.

b)     Anak Pemarah dan Mudah Tersinggung
Baik dirumah maupun disekolah, guru dan orang tua kadang-kadang berhadapan dengan murid yang belum mampu menguasai diri, belum sanggup menahan perasaan. Apabila sikap dan tingkah laku itu berulangkali terjadi, dapat dikatakan murid tersebut telah terlanjur memiliki kebiasaan buruk, yang tidak menguntungkan dirinya sendiri maupun diri murid lainnya di sekolah. Murid yang memiliki kebiasaan demikian seolah-olah penuh dengan perasaan tidak senang, marah, benci, dan secara mendadak meledak menjadi tindakan yang menyatakan kesedihan atau kemarahan yang sukar dikendalikan, baik oleh orang dewasa maupun dirinya sendiri. Ia mengamuk, memukul, melempar benda-benda yang ada di sekitarnya, menangis dan berusaha melukai perasaan orang lain.
Ada pula yang menyalurkan perasaan marah atau benci dan membual, menyombongkan diri sambil mengecilkan dan merendahkan orang lain. Pada yang lain ada yang menunnjukkan rasa marah dengan menolak, membisu atau menyendiri dalam kelompoknya. Kebiasaan buruk ini banyak terdapat pada anak-anak, namun ada pula yang berkebiasaan demikian sampai pada masa pra remaja.

c)      Murid yang Menguasai Murid Lain
Murid yang berkebiasaan buruk seperti ini sampaihati melukai murid lain baik fisik maupun perasaannya. Ia akan bangga kalau melihat murid yang lebih kecil jauh, menangis dan menderita. Ia berusaha mengganggu  karena menganggap dirinya paling hebat sehingga orang lain takut kepadanya. Suka mengancam dan menakut-nakuti murid lain agar mengikuti keinginannya.
Seorang murid yang berkebiasaan buruk demikian, dan mengganggu ketenangan dan ketentraman murid lain didalam kelas. Murid lain yang menjadi korban tidak berani memberitahukan kepada guru atau orang tuanya karena takut ancaman.

d)     murid Curang, Menipu, Mencuri, dan Berdusta
murid yang bias mengambil barang atau benda kecil yang hampir tidak berharga, akan dapat berubah, menjadi pencuri kecil akhirnya dapat menjadi pencuri ulung. Hal ini sesui dengan pendapat E.W. Detjen dan M.F. Detjen:”A single stealing episode on dishonesty. Having once learned to steal, however he may easily acquire the habit on soon become a hardened thief (EW. Detjen and M.F. Detjen, 1952).
Suatu peristiwa mencuri tidak berarti murid akan jatuh pada kehidupan yang tidak baik, tetapi berarti murid telah belajar mencuri sehingga memungkinkan ia mempunyai kebiasaan mencuri. Oleh sebab itu setiap peristiwa pencurian oleh murid disekolah perlu ditangani secara sungguh-sungguh dan seksama.
Kecurangan dalam mengajarkan test tidak selamanya menandakan murid yang melakukan tidak bisa dipercaya. Kecenderungan ini timbul apabila test terlalu sukar, sehingga anak tersebut merasa takut akan mendapatkan hasil yang jelek.
Berdusta yang dilakukan oleh murid menunnjukkan kurang mempunyai memenuhi persyaratan baku orang dewasa sehingga banyak memberikan tafsiran yang salah. Daya fantasi seorang anak kadang-kadang hanya isapan jempol saja dan seringkali berdusta dilakukan untuk menutupi harga diri atau kekurangannya.



e)      Anak yang Iri Hati
Kebiasaan murid yang iri hati terlihat dalam berbagai bentuk sikap misalnya: acuh tak acuh, mencari kesalahan teman lain, menjatuhkan nama teman dan sebagainya. Anak yang menderita sakit kepala, gagap dalam bahasa dan kelihatan mementingkan dirinya sendiri serta kurang memperhatikan orang lain disekitarnya. Murid yang berkebiasaan buruk seperti ini memerlukan bantuan guru dan orang tua agar emosinya dapat berkembang dengan wajar dan sehat.

f)       Murid Pemalu, Sukar Bergaul, dan Menyendiri
Murid jenis ini mudah tersinggung perasaannya, benar-benar menderita karena tidak banyak mengalamikebahagiaan dirumah maupun disekolah. Biasanya karena mempunyai kekurangan fisik sehingga rendah diri. Dibandingkan murid agresif, maka murid ini lebih memerlukan bantuan. Ia perlu diperlakukan seperti murid yang lain agar tidak merasa rendah diri dalam bergaul.

g)      Murid yang Selalu Berusaha Menarik Perhatian
Murid ini dengan berbagai cara berusaha agar dapat menarik perhatian teman-teman dan gurunya. Mungkin berteriak, membuat gaduh didalam kelas dan menangis. Kadang-kadang berpura-pura sakit, murid ini perlu mendapat perhatian yang wajar untuk membantu kebiasaan yang kekanak-kanakan itu.

h)     Murid Berkebiasaan Kurang Aturan, Kurang Sopan dan Kurang Tata Krama
Pelajaran akhlak, budi pekerti, sopan santun dan sejenisnya banyak diajarkan di sekolah. Meskipun demikian di sekolah atau di rumah masih ada murid yang berkebiasaan buruk yaitu bertentangan dengan apa yang dipelajari di sekolah. Kenyataan itu membuktikan bahwa pelajaran akhlak, budi pekerti belum berhasil sepenuhnya baik yang diberikan secara langsung di sekolah maupun kebiasaan sehari-hari yng di lakukan di rumah.

C. Sebab-sebab Murid Berkebiasaan Buruk
Pembimbing harus memberi arti terhadap data yang telah terserap dengan berbagai alat dan metode sehingga tergambar jelas kemungkinan-kemungkinan kelakuan buruk dan sebab-sebabnya. Rumusan tentang sebab kelakuan buruk menjadi dasar bagi pembimbing untuk menetapkan langkah-langkah bimbingan dan konseling untuk menolong murid yang yang berkelakuan buruk. Dalam hal ini pembibing dituntut untuk memahami pribadi murid secara mendalam dan juga terhadap factor-faktor pembentuknya.
Hampir semua kebiasaan buruk disebabkan penyesuaian sosila yang salah (social maladjusted). Untuk pertumbuhan pribadi yang sehat, manusia melakukan penyesuaian sejak lahir. Penyesuaian diri pada lingkungan social tumbuh berkembang sejalan dengan bertambahnya usia dan kematangan pribadi.
Dengan demikian manusia perlu menumbuhkan keseimbangan dalam kehidupannya, meskipun tidak dapat tercapai karena berbagai factor antara lain kelelahan, penyakit, kegagalan, konflik, kemerosotan nilai dan moral dan sebagainya. Manusia yang lepas dari jalur keseimbangan keraja akan melakukan penyelewengan. Orang yang menyeleweng daripada pola hidup akan mengalami konflik dalam hidupnya, sehingga dapat menimbulkan perasaan tagang dan bersalah. Untuk melepaskan diri dari ketegangan itu ia akan memilih salah satu dari kemungkinan menyesuaian diri yaitu:
a.       Penyesuaian yang langsung dapat memecahkan masalah
b.      Penyesuaian sebagai dengan kelakuan mempertahankan diri
c.       Penyesuaian yang salah tidak membawa penyelesaian (BPsK), Jakartaa:1987).
a)      Penyesuaian yang langsung dapat memecahkan masalah
Cara penyesuaian ini dapat dibenarkan karena langsung dapat memecahkan persoalan, misalnya bentuk penyesuaian submilasi, maksudnya apabila individu gagal dalam suatu hal, langsung mengalihkan perhatian pada cita-cita lain yang lebih sesuai dan diharapkan akan lebih berhasil daripada sebelumnya.

b)      Penyesuaian sebagai dengan kelakuan mempertahankan diri
Bentuk yang kedua dengan penyesuaian diri dengan tingkah laku mempertahankan diri terdiri dari dua bentuk yaitu: membela diri dan pengunduran diri. Pola tingkah laku membela diri: kopensasi, proyeksi, rasionalisasi, identifikasi, dan represi. Sedangkan pola tingkah laku pengunduran diri berbentuk: regresi, negativism, disasosiasi, dan subtitusi. Jadi pola-pola distas merupakan penyesuaian diri yang kurang tepat dan tidak dibenarkan.

c)      Penyesuaian yang salah yang tidak membawa penyelesaian
Bentuk penyesuaian yang salah sama sekali jika usaha tidak memberikan hasil akan tetapi justru membawa malapetaka yaitu dalam bentuk gangguan kejiwaan dan bersifat kejasmanian (psikomotoris). Adapun kebiasaan murid dalam bentuk penyesuaian yang salah dapat digolongkan sebagai berikut :

1)      Gejala-gejala murid yang agresif. Mudah marah, sering berbuat curang, menolak pembetulan, saling bertengkar, tidak bertanggung jawab, sering mengantuk, sering membolos, pelanggaran dalam seks, suka mencuri, kejam terhadap hewan, membalas dendam dengan serangan, menguasai teman-teman yang lemah.
2)      Gejala-gejala murid yang mengundurkan diri: perasaannya halus, lamban dalam merespon stimulus, suka mengeluh, pesimistis, sering merasa curiga, sering bermain sendiri, sering merasa cemas, sering melamun, penakut, berpura-pura sakit, sering menggigit kuku, mudah gugup, mudah menangis, sering bermain dengan teman yang lebih muda, sering iri hati, sering merasa sedih dan sebagainya.
D. Langkah Bimbingan yang Ditempuh
            Meskipun ada langkah umum yang dikemukakan, namun konselor atau guru harus bersifat fleksibel dan dapat menyesuaikan dengan kemungkinan-kemungkinan pelaksanaan yang nyata. Berikut ini merupakan saran yang dapat ditempuh oleh konselor dalam memberikan bimbingan terhadap murid yang berkebiasaan buruk.
a)      Usaha Pencegahan
Usaha pencegahan yang dilakukan adalah menciptakan kondisi sekolah lebih sehat yang menunjang bagi perkembangan social dan kesehatan mental anak. Langkah-langkah pencegahan yang dapat ditempuh konselor atau guru adalah:
1)      Menciptakan lingkungan sekolah yang memungkinkan adanya pergaulan yang sehat dan tanpa mengelompokkan murid yang kaya dengan yang miskin, murid yang pandai dan yang bodoh, murid yang cantik dan yang jelek serta jenis pengelompokkan lain yang sejenis.
2)      Kurikulum dan bahan pengajaran modul disesuaikan pada kebutuhan murid sejalan dengan tingkat perkembangan dengan metode penyajian yang bervariasi dan penggunaan sumber beraneka ragam.
3)      Hubungan antara guru dengan murid yang akrab dengan memperhatikan kaidah-kaidah dan norma-norma serta batas tanggung jawab yang jelas. Kesulitan yang kini banyak menumbuhkan kebiasaan-kebiasaan buruk disekolah nampaknya menyamaratakan perasaan, pengetahuan, keterampilan dan pengalaman murid sangat merugikan akan pribadinya yang perlu dihormati. Sebagaimana guru juga mengharapkan para murid mengakui dan menghormati pribadinya.


b)     Usaha Referal
Melakukan penyerahan (referral) dari para kasus yang memerlukan bimbingan dari tenaga ahli yang berwenang (W.S. Winkel, 1997). Murid berkebiasaan buruk yang sosial sehingga berbahaya bagi orang lain perlu mendapat bantuan dari seseorang penasehat social. Untuk kasus kebiasaan buruk yang belum parah maka konselor bersama-sama guru aka dapat mengatasi. Tetapi apabila kasus itu sudah para hendaknya guru menyerahkan  kasus referral itu kepada konselar atau kepada lembaga yang berwenang menangani kasus tersebut. Cara melaksanakan perlu memperhatikan beberapa hal yaitu :
1)      Penyerahan hanya dilaksanakan untuk member pertolongan/bantuan dan bukan untuk menakut-nakuti murid.
2)      Penyerahan tidak dimaksudkan memperuncing masalah yang dihadapi murid yang mengalami kasus.
3)      Penyerahan kasus dilaksanakan dengan penuh kehangatan dan keramah tamahan.

c)      Usaha Konseling Kelompok (group counseling)
Dalam konseling kelompok (group counseling) berlangsung dalam kelompok dimana terjadi interaksi antara konselor dengan beberapa konseler (tersuluh) dan antara konseler (tersuluh) yang satu dengan yang lain. Namun tujuan utama bukan mengembangkan kesatuan kelompok itu untuk menemukan penyelesaian terhadap masalah yang memberatkan dirinya (W.S. Winkel,1997).
Konseling kelompok diberlakukan bagi murid-murid yang sudah dapat mengadakan kontak dengan orang lain dengan bahasa lisan.
Adapun cara meleksanakannya adalah:
1)      Kelompok ditunjukkan oleh pembimbing dengan memperhatikan keseimbangan murid agresif dan murid pasif.
2)      Kelompok berdiskusi tiga kali seminggu.
3)      Tujuannya adalah saling mengenal satu sama lain, melihat persamaan dalam tujuan dan kesulitan yang dialami masing-masing murid.
4)      Konselor bertugas menciptakan suasana akrab dan menjelaskan bahwa dalam pertemuan itu murid akan menjajagi persoalan hubungan-hubunga yang dialaminya. Mula-mula murid bersikap bertahan kemudian berkembang menjadi percakapan terbuka yang semakin mendalam mengenai kesulitan yang dihadapi.
5)      Pembicaraan cenderung berkisar pada pengalaman masing-masing murid, selain itu dalam pembicaraan dijelaskan mengenai persoalan dan cara-cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi kebiasaan buruk tersebut.

Dalam kaitanya dengan penyelenggaraan konseling kelompok, priyatno, ddk,mmemberikan pedoman (petunjuk) sebagai berikut.
1)      Memberikan penjelasan dan contoh tentang perbedaan masalah-masalah yang dapat ditangani dengan bentuk pelayanan BK lainnya.
2)      Menjelaskan dan memberikan contoh-contoh tujuan dan kegunaan bimbingan konseling atau kelompok.
3)      Membentuk kelompok atau keperluan bimbingan/konseling kelompok dengan memperhatikan karakteristik kelompok.
4)      Mengatur formasi kelompok untuk keperluan penyelenggaraan bimbingan konseling kelompok.
5)      Memberikan penstrukturan dalam bembingan atau konseling kelompok.
6)      Menerapkan asas-asas BK dalam bimbingan atau konseling kelompok.
7)      Menciptakan suasana kelompok yang harmonis, permisif dan saling member tahap kegiatan (pengawalan, peraliahan, kegiatan, dan pengakhiran).
8)      Mengevaluasi proses dan hasil bimbingan atau konseling kelompok.
9)      Membuat catatan dan menyusun laporan hasil bimbingan atau konseling kelompok sesuai dengan kode etik (priyatno, dkk,1999).
d)     Menyelenggarakan Konseling Pribadi
Konseling merupakan layanan yang teratur, terarah dan terkontrol, serta tidak diselenggarakan secara acak ataupun seadanya. Sasaran (subjek penerima sasaran), tujuan, kondisi dan metodologi penyelenggaraan layanan telah digariskan dengan jelas. Sebagai rambu-rambu pokok dalam pelaksanaan layanan konseling, munro, dkk. (1979) mengemukakan tiga dasar etika konseling, yaitu: (a) kerahasiaan, (b) keterbukaan, (c) tanggungjawab pribadi klien. Layanan konseling ditandai dengan adanya cirri-ciri yang melekat pada pelaksanaan layanan, yaitu bahwa:

1)      Layanan itu merupakan usaha yang disengaja.
2)      Tujuan layanan tidak boleh laindari pada untuk kepentingan dan kebahagiaan klien.
3)      Kegiatan layanan diselenggarakan dalam format yang telah ditetapkan.
4)      Metode dan teknologi dalam layanan berdasar teori yang telah teruji.
5)      Hasil layanan dinilia dan diberi tindak lanjut (priyatno, dkk, 1999).
Dalam penyelenggaraan konseling perorangan, priyatno dkk, juga memberikan pedoman (petunjuk) sebagai berikut:
1)      Memberikan penjelasan dari contoh masalah-masalah yang dapat ditangani melalui konseling perorangan dari masalah-masalah yang perlu ditangani melalui bentuk-bentuk layanan BK lainnya.
2)      Menjelaskan dan memberikan contoh-contoh tentang tujuan dan kegunaan konseling perorangan.
3)      Menerima klien dalam suasana yang hangat, akrab dan apa adanya dalam menerima suasana konseling perorangan.
4)      Mengatur reformasi pelaksanaan konseling perorangan.
5)      Memberikan penstrukturan dalam konseling perorangan.
6)      Menerapkan asas-asas BK dalam konseling perorangan.
7)      Menerapkan tehnik-tehnik dasar umum dalam konseling perorangan.
8)      Menerapkan tehnik-tehnik khusus dalam konseling perorangan.
9)      Menerapkan tehnik-tehnik pengubahan tinghkah laku dalam konseling perorangan.
10)  Mengevaluasi proses dan hasil konseling perorangan.
11)  Membuat catatan dan menyusun laporan konseling perorangan (laporan khusus) sesuai dengan kode etik BK (priyatno, dkk, 1999).
Dalam merencanakan langkah-langkah (program) konseling pribadi adalah sebagai berikut:
1)      Karena konseling merupakan tehnik bimbingan yang berpusat pada penyelesaian persoalan pribadi, maka langkah awal adalah usaha konselor dan conseler (terseluruh) untuk memahami dengan tepat hakekat persoalan itu. Karena konselor menempuh jalan percakapan langsung maka kesempatan pertama untuk membatasi persoalan sepenuhnya diberikan terseluruh. Persoalan itu dirumuskan berdasarkan jalan pikiran, perasaan dan bahasa tersuluh yang mengalami persoalan.
2)       Murid yang mengalami konsel;ing mendapat pelayanan yang menjamin haknya atas kerahasiaan pribadi, bebas dari gangguan siapapun sehingga ia benar-benar merasa aman. Hubungan antara konselor tersuluhperlu dibina sebaik-baiknya.
3)      Pendekatan yang ditempuh ditetapkan berdasarkan pertemuan pertama. Mungkin tersuluh perlu dikirim kepada penyuluh lain yang lebih sesuai dengan pribadi dan persoalannya.
4)      Sejak awal konselor berusaha memahami perasaan, ungkapan isi hati dan sabar menunggu terungkapnya persoalan sebenarnya.
5)      Dalam wawancara konselor membantu menyelami perasaan dan pengalaman yang diceritakan kenyataan-kenyataan yang berhubungan langsung dengan persoalan.
6)      Konselor mengisi format konseling yang telah disiapkan untuk menampung hasil wawancara baik verbal maupun data non verbal.
7)      Memberikan interpetasi pada data merupakan langkah yang ditentukan oleh tersuluh. Interpretasi dapat disepakati bersama bila si tersuluh sudah siap menerimanya. Konselor yang terampil memiliki kemampuan untuk merumuskan makna tiap-tiap data, makna hubungannya dan keseluruhannya, dalam pengertian yang jelas dan mudah dipahami.
8)      Mengembangkan rangkaian kegiatan positif. Tersuluh membutuhkan keberanian untuk bersikap ralistis, artinya menerima tanggung jawab untuk melakukan pilihan secara sukarela dan sengaja. Konselor dalam tahap ini akan menunggu dengan sabar dan penuh perhatian, tidak perlu tergesa-gesa menyarankan program yang tuntas dan mutlak. Ia member kesempatan tersuluh modifikasi dalam perencanaan tersuluh tentang diri pribadinya sendiri.
9)      Konselor menyiapkan kesempatan untuk melanjutkan konseling setelah rencana kegiatan selesai disusun dan ditetapkan untuk melaksanakan tersuluh.

10)  Konselor membuat sebuah lampiran yang meliputi proses konseling. Adapun keperluan membuat laporan adalah:
a.       Untuk dokumentasi
b.      Untuk dikomunikasikan pada urusan antar sekolah
c.       Untuk menjaga kemungkinan penggunaannya kembai.
11)  Tindak lanjut, dilaksanakan secara sistematis untuk meyakinkan tersuluh bahwa konselor bersifat terbuka baginya dan bukan member kesan  bahwa konselor mengawasinya.
Dalam konseling pada setiap kasus tentang kebiasaan siswa, langkah-langkah tersebut dapat diikuti agar proses konseling merupakan inti dari program bimbingan.













DAFTAR PUSTAKA
Drs. H. Mulyadi, M. Pd. I. 2010. Diagnosis Kesulitan Belajar dan Bimbingan Terhadap Kesulitan Belajar Khusus.Yogyakarta : Nuha Litera



Tidak ada komentar:

Posting Komentar