TUGAS KELOMPOK 7
MATA KULIAH DIAGNOSIS KESULITAN BELAJAR
“Bimbingan Dan Konseling terhadap Siswa Berkebiasaan Buruk”
Dosen pengampu oleh Triyani Ratnawuri, M.Pd
.
Disusun
Oleh:
Nama NPM
1.
Risna Wati 11210063
2.
Duwi Lestari 11210079
3.
Retna Windi Astuti 11210095
4.
Iwan Sanjaya 11210083
KELAS B
SEMESTER 5
PENDIDIKAN EKONOMI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH METRO
2013
BAB VIII
BIMBINGAN DAN
KONSELING TERHADAP MURID BERKEBIASAAN BURUK, MURID LAMBAT BELAJAR DAN MURID
CEPAT BELAJAR
B.BIMBINGAN DAN KONSELING TERHADAP SISWA BERKEBIASAAN
BURUK
A. Pengertian Murid Berkebiasaan Buruk Dan Ciri-Cirinya
Kebiasaan
(habist) dapat diartikan sebagai
suatu kecenderungan atau sifat yang secara konstan (tetap) terlihat dalam
kelakuan seseorang, untuk bertindak dengan suatu cara tertentu. Kebiasaan
terbentuk dari berbagai pengalaman yang sering diulang-ulang yang menyebabbkan
seseorang memiliki tipe tingkah laku tertentu dalam situasi-situasi yang ada.
Misalnya :Amir mempunyai kecenderungan untuk tetap merokok,berarrti dia
memiliki kebiasaan merokok sehingga disebut perokok.
Seseorang yang sering mengejek,
menghina, minum-minuman keras dan bentuk aktifitas lain yang sejenis disebut
kebiasaan buruk karena bertentangan dengan nilai-nilai yang pada umumnya dianut
orang. Dengan demikian yang dimaksud dengan murid yang berkebiasaan buruk
adalah perbuatan atau sikap seorang murid yang berulangkali dilakukan dengan
sengaja dan sifatnya bertentangan dengan perbuatan atau sikap sebagaimana
diharapkan daripadanya oleh orang lain (Badan Penelitian dan Pengembangan
Pendidikan (BPsK), Jakarta:1987). Sekolah
tidak dapat melepas diri dari situasi kehidupan masyarakat. Sekolah mempunyai
tanggung jawab untuk membantu para murid baik sebagai pribadi maupun sebagai
anggota masyarakat. Sebagai suatu lembaga pendidikan formal, sekolah
bertanggungjawab untuk mendidik dan menyiapkan murid agar berhasil menyesuaikan
diri di masyarakat dan mampu memecahkan berbagai masalah yang dihadapinya
sebagai akibat dari kemajuan perkembangan zaman. Dalam situasi inilah bimbingan
dan konseling akan terasa diperlukan sebagai suatu bentuk bantuan kepada murid.
Adapun
cirri-ciri murid yang termasuk dalam kategori berkebiasaan buruk adalah:
a.
Kebiasaan yang ada pada seseorang murid terlihat dalam
tindakan dan sikap yang dilakukan berulangkali karena bertentangan dengan norma
yang dianut oleh kelompoknya. Dengan demikian sifat “buruk” hanya berlaku
karena dibandingkan peraturan tertentu yang semula telah diakui atau disepakati
bersama dalam kelompok. Misalnya: disekolah berlaku ketentuan bahwa setiap
murid harus memakai seragam, maka murid yang tidak menghiraukan ketentuan ini
dan tidak memakai seragam disekolah, dapat disebut kebiasaan buruk.
b.
Kebiasaan murid yang bertentangan dengan norma yang dianut
dalam lingkungan masyarakatnya. Misalnya :kebiasaan berdusta,kurang sopan
terhadap orang tua atau guru disekolah disebut kebiasaan buruk.
c.
Kebiasaan yang bertentangan dengan kesusilaan baik yang
diharapkan orang lain maupun terhadap diri sendiri. Misalnya: tidak
memperhatikan cara berpakaian atau berpakaian kurang sopan.
d.
Murid yang memiliki sifat atau watak tertentu yang tidak
baik. Misalnya: tidak memperhatikan cara berpakaian atau berpakaian kurang
sopan.
e.
Murid yang memiliki sifat atau watak tertentu yang tidak
baik. Misalnya: pemarah dan sebagainya.
f.
Tindakan yang dilakukan murid sehingga dapat merugikan
dirinya sendiri maupun lingkungannya. Misalnya: berdusta, mencuri dan
sebagainya.
g.
Tindakan yang menjadi problem dalam pengajaran yaitu problem
kronis atau adanya gejala yang menunjukkan bahwa murid mengalami kesulitan
hubungan social.
B. Jenis-Jenis Kebiasaan Buruk
a)
Murid yang Agresif
Murid yang agresif mempunyai
kebiasaan atau kecenderungan untuk menyerang anak lain bahkan kadang-kadang
gurunya, terutama bila berselera atau mendapat kesempatan untuk menantang dan
menyerang.
b)
Anak Pemarah dan
Mudah Tersinggung
Baik dirumah maupun disekolah, guru dan orang tua kadang-kadang berhadapan
dengan murid yang belum mampu menguasai diri, belum sanggup menahan perasaan.
Apabila sikap dan tingkah laku itu berulangkali terjadi, dapat dikatakan murid
tersebut telah terlanjur memiliki kebiasaan buruk, yang tidak menguntungkan
dirinya sendiri maupun diri murid lainnya di sekolah. Murid yang memiliki
kebiasaan demikian seolah-olah penuh dengan perasaan tidak senang, marah,
benci, dan secara mendadak meledak menjadi tindakan yang menyatakan kesedihan
atau kemarahan yang sukar dikendalikan, baik oleh orang dewasa maupun dirinya
sendiri. Ia mengamuk, memukul, melempar benda-benda yang ada di sekitarnya,
menangis dan berusaha melukai perasaan orang lain.
Ada pula yang menyalurkan perasaan marah atau benci dan membual,
menyombongkan diri sambil mengecilkan dan merendahkan orang lain. Pada yang
lain ada yang menunnjukkan rasa marah dengan menolak, membisu atau menyendiri
dalam kelompoknya. Kebiasaan buruk ini banyak terdapat pada anak-anak, namun
ada pula yang berkebiasaan demikian sampai pada masa pra remaja.
c)
Murid yang
Menguasai Murid Lain
Murid yang berkebiasaan buruk seperti ini sampaihati melukai murid lain
baik fisik maupun perasaannya. Ia akan bangga kalau melihat murid yang lebih
kecil jauh, menangis dan menderita. Ia berusaha mengganggu karena menganggap dirinya paling hebat
sehingga orang lain takut kepadanya. Suka mengancam dan menakut-nakuti murid
lain agar mengikuti keinginannya.
Seorang murid yang berkebiasaan buruk demikian, dan mengganggu ketenangan
dan ketentraman murid lain didalam kelas. Murid lain yang menjadi korban tidak
berani memberitahukan kepada guru atau orang tuanya karena takut ancaman.
d)
murid Curang,
Menipu, Mencuri, dan Berdusta
murid yang bias mengambil barang
atau benda kecil yang hampir tidak berharga, akan dapat berubah, menjadi
pencuri kecil akhirnya dapat menjadi pencuri ulung. Hal ini sesui dengan
pendapat E.W. Detjen dan M.F. Detjen:”A
single stealing episode on dishonesty. Having once learned to steal, however he
may easily acquire the habit on soon become a hardened thief (EW. Detjen
and M.F. Detjen, 1952).
Suatu peristiwa mencuri tidak
berarti murid akan jatuh pada kehidupan yang tidak baik, tetapi berarti murid
telah belajar mencuri sehingga memungkinkan ia mempunyai kebiasaan mencuri.
Oleh sebab itu setiap peristiwa pencurian oleh murid disekolah perlu ditangani
secara sungguh-sungguh dan seksama.
Kecurangan dalam mengajarkan test
tidak selamanya menandakan murid yang melakukan tidak bisa dipercaya.
Kecenderungan ini timbul apabila test terlalu sukar, sehingga anak tersebut
merasa takut akan mendapatkan hasil yang jelek.
Berdusta yang dilakukan oleh
murid menunnjukkan kurang mempunyai memenuhi persyaratan baku orang dewasa
sehingga banyak memberikan tafsiran yang salah. Daya fantasi seorang anak
kadang-kadang hanya isapan jempol saja dan seringkali berdusta dilakukan untuk
menutupi harga diri atau kekurangannya.
e)
Anak yang Iri Hati
Kebiasaan murid yang iri hati terlihat dalam berbagai bentuk sikap
misalnya: acuh tak acuh, mencari kesalahan teman lain, menjatuhkan nama teman
dan sebagainya. Anak yang menderita sakit kepala, gagap dalam bahasa dan
kelihatan mementingkan dirinya sendiri serta kurang memperhatikan orang lain
disekitarnya. Murid yang berkebiasaan buruk seperti ini memerlukan bantuan guru
dan orang tua agar emosinya dapat berkembang dengan wajar dan sehat.
f)
Murid Pemalu, Sukar
Bergaul, dan Menyendiri
Murid jenis ini mudah tersinggung perasaannya, benar-benar menderita karena
tidak banyak mengalamikebahagiaan dirumah maupun disekolah. Biasanya karena
mempunyai kekurangan fisik sehingga rendah diri. Dibandingkan murid agresif,
maka murid ini lebih memerlukan bantuan. Ia perlu diperlakukan seperti murid
yang lain agar tidak merasa rendah diri dalam bergaul.
g)
Murid yang Selalu
Berusaha Menarik Perhatian
Murid ini dengan berbagai cara berusaha agar dapat menarik perhatian
teman-teman dan gurunya. Mungkin berteriak, membuat gaduh didalam kelas dan
menangis. Kadang-kadang berpura-pura sakit, murid ini perlu mendapat perhatian
yang wajar untuk membantu kebiasaan yang kekanak-kanakan itu.
h)
Murid Berkebiasaan
Kurang Aturan, Kurang Sopan dan Kurang Tata Krama
Pelajaran akhlak, budi pekerti, sopan santun dan sejenisnya banyak
diajarkan di sekolah. Meskipun demikian di sekolah atau di rumah masih ada
murid yang berkebiasaan buruk yaitu bertentangan dengan apa yang dipelajari di
sekolah. Kenyataan itu membuktikan bahwa pelajaran akhlak, budi pekerti belum
berhasil sepenuhnya baik yang diberikan secara langsung di sekolah maupun
kebiasaan sehari-hari yng di lakukan di rumah.
C. Sebab-sebab
Murid Berkebiasaan Buruk
Pembimbing harus memberi arti terhadap data yang telah
terserap dengan berbagai alat dan metode sehingga tergambar jelas
kemungkinan-kemungkinan kelakuan buruk dan sebab-sebabnya. Rumusan tentang
sebab kelakuan buruk menjadi dasar bagi pembimbing untuk menetapkan
langkah-langkah bimbingan dan konseling untuk menolong murid yang yang
berkelakuan buruk. Dalam hal ini pembibing dituntut untuk memahami pribadi
murid secara mendalam dan juga terhadap factor-faktor pembentuknya.
Hampir semua kebiasaan buruk disebabkan penyesuaian sosila
yang salah (social maladjusted).
Untuk pertumbuhan pribadi yang sehat, manusia melakukan penyesuaian sejak
lahir. Penyesuaian diri pada lingkungan social tumbuh berkembang sejalan dengan
bertambahnya usia dan kematangan pribadi.
Dengan demikian manusia perlu menumbuhkan keseimbangan dalam
kehidupannya, meskipun tidak dapat tercapai karena berbagai factor antara lain
kelelahan, penyakit, kegagalan, konflik, kemerosotan nilai dan moral dan
sebagainya. Manusia yang lepas dari jalur keseimbangan keraja akan melakukan
penyelewengan. Orang yang menyeleweng daripada pola hidup akan mengalami
konflik dalam hidupnya, sehingga dapat menimbulkan perasaan tagang dan
bersalah. Untuk melepaskan diri dari ketegangan itu ia akan memilih salah satu
dari kemungkinan menyesuaian diri yaitu:
a.
Penyesuaian yang langsung dapat memecahkan masalah
b.
Penyesuaian sebagai dengan kelakuan mempertahankan diri
c.
Penyesuaian yang salah tidak membawa penyelesaian (BPsK),
Jakartaa:1987).
a)
Penyesuaian yang langsung dapat memecahkan masalah
Cara penyesuaian ini dapat dibenarkan karena langsung dapat memecahkan persoalan,
misalnya bentuk penyesuaian submilasi, maksudnya apabila individu gagal dalam
suatu hal, langsung mengalihkan perhatian pada cita-cita lain yang lebih sesuai
dan diharapkan akan lebih berhasil daripada sebelumnya.
b)
Penyesuaian sebagai dengan kelakuan mempertahankan diri
Bentuk yang kedua dengan penyesuaian diri dengan tingkah laku
mempertahankan diri terdiri dari dua bentuk yaitu: membela diri dan pengunduran
diri. Pola tingkah laku membela diri: kopensasi, proyeksi, rasionalisasi,
identifikasi, dan represi. Sedangkan pola tingkah laku pengunduran diri
berbentuk: regresi, negativism, disasosiasi, dan subtitusi. Jadi pola-pola
distas merupakan penyesuaian diri yang kurang tepat dan tidak dibenarkan.
c)
Penyesuaian yang salah yang tidak membawa penyelesaian
Bentuk penyesuaian yang salah sama sekali jika usaha tidak memberikan hasil
akan tetapi justru membawa malapetaka yaitu dalam bentuk gangguan kejiwaan dan
bersifat kejasmanian (psikomotoris). Adapun kebiasaan murid dalam bentuk
penyesuaian yang salah dapat digolongkan sebagai berikut :
1)
Gejala-gejala murid yang agresif. Mudah marah, sering
berbuat curang, menolak pembetulan, saling bertengkar, tidak bertanggung jawab,
sering mengantuk, sering membolos, pelanggaran dalam seks, suka mencuri, kejam
terhadap hewan, membalas dendam dengan serangan, menguasai teman-teman yang
lemah.
2)
Gejala-gejala murid yang mengundurkan diri: perasaannya
halus, lamban dalam merespon stimulus, suka mengeluh, pesimistis, sering merasa
curiga, sering bermain sendiri, sering merasa cemas, sering melamun, penakut,
berpura-pura sakit, sering menggigit kuku, mudah gugup, mudah menangis, sering
bermain dengan teman yang lebih muda, sering iri hati, sering merasa sedih dan
sebagainya.
D. Langkah
Bimbingan yang Ditempuh
Meskipun ada langkah umum yang
dikemukakan, namun konselor atau guru harus bersifat fleksibel dan dapat
menyesuaikan dengan kemungkinan-kemungkinan pelaksanaan yang nyata. Berikut ini
merupakan saran yang dapat ditempuh oleh konselor dalam memberikan bimbingan terhadap
murid yang berkebiasaan buruk.
a)
Usaha Pencegahan
Usaha pencegahan yang dilakukan adalah menciptakan kondisi sekolah lebih
sehat yang menunjang bagi perkembangan social dan kesehatan mental anak.
Langkah-langkah pencegahan yang dapat ditempuh konselor atau guru adalah:
1)
Menciptakan lingkungan sekolah yang memungkinkan adanya
pergaulan yang sehat dan tanpa mengelompokkan murid yang kaya dengan yang
miskin, murid yang pandai dan yang bodoh, murid yang cantik dan yang jelek serta
jenis pengelompokkan lain yang sejenis.
2)
Kurikulum dan bahan pengajaran modul disesuaikan pada
kebutuhan murid sejalan dengan tingkat perkembangan dengan metode penyajian
yang bervariasi dan penggunaan sumber beraneka ragam.
3)
Hubungan antara guru dengan murid yang akrab dengan
memperhatikan kaidah-kaidah dan norma-norma serta batas tanggung jawab yang jelas.
Kesulitan yang kini banyak menumbuhkan kebiasaan-kebiasaan buruk disekolah
nampaknya menyamaratakan perasaan, pengetahuan, keterampilan dan pengalaman
murid sangat merugikan akan pribadinya yang perlu dihormati. Sebagaimana guru
juga mengharapkan para murid mengakui dan menghormati pribadinya.
b)
Usaha Referal
Melakukan penyerahan (referral)
dari para kasus yang memerlukan bimbingan dari tenaga ahli yang berwenang (W.S.
Winkel, 1997). Murid berkebiasaan buruk yang sosial sehingga berbahaya bagi
orang lain perlu mendapat bantuan dari seseorang penasehat social. Untuk kasus
kebiasaan buruk yang belum parah maka konselor bersama-sama guru aka dapat
mengatasi. Tetapi apabila kasus itu sudah para hendaknya guru menyerahkan kasus referral
itu kepada konselar atau kepada lembaga yang berwenang menangani kasus
tersebut. Cara melaksanakan perlu memperhatikan beberapa hal yaitu :
1)
Penyerahan hanya dilaksanakan untuk member
pertolongan/bantuan dan bukan untuk menakut-nakuti murid.
2)
Penyerahan tidak dimaksudkan memperuncing masalah yang
dihadapi murid yang mengalami kasus.
3)
Penyerahan kasus dilaksanakan dengan penuh kehangatan dan
keramah tamahan.
c)
Usaha Konseling Kelompok
(group counseling)
Dalam konseling kelompok (group counseling) berlangsung dalam kelompok
dimana terjadi interaksi antara konselor dengan beberapa konseler
(tersuluh) dan antara konseler (tersuluh) yang satu dengan yang lain. Namun
tujuan utama bukan mengembangkan kesatuan kelompok itu untuk menemukan
penyelesaian terhadap masalah yang memberatkan dirinya (W.S. Winkel,1997).
Konseling kelompok diberlakukan bagi murid-murid yang sudah dapat
mengadakan kontak dengan orang lain dengan bahasa lisan.
Adapun cara meleksanakannya adalah:
1)
Kelompok ditunjukkan oleh pembimbing dengan memperhatikan
keseimbangan murid agresif dan murid pasif.
2)
Kelompok berdiskusi tiga kali seminggu.
3)
Tujuannya adalah saling mengenal satu sama lain, melihat
persamaan dalam tujuan dan kesulitan yang dialami masing-masing murid.
4)
Konselor bertugas menciptakan suasana akrab dan menjelaskan
bahwa dalam pertemuan itu murid akan menjajagi persoalan hubungan-hubunga yang
dialaminya. Mula-mula murid bersikap bertahan kemudian berkembang menjadi
percakapan terbuka yang semakin mendalam mengenai kesulitan yang dihadapi.
5)
Pembicaraan cenderung berkisar pada pengalaman masing-masing
murid, selain itu dalam pembicaraan dijelaskan mengenai persoalan dan cara-cara
yang dapat dilakukan untuk mengatasi kebiasaan buruk tersebut.
Dalam kaitanya dengan penyelenggaraan konseling kelompok, priyatno,
ddk,mmemberikan pedoman (petunjuk) sebagai berikut.
1)
Memberikan penjelasan dan contoh tentang perbedaan
masalah-masalah yang dapat ditangani dengan bentuk pelayanan BK lainnya.
2)
Menjelaskan dan memberikan contoh-contoh tujuan dan kegunaan
bimbingan konseling atau kelompok.
3)
Membentuk kelompok atau keperluan bimbingan/konseling
kelompok dengan memperhatikan karakteristik kelompok.
4)
Mengatur formasi kelompok untuk keperluan penyelenggaraan
bimbingan konseling kelompok.
5)
Memberikan penstrukturan dalam bembingan atau konseling
kelompok.
6)
Menerapkan asas-asas BK dalam bimbingan atau konseling
kelompok.
7)
Menciptakan suasana kelompok yang harmonis, permisif dan
saling member tahap kegiatan (pengawalan, peraliahan, kegiatan, dan
pengakhiran).
8)
Mengevaluasi proses dan hasil bimbingan atau konseling
kelompok.
9)
Membuat catatan dan menyusun laporan hasil bimbingan atau konseling
kelompok sesuai dengan kode etik (priyatno, dkk,1999).
d)
Menyelenggarakan
Konseling Pribadi
Konseling merupakan layanan yang teratur, terarah dan terkontrol, serta
tidak diselenggarakan secara acak ataupun seadanya. Sasaran (subjek penerima
sasaran), tujuan, kondisi dan metodologi penyelenggaraan layanan telah
digariskan dengan jelas. Sebagai rambu-rambu pokok dalam pelaksanaan layanan
konseling, munro, dkk. (1979) mengemukakan tiga dasar etika konseling, yaitu:
(a) kerahasiaan, (b) keterbukaan, (c) tanggungjawab pribadi klien. Layanan
konseling ditandai dengan adanya cirri-ciri yang melekat pada pelaksanaan
layanan, yaitu bahwa:
1)
Layanan itu merupakan usaha yang disengaja.
2)
Tujuan layanan tidak boleh laindari pada untuk kepentingan
dan kebahagiaan klien.
3)
Kegiatan layanan diselenggarakan dalam format yang telah ditetapkan.
4)
Metode dan teknologi dalam layanan berdasar teori yang telah
teruji.
5)
Hasil layanan dinilia dan diberi tindak lanjut (priyatno,
dkk, 1999).
Dalam penyelenggaraan konseling
perorangan, priyatno dkk, juga memberikan pedoman (petunjuk) sebagai berikut:
1)
Memberikan penjelasan dari contoh masalah-masalah yang dapat
ditangani melalui konseling perorangan dari masalah-masalah yang perlu
ditangani melalui bentuk-bentuk layanan BK lainnya.
2)
Menjelaskan dan memberikan contoh-contoh tentang tujuan dan
kegunaan konseling perorangan.
3)
Menerima klien dalam suasana yang hangat, akrab dan apa
adanya dalam menerima suasana konseling perorangan.
4)
Mengatur reformasi pelaksanaan konseling perorangan.
5)
Memberikan penstrukturan dalam konseling perorangan.
6)
Menerapkan asas-asas BK dalam konseling perorangan.
7)
Menerapkan tehnik-tehnik dasar umum dalam konseling
perorangan.
8)
Menerapkan tehnik-tehnik khusus dalam konseling perorangan.
9)
Menerapkan tehnik-tehnik pengubahan tinghkah laku dalam
konseling perorangan.
10)
Mengevaluasi proses dan hasil konseling perorangan.
11)
Membuat catatan dan menyusun laporan konseling perorangan
(laporan khusus) sesuai dengan kode etik BK (priyatno, dkk, 1999).
Dalam merencanakan langkah-langkah (program) konseling pribadi adalah
sebagai berikut:
1)
Karena konseling merupakan tehnik bimbingan yang berpusat
pada penyelesaian persoalan pribadi, maka langkah awal adalah usaha konselor
dan conseler (terseluruh) untuk
memahami dengan tepat hakekat persoalan itu. Karena konselor menempuh jalan
percakapan langsung maka kesempatan pertama untuk membatasi persoalan
sepenuhnya diberikan terseluruh. Persoalan itu dirumuskan berdasarkan jalan
pikiran, perasaan dan bahasa tersuluh yang mengalami persoalan.
2)
Murid yang mengalami
konsel;ing mendapat pelayanan yang menjamin haknya atas kerahasiaan pribadi,
bebas dari gangguan siapapun sehingga ia benar-benar merasa aman. Hubungan
antara konselor tersuluhperlu dibina sebaik-baiknya.
3)
Pendekatan yang ditempuh ditetapkan berdasarkan pertemuan
pertama. Mungkin tersuluh perlu dikirim kepada penyuluh lain yang lebih sesuai
dengan pribadi dan persoalannya.
4)
Sejak awal konselor berusaha memahami perasaan, ungkapan isi
hati dan sabar menunggu terungkapnya persoalan sebenarnya.
5)
Dalam wawancara konselor membantu menyelami perasaan dan
pengalaman yang diceritakan kenyataan-kenyataan yang berhubungan langsung
dengan persoalan.
6)
Konselor mengisi format konseling yang telah disiapkan untuk
menampung hasil wawancara baik verbal maupun data non verbal.
7)
Memberikan interpetasi pada data merupakan langkah yang
ditentukan oleh tersuluh. Interpretasi dapat disepakati bersama bila si
tersuluh sudah siap menerimanya. Konselor yang terampil memiliki kemampuan
untuk merumuskan makna tiap-tiap data, makna hubungannya dan keseluruhannya,
dalam pengertian yang jelas dan mudah dipahami.
8)
Mengembangkan rangkaian kegiatan positif. Tersuluh
membutuhkan keberanian untuk bersikap ralistis, artinya menerima tanggung jawab
untuk melakukan pilihan secara sukarela dan sengaja. Konselor dalam tahap ini
akan menunggu dengan sabar dan penuh perhatian, tidak perlu tergesa-gesa
menyarankan program yang tuntas dan mutlak. Ia member kesempatan tersuluh
modifikasi dalam perencanaan tersuluh tentang diri pribadinya sendiri.
9)
Konselor menyiapkan kesempatan untuk melanjutkan konseling
setelah rencana kegiatan selesai disusun dan ditetapkan untuk melaksanakan
tersuluh.
10)
Konselor membuat sebuah lampiran yang meliputi proses
konseling. Adapun keperluan membuat laporan adalah:
a.
Untuk dokumentasi
b.
Untuk dikomunikasikan pada urusan antar sekolah
c.
Untuk menjaga kemungkinan penggunaannya kembai.
11)
Tindak lanjut, dilaksanakan secara sistematis untuk
meyakinkan tersuluh bahwa konselor bersifat terbuka baginya dan bukan member
kesan bahwa konselor mengawasinya.
Dalam konseling pada setiap kasus
tentang kebiasaan siswa, langkah-langkah tersebut dapat diikuti agar proses
konseling merupakan inti dari program bimbingan.
DAFTAR PUSTAKA
Drs. H. Mulyadi, M. Pd. I. 2010. Diagnosis Kesulitan
Belajar dan Bimbingan Terhadap Kesulitan Belajar Khusus.Yogyakarta : Nuha
Litera
Tidak ada komentar:
Posting Komentar