TUGAS KELOMPOK
ASPEK
PSIKOLOGI DARI KESULITAN BELAJAR
untuk
memenuhi syarat mata kuliah diagnosa pembelajaran
DISUSUN OLEH
Kelompok
4
Kelas
B
Nur
hayati 11210058
Dewi
oktaviani 11210078
Devi
liana sari 11210099
Ahmad
rismun h 11210073
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH METRO
2013
BAB 1
ASPEK
PSIKOLOGiI DARI KESULITAN BELAJAR
1.Latar belakang
Seperti
halnya ilmu kedokteran,psikologi juga terus-menerus terlibat dalam upaya
penanggulangan kesulitan belajar.karena implementasi psikologi dari kesulitan
belajar maka banyak berkesulitan belajar yang dikirim oleh guru ke psikologi
untuk memperoleh pemeriksaan psikologis.para psikolog merupakan salah satu
anggota tim yang sangat penting dalam
penanggulangan kesulitan belajar,terutama dalam pada tahap diagnosisdan
emberian rekomendasi upaya perbaikan agar guru dapat berkomunikasi dengan baik
dalam timm multidisipliner maka salah satu keharusan yang sngat penting adalah
memahami aspek psikologidari kesulitan belajar.untuk memenuhi tuntutan tersebut maka dalam bab ini akan
dibahas aspek psikologo perkembangan,aspek psikologibehavioral,dan aspek
psikologi dari kesulitan belajar.
2.Tujuan
Ada
tiga macam tujuan yang hendak dicapai melalui pembahasan dalam bab ini,ketiga
tujuan tersebut adalah agar anda dapat memahami:
1.Aspek psikologi perkembangan dari
kesulitan belajar
2.Aspek psikologi behavioral dari kesulitan
belajar dan
3.Aspek psikologi kognitif dari
kesulitan belajar
BAB 11
PEMBAHASAN
1.
Aspek psikologi perkembangan dari
kesulitan belajar
Ditinjau
dari aspek psikologi perkembangan,ada pola perkembangan yang bersifat umum dan ada yang bersifat individual.pola
perkembanganyang bersifat umum didasarkan atas hasil generalisasi pola
perkembangan manusia pada umumnya. Pola perkembangan ini sangat besar manfaanya
bagi anak normal atau anakpada umumnya. Pola perkembangan individual berbeda-beda
antar anak satu dari anak lainnya. Pola perkembangan individual sangat
bermanfaat bagi upaya penyusunan progam pendidikan yang sesuai dengan laju
perkembangan tiap anak.
Pola
perkembangan umum atau polaperkembangan anak normal dapat di jadikan dasar
untuk menentukan anak berkesulitan belajar, kesulitan belajar disebabkan oleh
faktor kematangan. Bertorak semacam pandangan itu, mempercepat atau menghambat
proses perkembangan dapat menimbulkan masalah belajar. Lingkungan sosial yang
berupaya mempercepat proses perkembangan anak dapat menimbulkan kesulitan
belajar, begitu pula dengan lingkungan sosial yang tidak memberikan stimulasi
terhadap suatu fungsi yang telah matang untuk berkembang.
Bertolak dari
aspek psikologi perkembangan, ada dua konsep yang perlu diperhatikan, yaitu
kelambatan kematangan dan tahapan-tahanan perkembangan. Berdasrkan dua konsep
tersebut maka perlu dipahami implikasinya bagi upaya penanggulanagn kesulitan
belajar.
a. Kelambatan Kematangan
Ditinjau
dari aspek psikologi perkembangan, kesulitan belajar dapat dipandang sebagai
kelambatan kematangan fungsi neurologis tertentu. Menurut pandangan ini, tiap
individu memiliki laju perkembangan yang berbeda-beda, baik dalam fungsi
motorik, kognitif, maupun afektif. Oleh karena itu, anak yang memperlihatkan
gejala kesulitan belajar tidak selayaknya dipandang sebagai memiliki disfungsi
neurologis tetapi sebagai perbedaan laju perkembangan berbagai fungsi tersebut.
Para pengajar pandangan keterlambatan kematangan berhipotesis bahwa anak berkesulitan
belajar tidak terlalu berbeda dari anak yang tidak berkesulitan belajar, dan
kelambatan kematangan keterampilan tertentu dipandang sebagai bersifat
sementara. Konsep keterlambatan kematangan keterampilan pada suatu pandangan
bahwa banyak kesulitan belajar tercipta karena anak didorong atau dipaksa oleh
lingkungan sosial untuk mencapai kinerja akadenik ( academic performance )
sebelum mereka siap untuk itu.
Tuntutan-tuntutan
dari sekolah dan upaya mengajar sesuatu yang tidak sesuai dengan tahapan perkembangan
anak dapat menimbulkan kesulitan belajar. Pandangan ini didukung oleh hasil
penelitian Koppitz (Lemer, 1998:169), yang selama lima tahun melakukan suatu
studi terhadap 177 anak berkesulitan
belajar yang ditempatkan dikelas khusus. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa
sebagian besar dari anak-anak tersebut memperlihatkan kelambatan kematangan
Menurut Koppitz, anak-anak berkesulitan belajar memerlukan waktu satu atau dua
tahun lebih banyak dari pada yang diperlukan oleh anak yang tidak berkesulitan
belajar untuk menyelesaikan tugas-tugas sekolah. Selain itu, hasil penelitian
Koppitz menunjukan bahwa jika anak-anak berkesulitan belajar diberikan waktu
dan bantuan yang cukup mereka ternyata mampu mengerjakan tugas-tugas akademik
secara baik, menurut Lerner (1988:160).
Pandangan
kelambatan kematangan juga didukung oleh hasil penilitian yang dilakukan oleh
Silver dan Hagin. Hasil penelitian terhadap anak-anak yang didiagnosis
berkesulitan belajar membaca dan memperoleh pelayanan pendidikan khusus, beberapa
tahun kemudian, setelah mereka berusia antara 16 hingga 24 tahun, banyak diantara mereka yang tidak
memperlihatkan kesulitan dalam orientasi ruang, dalam membedakan bunyi-bunyi,
dalam membedakan kiri-kanan, meskipun pada masa anak-anak mereka memperlihatkan
adanya problema-problema tersebut. Melalui proses pematangan, beberapa dari
berbagai problema tersebut menghilang, tetapi ada juga yang masih menetap.
Pandangan
lain tentang pengaruh kematangan terhadap kesulitan belajar dikemukakan oleh
Samuel A. Kirk seperti dikutip oleh Lerner (1988:169), pada tahap-tahap awal
perkembangan anak secara normal cenderung menampilkan fungsi-fungsi yang
menyenangkan dan menghindari yang tidak menyenangkan. Ketika suatu fungsi
mengalami kelambatan kematangan, anak berkesulitan belajar malah menghindari
dan menarik diri dari aktivitas-aktivitas yang menuntut fungsi tersebut.
Akibatnya, fungsi yang ditolak tersebut gagal untuk berkembang sehingga
kesulitannya menjadi semakin parah.
Konsep
kematangan mengemukakan bahwa penyebab utama kesulitan belajar adalah
ketidakmatangan. Implikasi dari teori ini adalah bahwa anak-anak yang lebih
muda dan kurang matang dalam suatu tingkat kelas disekolah akan cenderung
mengalami kesulitan belajar yang lebih berat dari pada anak yng lebih tua
dikelas tersebut. Hasil penelitian menunjukan bahwa anak-anak yang lebih muda
dalam kelas-kelas permulaan lebih memiliki kesulitan belajar dari pada
anak-anak yang lebih tua. Jika bulan kelahiran dibandingkan dengan prsentase
anak-anak berkesulitan belajar, hasil penelitian menunjukan, bahwa anak-anak
yang lebih muda, yaitu anak-anak yang dilahirkan sebelum atau dekat dengan
tanggal dan bulan masuk sekolah, lebih banyak yang dinyatakan berkesulitan
belajar dari pada yang dilahirkan jauh sebelum tanggal dan bulan masuk sekolah.
Fenomena semacam itu menurut Lerner (1988:170) disebut pengaruh tanggal lahir
(birthdate effect).
b. Tahapan- Tahapan Perkembangan
Tahapan-tahapan
perkembangan yang paling erat kaitannya dengan kesulitan belajar disekolah
adalah tahapan-tahapan perkembangan kognitif. Pengerian kognisi mencakup
aspek-aspek struktur intelek yang digunakan untuk mengetahui sesuatu: yaitu
fungsi mental yang mencakup persepsi, pikiran, simbol, penalaran, dan pemecahan
masalah ( Girgagunarsa, 1981: 234 ). Perwujudan fungsi kognitif dapat dilihat
dari kemampuan anak dalam menggunakan bahasa dan matematika ( Weinmen. 1981:
142 ).
Piaget
sebagai tokoh peneliti perkembangan kognitif sesungguhnya tidak mengemukakan
penahapan berdasarkan umur. tahapan perkembangan kognitif yang didasarkan atas
umur dilakukan oleh Ginsburg dan Opper (Dirgagunarsa, 1981: 123). Adapun
tahap-tahap perkembangan kognitif tersebut adalah :
1) Tahap
Sensorimotor ( usia 0-2 tahun )
2) Tahap
Praoperasional ( usia 2-7 tahun )
3) Tahap
Konkret-Operasional ( usia 7-11 tahun )
4) Tahap
Formal-Operasional ( usia 11 atau lebih )
Dua tahun
pertama kehidupan manusia disebut periode sensoromotor. Pada periode ini anak
belajar melalui indra dan gerakan serta dengan berinteraksi dengan lingkungan
fisik. Melalui bergerak, meraba, memukul, menggigit dan memanipulasi
objek-objek secara fisik, anak belajar mengenai sifat ruang, waktu, lokasi,
ketetapan, dan sebab akibat. Sebagian dari anak-anak berkesulitan belajar
sering memerlukan lebih banyak kesempatan untuk melakukan eksplorasi motorik
semacam itu.
Lima tahun
kehidupan berikutnya, yaitu umur dua hingga tujuh tahun disebut tahapan
praoperasionl. Tahapan ini di bagi menjadi dua subtahapan, yaitu subtahapan
berpikir prakonseptual (usia 4 – 7 tahun). Berbed dari tahapan sensorimotor
yang prilakunya masih praverbal dan tidak menggunakan tanda atau simbo, pada
subtahapan ini anak mengembangkan yang dinamakan oleh piaget sebagai pungsi
simbolik. Pada usia dua hingga 4 tahun anak berkesulitan belajar sering belum
mampu mengembangkan pungsi simbolik sehingga merek memerlukan dapat
mengelompokan benda-benda atas dasar sifat khusus benda tersebut, tetapi masih
terbatas pada satu dimensi saja. Menurut piaget seperti dikutip oleh Jose dan
Weil (1980:108) anak pada sub-tahapan
ini belum dapat memsatkan perhatian pada dua dimensi yang berbeda secara
bersamaan. Pada subtahapan ini anak baru dapat menyusun benda-benda berdasarkan
satu dimensi saja, misalnya dari segi panjangnya atau besarnya saja. Pada
subtahapan berpikir intuitif anak belum mampu mengkonversikan angka-angka. Jika
keadaan anak diberikan dua deretan benda yang sama banyaknya misalnya, mungkin
anak akan mengatakan bahwa deretan yang satu akan lebih banyak dari pada
deretan yang lain karena deratannya lebih panjang. Hal ini menurut Piaget
seperti dikutip oleh Gunarsa (1981: 155) karena anak belum dapat memecahkan
masalah konversi. Anak-anak berkesulitan belajar pda usia empat hingga tujuh
tahun sering belum memiliki kemampuan untuk memahami konsep-konsep seperti panjang-pendek,
besar-kecil, jauh-dekat, banyak-dikit, dan sebagainya, sehingga mereka
memerlukan banyak bantuan dan latihan.
Pada usia antara
7 hingga 11 tahun anak berada pada tahapan operasi konkret. Pada tahapan ini
yang dapat dipikirkan oleh anak masih terbatas pada benda-benda konkret yang
dapat dilihat dan diraba. Benda-benda yang tidak jelas, yang tidak tampak dalam
kenyataan, masih sulit dipikirkan oleh anak. Itulah sebabnya seperti
dikemukakan oleh Kohlberg dan Gilligan yang dikutip oleh Gunarsa (1981: 164)
bahwa kesulitan pelajaran matematika karena adanya upaya untuk mengajarkan
kepada anak yang masih berada pada tahapan operasional konkret dengn materi
yang abstrak.
Tahapan operasi
formal dimulai pada sekitar umur 11 tahun. Pada tahapan ini anak memperlihatkan
adanya suatu masa transisi utama dalam proses berfikir. Pada tahan ini anak
telah mampu berfikir abstrak, menggunakan berbagai teori, dan menggunakan
berbagai hubungan logis tanpa harus menunjukan pada hal-hal yang konkret.
Tahapan operasi formal ini merupakan landasan yang memungkinkan anak melakukan
pemecahan berbagai masalah. Banyak anak berkesulitan belajar yang meskipun
umurnya telah mencapai 11 tahun tetapi masih berada pada tahapan operasi
konkret. Mereka memerlukan banyak bantuan dan latihan agar memiliki landasan
yang kuat untuk mencapai tahapan operasi formal. Transisi dari suatu tahapan ke
tahapan yang lain memerlukan kematangan. Menurut Piaget, tahapan-tahapan
tersebut berurutan dan hierarkis. Anak hendaknya diberi kesempatan untuk memantapkan
perilaku dan berfikir sesuai dengan tahapan-tahapan perkembangannya. Kegagalan
anak disekolah umumnya kerena sekolah sering menuntut anak-anak menggunakan
konsep-konsep abstrak dan logis dalam suatu bidang pelajaran tanpa memberikan
kesempatan yang cukup kepada anak untuk memahami tahapan-tahapan pemahaman
sebelumnya.
Secara rigkas,
pandangan kematangan didasarkan atas anggapan bahwa semua individu memiliki
tahapan-tahapan perkembangan yang alami dan waktu kematangan berbagai
keterampilan. Problema belajar pada anak mungkin hanya merupakan suatu
kelambatan dalam perkembangan dari proses tertentu. Ini merupakan hal yang
sangat penting bagi orang yang bertanggung jawab menyediakan lingkungan
pendidikan bagi anak untuk menyadari tahapan-tahapan kematangan dan
kelambatan-kelambatan kematangan yang mungkin muncul.
.
Implikasi Teori Perkembangan bagi Kesulitan Belajar
Teori
perkembangan kematangan memiliki implikasi yang bermakna untuk memahami dan
mengajar anak berkesulitan belajar. Teori tersebut mengemukakan bahwa kemampuan
kognitif anak kualitatif berbeda dari orang dewasa. Kemampuan kognitif
berkembang menurut cara yang berurutan yang tidak dapat diubah.
Suatu
implikasi penting dari pendekatan perkembangan kematangan adalah bahwa sekolah
hendaknya merancang pengalaman belajar untuk mempertinggi kemantapan
perkembangan alami. Dalam beberapa hal, lingkungan pendidikan mungkin lebih
banyak menghalangi dari pada membantu perkembangan anak. Jika sekolah membuat
tuntutan intelektual yang melebihi tahapan perkembangan anak, kesulitan belajar
mugkin akan terjadi. Tujuan penting dari sekolah seharusnya adalah untuk
memperkuat landasan berfikir anak yang dapat menjadi landasan belajar
berikutnya.
Para pendidik umumnya menggunakan
istilah kesiapan (readiness) untuk menunjuk pada taraf perkembangan kematangan
yang diperlukan sebelum keterampilan yang diinginkan dapat dipelajari. Sebagai
contoh, kesiapan untuk berjalan memerlukan suatu taraf tertentu dari
perkembangan sistem neurologis, kekuatan otot yang cukup, dan perkembangan
fungsi-fungsi motorik prasyarat tertentu. Hingga seorang bayi memiliki berbagai
kemampuan tersebut, upaya mengajarkan keterampilan berjalan akan merupakan
pekerjaan yang sia-sia.
2.
Aspek Psikologis Behavioral dari Kesulitan Belajar
Psikologi
behavioral memberikan sumbangan teori-teori penting untuk mengajar anak
berkesulitan belajar. Pusat perhatian teori-teori ini terutama pada tugas-tugas
yang diajarkan dan analisis perilaku yang dibutuhkan untuk mempelajari
tugas-tugas tersebut.pembelajaran yang bertolak pada teori ini kadang-kadang
disebut pembelajaran langsung (direct intruction), tetapi ada pula yang
menyebut belajar tuntas (mastery learning), pengajaran terarah (derected
teaching), analisis tugas (task analysis), atau pengajaran keterampilan
berurutan (sequential skill teaching). Suatu rekomendasi yang didasarkan atas
teori behavioral adalah bahwa guru hendaknya lebih memusatkan perhaian pada
keterampilan-keterampilan akademik yang diperlukan oleh anak dari pada
memusatkan pada kekurangan yang menghambat anak untuk belajar.
a. Analisis Perilaku dan Pembelajaran
Langsung
Teori-teori
behavioral menghendaki agar guru menganalisis tugas-tugas akademik yang
berkenaan dengan berbagai keterampilan yang mendasari penyelesaian tugas-tugas
tersebut. Berbagai keterampilan tersebut selanjutnya disusun dalam suaatu
aturan dan urutan logis, dan anak diealuasi untuk menentukan keterampilan yang
telah dikuasai dan yang belum dikuasai. Pembelajaran merupakan pemberian
bantuan kepada anak untuk menguasai berbagai subketerampilan yang belum
dikuasai. Pembelajaran semacam itu disebut pembelajaran langsung ( direct
intruction ).
Dalam
pembelajaran langsung suatu perilaku akhir ( terminal behavior ) yang
diharapkan dari anak dianalisis sehingga menjadi rangkaian tugas-tugas ( tasks
) yang berurutan. Berdasarkan analisis tugas ( tasks analysis ) tersebut guru
melakukan evaluasi terhadap anak untuk menentukan tugas-tugas yang belum
dikuasai; selanjutnya mengajarkan tugas-tugas yang belum dikuasai tersebut kepada
anak. Setelah anak mampu memperlihatkan semua perilaku seperti yang dituntut
dalam analisis tugas. Semua perilaku tersebut diintegrasikan sehingga perilaku
akhir yang diharapakan dapat dicapai. Ada tujuh langkah pembelajaran langsung
yang menurut Lerner ( 1988: 175 ) perludiikuti :
a. Merumuskan
tujuan pembelajaran yang harus dicapai oleh anak.
b. Menanalisis
tujuan pembelajaran kedalam tugas-tugas khusus;
c. Menyusun
tugas-tugas khusus tersebut kedalam suatu urutan yang logis;
d. Menentukan
tugas-tugas yang telah dan yang belum dikuasai oleh anak;
e. Mengajarkan
tugas-tugas yang belum dikuasai oleh anak;
f. Mengajarkan
hanya satu tugas untuk waktu tertentu, dan baru mengajarkan tugas untuk
selanjutnya bila tugas sebelumnya telah dikuasai oleh anak; dan
g. Melakukan
evaluasi untuk menentukan keefektifan program pembelajaran.
Langkah-langkah
dalam mengajarkan keterampilan berenang merupakan gambaran dari pendekatan
pembelajaran langsung. Pada mulanya guru melakuakan observasi terhadap anak
yang gagal berenang menyebrangi kolam. Berdasarkan hasil observasi tersebut
guru menganalisis berbagai keterampilan yang perlu untuk berenang seperti
mengapung diermukaan air, menahan napas pada saat menyelam, mengambil napas
dipermukaan air, meluncur, menggerakan tangan kedepan secara bergantian,
menggerakkan kaki secara lurus keatas dan kebawah, dan sebagainya. Berdasarkan
hasil analisis keterampilan, selanjutnya guru mengajarkan berbagai keterampilan
tersebut langkah demi langkah secara berurutan, membantu anak mengintegrasikan
berbagai keterampilan, dan akhirnya melakukan observasi terhadap anak yang
berenang menyebrangi kolam. Meskipun contoh tersebut bukan merupakan suatu
tugas akademik, prosedur yang sama dapat diterapkan dalam pengajaran akademik
seperti membaca, manulis, dan matematika.
b. Tahapan-tahapan Belajar
peran
guru mengetahui bahwa diperlukan suatu periode waktu tertentu bagi anak untuk
secara penuh memahami suatu konsep yang telah diajarkan. Biasanya anak tidak
secara penuh memahami suatu konsep pada saat pertama kai diajarkan. Fenomena
ini lebih banyak terjadi pada anak berkesulitan belajar dari pada anak yang
tidak berkesulitn belajar. Oleh karena itu dalam merancang kegiatan
pembelajaran, guru perlu menyadari keberadaan anak dalam tahapan belajar. Ada
empat tahapan belajar yang perlu diperhatikan yaitu perolehan (acquisition),
kecakapan (proficiency), pemeliharaan (maintenenance), dan generalisasi
(generalization).
1) Perolehan.
Pada tahapan ini anak telah terbuka terhadap pengetahuan baru tetapi belum
secara penuh memahaminya. Anak masih memerlukan banyak dorongan dan pengaruh
dari guru untuk menggunakan pengetahuan tersebut. (Contoh, kepada anak
diperlihatkan tabel perkalian lima dan konsee nya dijelaskan sehingga ia mulai
memahaninnya).
2) Kecakapan.
Pada tahap ini anak mulai memahami pengetahuan atau ketrampilan, tetapi masih
memerlukan banyak latihan. (Contoh, setelah anak memahami tabel dan konsep
perkalian lima, ia banyak diberi latihan dan bentuk menghafal atau menulis, dan
di beri macam-macam ulangn pengetahuan).
3) Pemeliharaan.
Anak dapat memelihara atau mempertahankan suatu kinerja tahap tinggi setelah
pembelajaran langsung dan ulangan penguatan (reinforcement) dihilangkan.
(Contoh, anak dapat menggunakan perkalian lima dan secara cepattanpa memerlukan
pengarahan dan ulangan penguatan dari guru).
4) Generalisasi.
Pada tahap ini anak telah memiliki dan menginternalisasikan pengetahuan yang
dipelajarinya sehingga ia dapat menerapkannya ke dalam berbagai situasi. (
contoh, anak dapat menerapkan tabel perkalian lima dalam memecahkan berbagai soal matematika ).
Bebagai harapan
dan rancangan pembelajaran yang berbeda diperlukan untuk tiap tahapan belajar.
Jika guru menyadari tahapan belajar anak, mereka dapat menyediakan pembelajaran
yang tepat untuk membantu anak bergerak dari suatu tahapan ke tahapan
berikutnya. Anak berkesulitan belajar memerlukan banyak dukungan pada tiap
tahapan belajar, mungkin melalui suatu tahapan tertentu dengan lambat, dan
mungkin memerlukan bantuan khusus untuk berpindah ke tahapan selanjutnya, terutama
tahapan generalisasi.
c. Implikasi bagi Kesulitan Belajar
Ada
beberapa implikasi teori behavioral bagi kesulitan belajar:
1.Pembelajaran langsung merupakan
pembelajaran yang efektif.
Guru perlu memahami cara melakukan
analisis tugas-tugas dari suatu tujuan pembelajaran dan cara menyusun
tugas-tugas tersebut secara Berurutan. Bagia nak berkesulitan belajar merupakan
hal yang sangat penting untuk memperoleh pembelajaran langsung dalam
menyelesaikan tugas-tugas akademik.
2. pendekatan pembelajaran langsung dapat
digabungkan dengan berbagai pendekatan lain.
Jika guru memiliki pengetahuan tentang
kekhasan gaya belajar dan kesulitan belajar anak,pembelajaran langsung dapat
menjadi lebih efektif jika digabungkan dengan pendekatn yang didasarkan atas
gya belajar anak.
3.tahapan belajar anak harus di
pertimbangkan.
Dalam merancang pembelajaran,tahapan
belajar anak merupakan konsep yang sangta penting untuk di pahami dan di
perhatikan oleh guru. Guru tidak dapat mengharapkan anak belajar secar sempurna
pada awal anak di perkenalkan pada suatu bidang bru. Bagi anak berkesulitan
belajar di perlikan usaha yang lebih banyak dari guru untuk membantu merka
melalui tahapan-tahapan belajar bila di bandingkn dengan anak yang tidak
berkesulitan belajar.
3. ASPEK PSIKOLOGI KOGNITIF DARI KESULITAN BELAJAR
Pisikologi kognitif berkenan dengan peroses belajar,berpikir,dan
mengetahui.kemampuan kognitif merupakan kelompok keterampikan mental yang
esensial pada fungsi-fungsi kemanusiaan.melalui kemampuan menggunakan kognitif
tersebut memungkinkan manusia mengetahui,menyadari,mengerti,menggunakan
abstraksi,menalar,membahas,dan menjadi kereatif.suatu analisis tentang sifat
kognitif merupakan hal yang sangat penting untuk memahami kesulitan
belajar.salah satu teori pisikologi kognitif yang membahas kesulitan belajar
adalah yang dikenal dengan teori pemrosesan pisikologi.
Seperti yang telah dikemukakan dalam Bab 1,P.L.94-142 amerika
serikatmengemukakan bahwa anak berkesulitan belajar memiliki gangguan dalam
satu atu lebih dari peroses pisikologis dasar yang diperlukan untuk belajar
disekolah.peroses pisikologis merupakan kemampuan dalam
persepsi,bahasa,ingatan,perhatian,pembentuk konsep(concept formation),pemecahan
masalah,dan sebagaynya(lerner,1988:177).implikasi dari teori gangguan
pemrosesan pisikologis adalah bahwa kekurangan atau adanya gangguan dalam
peroses kognitif tersebut merupakan keterbatasan instrinsik yang dapat menggu
peroses belajar anak banyak dari gangguan dalam peroses ini
merupakanbidang-bidang praakademik atau yang bersifat perkembangan dari belajar
teori kematangan yang telah dibahas sebelumnya dalam bab ini memandang bahwa
gangguan tersebut sebagai suatu kekurangan kesiapan,tetapi teori pemerosesan
pisikologis memandang lebih jauh dengan mendorong para guru untuk membantu anak
untuk mengembangkan kempuan-kemapuan pera akademik, yang diperlukan untuk
belajar akademik (kirk seperti dikutip oleh lerner,1988.178).
Teori pemerosesan pisikologis merupakan landasan awaldalam bidang
kesulitan belajar dengan menghubungkan dalam pemrosesan psikologis dengan
abnormalitas dalam sistem saraf
pusat.dalam mengaplikasian teori tersebut ke dalam pembelajaran,
kekurangan atau gangguan dalam persepsi auditoris dan visual memperoleh
penekanan khusus.teori ini telah me-nyediakan suatu landsan dalam melaksanakan
asesmen dan program pembelajaran anak berkesulitan belajar.
Teori pemerosesan psikologis mengangap bahwa tiap anak berbeda dalam
kemapuan mental yang mendasari merka memproses dan menggunakan informasi, dan
bahwa perbedaan tersebut mempengaruhi proses belajar anak.kesulitan belajar
dapat terjadi karena adanya kekurangan dalam fungsi pemerosesan pisikologis.
Dengan demikian,anak dengan difungsi pemerosesan auditoris,misalnya,mingkin
mengalami kesulitan dengan pendekatan pembelajaran yang menekankan kemampuan
mendengar.suatu hal yang sama adlah anak dengan disfungsi pemerosesan fisusal
mingkim mengalami kesulitan dalam belajar membaca melalui metode yang
mengutamakan kemampuan melihat.dalam kegiatan pembelajaran,teori pemerosesan
pisikologis menyarankan agar setelah guru melekukan diagnosis kemampuan dan
ketidak mampuan pemrosesan psikologis anak melalui observasi atau tes, mereka
perlu membuat prsekripsi atau “resep” metode pengajaran yang sesuai. Menurt
letner(1988:178) ada tiga rancanagn pembelajaran yang berbeda yang berasal dari
teori ini.
a. Melatih
peroses yang kurang.kegunaan metode ini adlah untuk membantu anak membangun dan
mengembangkan berbagai fungsi pemerosesan yang lemah melalui latihan.rancangan
pengejaran merupakan upaya untuk memperbaiki peroses yang kurang atau
memperbaiki ketidak mampuan dan menyiapkan anak untuk belajar lebih lanjut.
b. Mengajar
melalui peroses yang disukai. Pendekatan ini menggunakan modalitas kekuatan
anak sebagi dasar strategi pembelajaran anak yang lebih menyukai modalitas
pendengaran sebagi sarana untuk belajar diajar dengan menggunakan setrategi
pembelajaran yang lebih menekankan pada pengunaan indra penggunaan. Anak yang
lebih menyukai modalitas penglihatan di ajar dengan setrategi pembelajaran yang
lebih banyak menggunakan penglihatan: dan anak yang lebih menyukai modal tas
gerak diajar melalui setrategi pembelajaran yang mengutamakan gerakan.metode
pembelajaran yang menekankan pada modalitas pemerosesan yang disukai tersebut
oleh lener(1988:179) disebut aptitude-treatment-interation.
c. Pendekatan
kombinasi.pendekatan pengajaran ketiga merupakan kombinasi dua pendekatan
sebelumnya.alasanya adalah,bahwa guru tidak hanya menekankan pada kekuatan
pemerosesan tetapi juga secara bersamaan pisikologis memberikan landasan yang
berguna dalam bidang kesulitan belajar.konsep tersebut memberikan penjelasa
yang logis untuk memahami kesulitan belajar,tanpa menyalahkan anak yang tidak
mau belajar.konseptersebut juga memungkinkan guru untuk berupaya mengajar anak
berkesulitan belajar meskipun untuk itu guru harus bekerja keras.
EVALUASI
A. SOAL PILIHAN GANDA
1. pembelajaran langsung merupan suatu
perilaku akhir ( terminal behavior ) yang diharapkan dari anak dianalisis sehingga menjadi
rangkaian tugas-tugas yang berurutan.
langkah-lamgkah pembelajaran langsung yang menurut Lerner ( 1988: 175 ) kecuali
:
a. Merumuskan
tujuan pembelajaran yang harus dicapai oleh anak
b. Menanalisis
tujuan pembelajaran kedalam tugas-tugas khusus
c. Menyusun
tujuan tugas tersebut kedalam suatu urutan yang logis:
d. Menentukan
tugas-tugas yang telah dan yang belum dikuasai oleh anak
2. . tahapan perkembangan kognitif yang
didasarkan dari usia11 atau lebih yang dilakukan oleh Ginsburg dan Opper (Dirgagunarsa,
1981: 123). Dbawah ini tahap-tahap perkembangan kognitif tersebut adalah :
a.Tahap
Sensorimotor
b.Tahap
Praoperasional
c.Tahap Konkret-Operasional
d.Tahap
Formal-Operasional.
3.peroses pisikologis merupakan
kemampuan dalam persepsi,bahasa,ingatan,perhatian,pembentuk konsep(concept
formation),pemecahan masalah,dan sebagainya teori tersebut dikemukakan oleh
a.Lerner ( 1988:
175 )
b. Gunarsa
(1981: 155)
c. Lerner,(1988:177).
d.letner(1988:178)
4.
Aspek psikologi perkembangan anak yang berkesulitan belajar terdapat dua
konsep yang perlu diperhatikan, yaitu
a. kelambatan
kematangan dan tahapan-tahapan perkembangan.
b.kelambatan
kematangan dan tahapan-tahapan kematangan
c.kelambatan
kematangan dan tahapan kelambatan belajar
d.kelambatan
kematangan dan tahapan belajar
5. Dalam proses pembelajaran anak yang
berkesulitan belajar terdapat tahap-tahap belajar ,Pada tahap ini anak mulai
memahami pengetahuan atau ketrampilan, tetapi masih memerlukan banyak latihan,tahapan
ini disebut dengan tahapan yaitu:
a.perolehan
(acquisition)
b.kecakapan
(proficiency).
c. pemeliharaan
(maintenenance)
d. generalisasi
(generalization)
B.SOAL ESAY
1. Apa
yang dimaksud dengan Teori pemerosesan pisikologis ?
2. Sebutkan
tahapan-tahapan belajar yang perlu diperhatikan oleh guru dalam merancang
kegiatan belajar?
3. Pisikologi
behavioral memberikan sumbangan penting dalam pengajaran anak berkesulitan
belajar.sebutkan sumbangan penting dari aspek pisikologi beavioral
4. Tahapan-tahapan
perkembangan yang paling erat kaitannya dengan kesulitan belajar disekolah
adalah?
5. dalam
kegiatan pembelajaran terdapat teori pemerosesan pisikologis ,Menurt
letner(1988:178) ada tiga rancanagn pembelajaran berbeda yang berasal dari
teori ini sebutkan.
JAWABAN
A.PILIHAN GANDA
1.C
2.D
3.C
4.A
5.B
B.ESAY
1.Teori pemerosesan merupakan landasan
awaldalam bidang kesulitan belajar dengan menghubungkan dalam pemrosesan
psikologis dengan abnormalitas dalam sistem saraf pusat.dalam mengaplikasian teori tersebut ke
dalam pembelajaran, kekurangan atau gangguan dalam persepsi auditoris dan
visual memperoleh penekanan khusus.teori ini telah me-nyediakan suatu landsan
dalam melaksanakan asesmen dan program pembelajaran anak berkesulitan belajar.
2.1.perolehan (acquisition)
2.kecakapan (proficiency):
3. pemeliharaan (maintenenance)
4. generalisasi (generalization)
3.1.dalam melakukan analisis perilaku
dan pembelajaran langsung
2. tahapa-tahapan belajar
4. tahapan-tahapan perkembangan
kognitif.
5.1. Melatih peroses yang kurang
2. Mengajar melalui peroses yang disukai
3. Pendekatan kombinasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar