Senin, 27 April 2015

Makalah ASPEK PSIKOLOGI DARI KESULITAN BELAJAR



TUGAS KELOMPOK
ASPEK PSIKOLOGI DARI KESULITAN BELAJAR
untuk memenuhi syarat mata kuliah diagnosa pembelajaran

DISUSUN OLEH  
Kelompok 4
Kelas B
Nur hayati                              11210058
Dewi oktaviani                       11210078
Devi liana sari                        11210099
Ahmad rismun h                   11210073



FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH METRO
2013



BAB  1

ASPEK PSIKOLOGiI DARI KESULITAN BELAJAR
1.Latar belakang
            Seperti halnya ilmu kedokteran,psikologi juga terus-menerus terlibat dalam upaya penanggulangan kesulitan belajar.karena implementasi psikologi dari kesulitan belajar maka banyak berkesulitan belajar yang dikirim oleh guru ke psikologi untuk memperoleh pemeriksaan psikologis.para psikolog merupakan salah satu anggota tim yang sangat penting  dalam penanggulangan kesulitan belajar,terutama dalam pada tahap diagnosisdan emberian rekomendasi upaya perbaikan agar guru dapat berkomunikasi dengan baik dalam timm multidisipliner maka salah satu keharusan yang sngat penting adalah memahami aspek psikologidari kesulitan belajar.untuk memenuhi  tuntutan tersebut maka dalam bab ini akan dibahas aspek psikologo perkembangan,aspek psikologibehavioral,dan aspek psikologi dari kesulitan belajar.
2.Tujuan
            Ada tiga macam tujuan yang hendak dicapai melalui pembahasan dalam bab ini,ketiga tujuan tersebut adalah agar anda dapat memahami:
1.Aspek psikologi perkembangan dari kesulitan belajar
2.Aspek psikologi behavioral dari kesulitan belajar dan
3.Aspek psikologi kognitif dari kesulitan belajar











     BAB 11
PEMBAHASAN

1. Aspek psikologi perkembangan dari  kesulitan belajar
            Ditinjau dari aspek psikologi perkembangan,ada pola perkembangan yang bersifat umum  dan ada yang bersifat individual.pola perkembanganyang bersifat umum didasarkan atas hasil generalisasi pola perkembangan manusia pada umumnya. Pola perkembangan ini sangat besar manfaanya bagi anak normal atau anakpada umumnya. Pola perkembangan individual berbeda-beda antar anak satu dari anak lainnya. Pola perkembangan individual sangat bermanfaat bagi upaya penyusunan progam pendidikan yang sesuai dengan laju perkembangan tiap anak.
Pola perkembangan umum atau polaperkembangan anak normal dapat di jadikan dasar untuk menentukan anak berkesulitan belajar, kesulitan belajar disebabkan oleh faktor kematangan. Bertorak semacam pandangan itu, mempercepat atau menghambat proses perkembangan dapat menimbulkan masalah belajar. Lingkungan sosial yang berupaya mempercepat proses perkembangan anak dapat menimbulkan kesulitan belajar, begitu pula dengan lingkungan sosial yang tidak memberikan stimulasi terhadap suatu fungsi yang telah matang untuk berkembang.
Bertolak dari aspek psikologi perkembangan, ada dua konsep yang perlu diperhatikan, yaitu kelambatan kematangan dan tahapan-tahanan perkembangan. Berdasrkan dua konsep tersebut maka perlu dipahami implikasinya bagi upaya penanggulanagn kesulitan belajar.
a. Kelambatan Kematangan
            Ditinjau dari aspek psikologi perkembangan, kesulitan belajar dapat dipandang sebagai kelambatan kematangan fungsi neurologis tertentu. Menurut pandangan ini, tiap individu memiliki laju perkembangan yang berbeda-beda, baik dalam fungsi motorik, kognitif, maupun afektif. Oleh karena itu, anak yang memperlihatkan gejala kesulitan belajar tidak selayaknya dipandang sebagai memiliki disfungsi neurologis tetapi sebagai perbedaan laju perkembangan berbagai fungsi tersebut. Para pengajar pandangan keterlambatan kematangan berhipotesis bahwa anak berkesulitan belajar tidak terlalu berbeda dari anak yang tidak berkesulitan belajar, dan kelambatan kematangan keterampilan tertentu dipandang sebagai bersifat sementara. Konsep keterlambatan kematangan keterampilan pada suatu pandangan bahwa banyak kesulitan belajar tercipta karena anak didorong atau dipaksa oleh lingkungan sosial untuk mencapai kinerja akadenik ( academic performance ) sebelum mereka siap untuk itu.
            Tuntutan-tuntutan dari sekolah dan upaya mengajar sesuatu yang tidak sesuai dengan tahapan perkembangan anak dapat menimbulkan kesulitan belajar. Pandangan ini didukung oleh hasil penelitian Koppitz (Lemer, 1998:169), yang selama lima tahun melakukan suatu studi terhadap 177  anak berkesulitan belajar yang ditempatkan dikelas khusus. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa sebagian besar dari anak-anak tersebut memperlihatkan kelambatan kematangan Menurut Koppitz, anak-anak berkesulitan belajar memerlukan waktu satu atau dua tahun lebih banyak dari pada yang diperlukan oleh anak yang tidak berkesulitan belajar untuk menyelesaikan tugas-tugas sekolah. Selain itu, hasil penelitian Koppitz menunjukan bahwa jika anak-anak berkesulitan belajar diberikan waktu dan bantuan yang cukup mereka ternyata mampu mengerjakan tugas-tugas akademik secara baik, menurut Lerner (1988:160).
            Pandangan kelambatan kematangan juga didukung oleh hasil penilitian yang dilakukan oleh Silver dan Hagin. Hasil penelitian terhadap anak-anak yang didiagnosis berkesulitan belajar membaca dan memperoleh pelayanan pendidikan khusus, beberapa tahun kemudian, setelah mereka berusia antara 16 hingga 24  tahun, banyak diantara mereka yang tidak memperlihatkan kesulitan dalam orientasi ruang, dalam membedakan bunyi-bunyi, dalam membedakan kiri-kanan, meskipun pada masa anak-anak mereka memperlihatkan adanya problema-problema tersebut. Melalui proses pematangan, beberapa dari berbagai problema tersebut menghilang, tetapi ada juga yang masih menetap.
            Pandangan lain tentang pengaruh kematangan terhadap kesulitan belajar dikemukakan oleh Samuel A. Kirk seperti dikutip oleh Lerner (1988:169), pada tahap-tahap awal perkembangan anak secara normal cenderung menampilkan fungsi-fungsi yang menyenangkan dan menghindari yang tidak menyenangkan. Ketika suatu fungsi mengalami kelambatan kematangan, anak berkesulitan belajar malah menghindari dan menarik diri dari aktivitas-aktivitas yang menuntut fungsi tersebut. Akibatnya, fungsi yang ditolak tersebut gagal untuk berkembang sehingga kesulitannya menjadi semakin parah.
            Konsep kematangan mengemukakan bahwa penyebab utama kesulitan belajar adalah ketidakmatangan. Implikasi dari teori ini adalah bahwa anak-anak yang lebih muda dan kurang matang dalam suatu tingkat kelas disekolah akan cenderung mengalami kesulitan belajar yang lebih berat dari pada anak yng lebih tua dikelas tersebut. Hasil penelitian menunjukan bahwa anak-anak yang lebih muda dalam kelas-kelas permulaan lebih memiliki kesulitan belajar dari pada anak-anak yang lebih tua. Jika bulan kelahiran dibandingkan dengan prsentase anak-anak berkesulitan belajar, hasil penelitian menunjukan, bahwa anak-anak yang lebih muda, yaitu anak-anak yang dilahirkan sebelum atau dekat dengan tanggal dan bulan masuk sekolah, lebih banyak yang dinyatakan berkesulitan belajar dari pada yang dilahirkan jauh sebelum tanggal dan bulan masuk sekolah. Fenomena semacam itu menurut Lerner (1988:170) disebut pengaruh tanggal lahir (birthdate effect).
b. Tahapan- Tahapan Perkembangan
            Tahapan-tahapan perkembangan yang paling erat kaitannya dengan kesulitan belajar disekolah adalah tahapan-tahapan perkembangan kognitif. Pengerian kognisi mencakup aspek-aspek struktur intelek yang digunakan untuk mengetahui sesuatu: yaitu fungsi mental yang mencakup persepsi, pikiran, simbol, penalaran, dan pemecahan masalah ( Girgagunarsa, 1981: 234 ). Perwujudan fungsi kognitif dapat dilihat dari kemampuan anak dalam menggunakan bahasa dan matematika ( Weinmen. 1981: 142 ).
            Piaget sebagai tokoh peneliti perkembangan kognitif sesungguhnya tidak mengemukakan penahapan berdasarkan umur. tahapan perkembangan kognitif yang didasarkan atas umur dilakukan oleh Ginsburg dan Opper (Dirgagunarsa, 1981: 123). Adapun tahap-tahap perkembangan kognitif tersebut adalah :
1)      Tahap Sensorimotor ( usia 0-2 tahun )
2)      Tahap Praoperasional ( usia 2-7 tahun )
3)      Tahap Konkret-Operasional ( usia 7-11 tahun )
4)      Tahap Formal-Operasional ( usia 11 atau lebih )
Dua tahun pertama kehidupan manusia disebut periode sensoromotor. Pada periode ini anak belajar melalui indra dan gerakan serta dengan berinteraksi dengan lingkungan fisik. Melalui bergerak, meraba, memukul, menggigit dan memanipulasi objek-objek secara fisik, anak belajar mengenai sifat ruang, waktu, lokasi, ketetapan, dan sebab akibat. Sebagian dari anak-anak berkesulitan belajar sering memerlukan lebih banyak kesempatan untuk melakukan eksplorasi motorik semacam itu.
Lima tahun kehidupan berikutnya, yaitu umur dua hingga tujuh tahun disebut tahapan praoperasionl. Tahapan ini di bagi menjadi dua subtahapan, yaitu subtahapan berpikir prakonseptual (usia 4 – 7 tahun). Berbed dari tahapan sensorimotor yang prilakunya masih praverbal dan tidak menggunakan tanda atau simbo, pada subtahapan ini anak mengembangkan yang dinamakan oleh piaget sebagai pungsi simbolik. Pada usia dua hingga 4 tahun anak berkesulitan belajar sering belum mampu mengembangkan pungsi simbolik sehingga merek memerlukan dapat mengelompokan benda-benda atas dasar sifat khusus benda tersebut, tetapi masih terbatas pada satu dimensi saja. Menurut piaget seperti dikutip oleh Jose dan Weil (1980:108)  anak pada sub-tahapan ini belum dapat memsatkan perhatian pada dua dimensi yang berbeda secara bersamaan. Pada subtahapan ini anak baru dapat menyusun benda-benda berdasarkan satu dimensi saja, misalnya dari segi panjangnya atau besarnya saja. Pada subtahapan berpikir intuitif anak belum mampu mengkonversikan angka-angka. Jika keadaan anak diberikan dua deretan benda yang sama banyaknya misalnya, mungkin anak akan mengatakan bahwa deretan yang satu akan lebih banyak dari pada deretan yang lain karena deratannya lebih panjang. Hal ini menurut Piaget seperti dikutip oleh Gunarsa (1981: 155) karena anak belum dapat memecahkan masalah konversi. Anak-anak berkesulitan belajar pda usia empat hingga tujuh tahun sering belum memiliki kemampuan untuk memahami konsep-konsep seperti panjang-pendek, besar-kecil, jauh-dekat, banyak-dikit, dan sebagainya, sehingga mereka memerlukan banyak bantuan dan latihan.
Pada usia antara 7 hingga 11 tahun anak berada pada tahapan operasi konkret. Pada tahapan ini yang dapat dipikirkan oleh anak masih terbatas pada benda-benda konkret yang dapat dilihat dan diraba. Benda-benda yang tidak jelas, yang tidak tampak dalam kenyataan, masih sulit dipikirkan oleh anak. Itulah sebabnya seperti dikemukakan oleh Kohlberg dan Gilligan yang dikutip oleh Gunarsa (1981: 164) bahwa kesulitan pelajaran matematika karena adanya upaya untuk mengajarkan kepada anak yang masih berada pada tahapan operasional konkret dengn materi yang abstrak.
Tahapan operasi formal dimulai pada sekitar umur 11 tahun. Pada tahapan ini anak memperlihatkan adanya suatu masa transisi utama dalam proses berfikir. Pada tahan ini anak telah mampu berfikir abstrak, menggunakan berbagai teori, dan menggunakan berbagai hubungan logis tanpa harus menunjukan pada hal-hal yang konkret. Tahapan operasi formal ini merupakan landasan yang memungkinkan anak melakukan pemecahan berbagai masalah. Banyak anak berkesulitan belajar yang meskipun umurnya telah mencapai 11 tahun tetapi masih berada pada tahapan operasi konkret. Mereka memerlukan banyak bantuan dan latihan agar memiliki landasan yang kuat untuk mencapai tahapan operasi formal. Transisi dari suatu tahapan ke tahapan yang lain memerlukan kematangan. Menurut Piaget, tahapan-tahapan tersebut berurutan dan hierarkis. Anak hendaknya diberi kesempatan untuk memantapkan perilaku dan berfikir sesuai dengan tahapan-tahapan perkembangannya. Kegagalan anak disekolah umumnya kerena sekolah sering menuntut anak-anak menggunakan konsep-konsep abstrak dan logis dalam suatu bidang pelajaran tanpa memberikan kesempatan yang cukup kepada anak untuk memahami tahapan-tahapan pemahaman sebelumnya.
Secara rigkas, pandangan kematangan didasarkan atas anggapan bahwa semua individu memiliki tahapan-tahapan perkembangan yang alami dan waktu kematangan berbagai keterampilan. Problema belajar pada anak mungkin hanya merupakan suatu kelambatan dalam perkembangan dari proses tertentu. Ini merupakan hal yang sangat penting bagi orang yang bertanggung jawab menyediakan lingkungan pendidikan bagi anak untuk menyadari tahapan-tahapan kematangan dan kelambatan-kelambatan kematangan yang mungkin muncul.
. Implikasi Teori Perkembangan bagi Kesulitan Belajar
            Teori perkembangan kematangan memiliki implikasi yang bermakna untuk memahami dan mengajar anak berkesulitan belajar. Teori tersebut mengemukakan bahwa kemampuan kognitif anak kualitatif berbeda dari orang dewasa. Kemampuan kognitif berkembang menurut cara yang berurutan yang tidak dapat diubah.
            Suatu implikasi penting dari pendekatan perkembangan kematangan adalah bahwa sekolah hendaknya merancang pengalaman belajar untuk mempertinggi kemantapan perkembangan alami. Dalam beberapa hal, lingkungan pendidikan mungkin lebih banyak menghalangi dari pada membantu perkembangan anak. Jika sekolah membuat tuntutan intelektual yang melebihi tahapan perkembangan anak, kesulitan belajar mugkin akan terjadi. Tujuan penting dari sekolah seharusnya adalah untuk memperkuat landasan berfikir anak yang dapat menjadi landasan belajar berikutnya.
            Para pendidik umumnya menggunakan istilah kesiapan (readiness) untuk menunjuk pada taraf perkembangan kematangan yang diperlukan sebelum keterampilan yang diinginkan dapat dipelajari. Sebagai contoh, kesiapan untuk berjalan memerlukan suatu taraf tertentu dari perkembangan sistem neurologis, kekuatan otot yang cukup, dan perkembangan fungsi-fungsi motorik prasyarat tertentu. Hingga seorang bayi memiliki berbagai kemampuan tersebut, upaya mengajarkan keterampilan berjalan akan merupakan pekerjaan yang sia-sia.
2. Aspek Psikologis Behavioral dari Kesulitan Belajar
            Psikologi behavioral memberikan sumbangan teori-teori penting untuk mengajar anak berkesulitan belajar. Pusat perhatian teori-teori ini terutama pada tugas-tugas yang diajarkan dan analisis perilaku yang dibutuhkan untuk mempelajari tugas-tugas tersebut.pembelajaran yang bertolak pada teori ini kadang-kadang disebut pembelajaran langsung (direct intruction), tetapi ada pula yang menyebut belajar tuntas (mastery learning), pengajaran terarah (derected teaching), analisis tugas (task analysis), atau pengajaran keterampilan berurutan (sequential skill teaching). Suatu rekomendasi yang didasarkan atas teori behavioral adalah bahwa guru hendaknya lebih memusatkan perhaian pada keterampilan-keterampilan akademik yang diperlukan oleh anak dari pada memusatkan pada kekurangan yang menghambat anak untuk belajar.
a. Analisis Perilaku dan Pembelajaran Langsung
            Teori-teori behavioral menghendaki agar guru menganalisis tugas-tugas akademik yang berkenaan dengan berbagai keterampilan yang mendasari penyelesaian tugas-tugas tersebut. Berbagai keterampilan tersebut selanjutnya disusun dalam suaatu aturan dan urutan logis, dan anak diealuasi untuk menentukan keterampilan yang telah dikuasai dan yang belum dikuasai. Pembelajaran merupakan pemberian bantuan kepada anak untuk menguasai berbagai subketerampilan yang belum dikuasai. Pembelajaran semacam itu disebut pembelajaran langsung ( direct intruction ).
            Dalam pembelajaran langsung suatu perilaku akhir ( terminal behavior ) yang diharapkan dari anak dianalisis sehingga menjadi rangkaian tugas-tugas ( tasks ) yang berurutan. Berdasarkan analisis tugas ( tasks analysis ) tersebut guru melakukan evaluasi terhadap anak untuk menentukan tugas-tugas yang belum dikuasai; selanjutnya mengajarkan tugas-tugas yang belum dikuasai tersebut kepada anak. Setelah anak mampu memperlihatkan semua perilaku seperti yang dituntut dalam analisis tugas. Semua perilaku tersebut diintegrasikan sehingga perilaku akhir yang diharapakan dapat dicapai. Ada tujuh langkah pembelajaran langsung yang menurut Lerner ( 1988: 175 ) perludiikuti :
a.       Merumuskan tujuan pembelajaran yang harus dicapai oleh anak.
b.      Menanalisis tujuan pembelajaran kedalam tugas-tugas khusus;
c.       Menyusun tugas-tugas khusus tersebut kedalam suatu urutan yang logis;
d.      Menentukan tugas-tugas yang telah dan yang belum dikuasai oleh anak;
e.       Mengajarkan tugas-tugas yang belum dikuasai oleh anak;
f.       Mengajarkan hanya satu tugas untuk waktu tertentu, dan baru mengajarkan tugas untuk selanjutnya bila tugas sebelumnya telah dikuasai oleh anak; dan
g.      Melakukan evaluasi untuk menentukan keefektifan program pembelajaran.
Langkah-langkah dalam mengajarkan keterampilan berenang merupakan gambaran dari pendekatan pembelajaran langsung. Pada mulanya guru melakuakan observasi terhadap anak yang gagal berenang menyebrangi kolam. Berdasarkan hasil observasi tersebut guru menganalisis berbagai keterampilan yang perlu untuk berenang seperti mengapung diermukaan air, menahan napas pada saat menyelam, mengambil napas dipermukaan air, meluncur, menggerakan tangan kedepan secara bergantian, menggerakkan kaki secara lurus keatas dan kebawah, dan sebagainya. Berdasarkan hasil analisis keterampilan, selanjutnya guru mengajarkan berbagai keterampilan tersebut langkah demi langkah secara berurutan, membantu anak mengintegrasikan berbagai keterampilan, dan akhirnya melakukan observasi terhadap anak yang berenang menyebrangi kolam. Meskipun contoh tersebut bukan merupakan suatu tugas akademik, prosedur yang sama dapat diterapkan dalam pengajaran akademik seperti membaca, manulis, dan matematika.
b. Tahapan-tahapan  Belajar
            peran guru mengetahui bahwa diperlukan suatu periode waktu tertentu bagi anak untuk secara penuh memahami suatu konsep yang telah diajarkan. Biasanya anak tidak secara penuh memahami suatu konsep pada saat pertama kai diajarkan. Fenomena ini lebih banyak terjadi pada anak berkesulitan belajar dari pada anak yang tidak berkesulitn belajar. Oleh karena itu dalam merancang kegiatan pembelajaran, guru perlu menyadari keberadaan anak dalam tahapan belajar. Ada empat tahapan belajar yang perlu diperhatikan yaitu perolehan (acquisition), kecakapan (proficiency), pemeliharaan (maintenenance), dan generalisasi (generalization).
1)      Perolehan. Pada tahapan ini anak telah terbuka terhadap pengetahuan baru tetapi belum secara penuh memahaminya. Anak masih memerlukan banyak dorongan dan pengaruh dari guru untuk menggunakan pengetahuan tersebut. (Contoh, kepada anak diperlihatkan tabel perkalian lima dan konsee nya dijelaskan sehingga ia mulai memahaninnya).
2)      Kecakapan. Pada tahap ini anak mulai memahami pengetahuan atau ketrampilan, tetapi masih memerlukan banyak latihan. (Contoh, setelah anak memahami tabel dan konsep perkalian lima, ia banyak diberi latihan dan bentuk menghafal atau menulis, dan di beri macam-macam ulangn pengetahuan).
3)      Pemeliharaan. Anak dapat memelihara atau mempertahankan suatu kinerja tahap tinggi setelah pembelajaran langsung dan ulangan penguatan (reinforcement) dihilangkan. (Contoh, anak dapat menggunakan perkalian lima dan secara cepattanpa memerlukan pengarahan dan ulangan penguatan dari guru).
4)      Generalisasi. Pada tahap ini anak telah memiliki dan menginternalisasikan pengetahuan yang dipelajarinya sehingga ia dapat menerapkannya ke dalam berbagai situasi. ( contoh, anak dapat menerapkan tabel perkalian lima  dalam memecahkan berbagai soal matematika ).
Bebagai harapan dan rancangan pembelajaran yang berbeda diperlukan untuk tiap tahapan belajar. Jika guru menyadari tahapan belajar anak, mereka dapat menyediakan pembelajaran yang tepat untuk membantu anak bergerak dari suatu tahapan ke tahapan berikutnya. Anak berkesulitan belajar memerlukan banyak dukungan pada tiap tahapan belajar, mungkin melalui suatu tahapan tertentu dengan lambat, dan mungkin memerlukan bantuan khusus untuk berpindah ke tahapan selanjutnya, terutama tahapan generalisasi.
c. Implikasi bagi Kesulitan Belajar
            Ada beberapa implikasi teori behavioral bagi kesulitan belajar:
1.Pembelajaran langsung merupakan pembelajaran yang efektif.
Guru perlu memahami cara melakukan analisis tugas-tugas dari suatu tujuan pembelajaran dan cara menyusun tugas-tugas tersebut secara Berurutan. Bagia nak berkesulitan belajar merupakan hal yang sangat penting untuk memperoleh pembelajaran langsung dalam menyelesaikan tugas-tugas akademik.
2. pendekatan pembelajaran langsung dapat digabungkan dengan berbagai pendekatan lain.
Jika guru memiliki pengetahuan tentang kekhasan gaya belajar dan kesulitan belajar anak,pembelajaran langsung dapat menjadi lebih efektif jika digabungkan dengan pendekatn yang didasarkan atas gya belajar anak.
3.tahapan belajar anak harus di pertimbangkan.
Dalam merancang pembelajaran,tahapan belajar anak merupakan konsep yang sangta penting untuk di pahami dan di perhatikan oleh guru. Guru tidak dapat mengharapkan anak belajar secar sempurna pada awal anak di perkenalkan pada suatu bidang bru. Bagi anak berkesulitan belajar di perlikan usaha yang lebih banyak dari guru untuk membantu merka melalui tahapan-tahapan belajar bila di bandingkn dengan anak yang tidak berkesulitan belajar.

3.    ASPEK PSIKOLOGI  KOGNITIF DARI KESULITAN BELAJAR
         Pisikologi kognitif berkenan dengan peroses belajar,berpikir,dan mengetahui.kemampuan kognitif merupakan kelompok keterampikan mental yang esensial pada fungsi-fungsi kemanusiaan.melalui kemampuan menggunakan kognitif tersebut memungkinkan manusia mengetahui,menyadari,mengerti,menggunakan abstraksi,menalar,membahas,dan menjadi kereatif.suatu analisis tentang sifat kognitif merupakan hal yang sangat penting untuk memahami kesulitan belajar.salah satu teori pisikologi kognitif yang membahas kesulitan belajar adalah yang dikenal dengan teori pemrosesan pisikologi.
         Seperti yang telah dikemukakan dalam Bab 1,P.L.94-142 amerika serikatmengemukakan bahwa anak berkesulitan belajar memiliki gangguan dalam satu atu lebih dari peroses pisikologis dasar yang diperlukan untuk belajar disekolah.peroses pisikologis merupakan kemampuan dalam persepsi,bahasa,ingatan,perhatian,pembentuk konsep(concept formation),pemecahan masalah,dan sebagaynya(lerner,1988:177).implikasi dari teori gangguan pemrosesan pisikologis adalah bahwa kekurangan atau adanya gangguan dalam peroses kognitif tersebut merupakan keterbatasan instrinsik yang dapat menggu peroses belajar anak banyak dari gangguan dalam peroses ini merupakanbidang-bidang praakademik atau yang bersifat perkembangan dari belajar teori kematangan yang telah dibahas sebelumnya dalam bab ini memandang bahwa gangguan tersebut sebagai suatu kekurangan kesiapan,tetapi teori pemerosesan pisikologis memandang lebih jauh dengan mendorong para guru untuk membantu anak untuk mengembangkan kempuan-kemapuan pera akademik, yang diperlukan untuk belajar akademik (kirk seperti dikutip oleh lerner,1988.178).
          Teori pemerosesan pisikologis merupakan landasan awaldalam bidang kesulitan belajar dengan menghubungkan dalam pemrosesan psikologis dengan abnormalitas dalam sistem saraf  pusat.dalam mengaplikasian teori tersebut ke dalam pembelajaran, kekurangan atau gangguan dalam persepsi auditoris dan visual memperoleh penekanan khusus.teori ini telah me-nyediakan suatu landsan dalam melaksanakan asesmen dan program pembelajaran anak berkesulitan belajar.
         Teori pemerosesan psikologis mengangap bahwa tiap anak berbeda dalam kemapuan mental yang mendasari merka memproses dan menggunakan informasi, dan bahwa perbedaan tersebut mempengaruhi proses belajar anak.kesulitan belajar dapat terjadi karena adanya kekurangan dalam fungsi pemerosesan pisikologis. Dengan demikian,anak dengan difungsi pemerosesan auditoris,misalnya,mingkin mengalami kesulitan dengan pendekatan pembelajaran yang menekankan kemampuan mendengar.suatu hal yang sama adlah anak dengan disfungsi pemerosesan fisusal mingkim mengalami kesulitan dalam belajar membaca melalui metode yang mengutamakan kemampuan melihat.dalam kegiatan pembelajaran,teori pemerosesan pisikologis menyarankan agar setelah guru melekukan diagnosis kemampuan dan ketidak mampuan pemrosesan psikologis anak melalui observasi atau tes, mereka perlu membuat prsekripsi atau “resep” metode pengajaran yang sesuai. Menurt letner(1988:178) ada tiga rancanagn pembelajaran yang berbeda yang berasal dari teori ini.
a.       Melatih peroses yang kurang.kegunaan metode ini adlah untuk membantu anak membangun dan mengembangkan berbagai fungsi pemerosesan yang lemah melalui latihan.rancangan pengejaran merupakan upaya untuk memperbaiki peroses yang kurang atau memperbaiki ketidak mampuan dan menyiapkan anak untuk belajar lebih lanjut.
b.      Mengajar melalui peroses yang disukai. Pendekatan ini menggunakan modalitas kekuatan anak sebagi dasar strategi pembelajaran anak yang lebih menyukai modalitas pendengaran sebagi sarana untuk belajar diajar dengan menggunakan setrategi pembelajaran yang lebih menekankan pada pengunaan indra penggunaan. Anak yang lebih menyukai modalitas penglihatan di ajar dengan setrategi pembelajaran yang lebih banyak menggunakan penglihatan: dan anak yang lebih menyukai modal tas gerak diajar melalui setrategi pembelajaran yang mengutamakan gerakan.metode pembelajaran yang menekankan pada modalitas pemerosesan yang disukai tersebut oleh lener(1988:179) disebut aptitude-treatment-interation.
c.       Pendekatan kombinasi.pendekatan pengajaran ketiga merupakan kombinasi dua pendekatan sebelumnya.alasanya adalah,bahwa guru tidak hanya menekankan pada kekuatan pemerosesan tetapi juga secara bersamaan pisikologis memberikan landasan yang berguna dalam bidang kesulitan belajar.konsep tersebut memberikan penjelasa yang logis untuk memahami kesulitan belajar,tanpa menyalahkan anak yang tidak mau belajar.konseptersebut juga memungkinkan guru untuk berupaya mengajar anak berkesulitan belajar meskipun untuk itu guru harus bekerja keras.
EVALUASI
A. SOAL PILIHAN GANDA
1. pembelajaran langsung merupan suatu perilaku akhir ( terminal behavior ) yang diharapkan        dari anak dianalisis sehingga menjadi rangkaian tugas-tugas  yang berurutan. langkah-lamgkah pembelajaran langsung yang menurut Lerner ( 1988: 175 ) kecuali :
a.       Merumuskan tujuan pembelajaran yang harus dicapai oleh anak
b.      Menanalisis tujuan pembelajaran kedalam tugas-tugas khusus
c.       Menyusun tujuan tugas tersebut kedalam suatu urutan yang logis:
d.      Menentukan tugas-tugas yang telah dan yang belum dikuasai oleh anak

2. . tahapan perkembangan kognitif yang didasarkan dari usia11 atau lebih yang dilakukan oleh Ginsburg dan Opper (Dirgagunarsa, 1981: 123). Dbawah ini tahap-tahap perkembangan kognitif tersebut adalah :
a.Tahap Sensorimotor
b.Tahap Praoperasional
c.Tahap Konkret-Operasional
d.Tahap Formal-Operasional.
3.peroses pisikologis merupakan kemampuan dalam persepsi,bahasa,ingatan,perhatian,pembentuk konsep(concept formation),pemecahan masalah,dan sebagainya teori tersebut dikemukakan oleh
a.Lerner ( 1988: 175 )
b. Gunarsa (1981: 155)
c. Lerner,(1988:177).
d.letner(1988:178)
4.  Aspek psikologi perkembangan anak yang berkesulitan belajar terdapat dua konsep yang perlu diperhatikan, yaitu
a. kelambatan kematangan dan tahapan-tahapan perkembangan.
b.kelambatan kematangan dan tahapan-tahapan kematangan
c.kelambatan kematangan dan tahapan kelambatan belajar
d.kelambatan kematangan dan tahapan belajar         
5. Dalam proses pembelajaran anak yang berkesulitan belajar terdapat tahap-tahap belajar ,Pada tahap ini anak mulai memahami pengetahuan atau ketrampilan, tetapi masih memerlukan banyak latihan,tahapan ini disebut dengan tahapan yaitu:
a.perolehan (acquisition)
b.kecakapan (proficiency).
c. pemeliharaan (maintenenance)
d. generalisasi (generalization)
B.SOAL ESAY
1.      Apa yang dimaksud dengan Teori pemerosesan pisikologis ?
2.      Sebutkan tahapan-tahapan belajar yang perlu diperhatikan oleh guru dalam merancang kegiatan belajar?
3.      Pisikologi behavioral memberikan sumbangan penting dalam pengajaran anak berkesulitan belajar.sebutkan sumbangan penting dari aspek pisikologi beavioral 
4.      Tahapan-tahapan perkembangan yang paling erat kaitannya dengan kesulitan belajar disekolah adalah?
5.      dalam kegiatan pembelajaran terdapat teori pemerosesan pisikologis ,Menurt letner(1988:178) ada tiga rancanagn pembelajaran berbeda yang berasal dari teori ini sebutkan.

JAWABAN
A.PILIHAN GANDA
1.C
2.D
3.C
4.A
5.B
B.ESAY
1.Teori pemerosesan merupakan landasan awaldalam bidang kesulitan belajar dengan menghubungkan dalam pemrosesan psikologis dengan abnormalitas dalam sistem saraf  pusat.dalam mengaplikasian teori tersebut ke dalam pembelajaran, kekurangan atau gangguan dalam persepsi auditoris dan visual memperoleh penekanan khusus.teori ini telah me-nyediakan suatu landsan dalam melaksanakan asesmen dan program pembelajaran anak berkesulitan belajar.
2.1.perolehan (acquisition)
    2.kecakapan (proficiency):
    3. pemeliharaan (maintenenance)
    4. generalisasi (generalization)
3.1.dalam melakukan analisis perilaku dan pembelajaran langsung
    2. tahapa-tahapan belajar
4. tahapan-tahapan perkembangan kognitif.
5.1. Melatih peroses yang kurang
   2. Mengajar melalui peroses yang disukai   
   3. Pendekatan kombinasi

















                                          



Tidak ada komentar:

Posting Komentar