TUGAS
KELOMPOK 8
”Masyarakat Pedesaan Terkait
dengan Masyarakat Pedesaan dan Perkotaan, Pendidikan, Kesenjangan Pendidikan,
Pendidikan di Negara Berkembang dan SDM di Pedesaan”
Makalah Untuk Tugas Presentasi Matakuliah Pembangunan
Pedesaan
Dosen Pengampu Heri Supranoto,
M.Pd
Oleh
:
1. Fajri Arif Wibawa NPM 11210082
2. Vida Puspitajati NPM 11210067
3. Risna Wati NPM 11210063
4. Devi
Liana Sari NPM 11210099
5. Laily
Masruroh NPM 13210003p
Prodi : Pendidikan Ekonomi
Semester : 7 (tujuh)
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH METRO
2014
KATA PENGANTAR
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
Alhamdulilahi
robil alamin, dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat ALLAH SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayahnya sehingga kami kelompok 8
dapat menyelesaikan makalah ini. Dengan kesempatan ini, kami tidak lupa
menyampaikan terima kasih kepada :
1.
Heri
Supranoto, M.Pd selaku dosen pengampu matakuliah Pembanguna Pedesaan.
2.
Teman-teman
kelompok 8 yang telah bekerja sama untuk menyelesaikan makalah ini.
3.
Kedua
orang tua kami yang selalu memberikan semangat kepada kami.
4.
Semua
pihak yang telah berkenan memberikan
bantuan-bantuan.
Kami
menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak terdapat kesalahan dan
kekurangan. Karena itu, kami mengharapkan saran dan kritik yang bersifat
membangun sehingga pembuatan makalah yang akan datang dapat lebih baik. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi kami khususnya dan bagi pembaca umumnya.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
DAFTAR ISI
Halaman Judul .................................................................................................................. i
Kata Pengantar ................................................................................................................. ii
Daftar Isi .......................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................
3
1.3 Tujuan ................................................................................................................ 3
1.4 Manfaat ............................................................................................................. 3
1.5 Metode Pencarian Materi .................................................................................. 3
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................ 4
2.1 Masyarakat Pedesaan Dan Perkotaan................................................................
4
2.2 Pendidikan Di Pedesaan....................................................................................
6
2.3 Kesenjangan Pendidikan Di Pedesaan Dan Perkotaan ..................................... 7
2.4 Pendidikan Di Negara Berkembang ................................................................. 10
2.5 SDM Di Pedesaan ............................................................................................ 14
BAB III KESIMPULAN ............................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Pada umumnya
masyarakat menginginkan kehidupan yang ideal. Kondisi tersebut dapat
menggambarkan segala kebutuhan masyarakat terpenuhi. Suatu kondisi yang tidak
dikhawatirkan untuk memikirkan hari esok. Kondisi yang memberikan situasi
kondusif guna aktualisasi diri dan untuk terwujudnya proses relasi sosial yang
berkeadilan. Realitas yang dianggap sebagai masalah sosial selalu mendorong
atau memberi inspirasi bagi munculnya usaha perubahan ataupun perbaikan.
Secara
historis desa merupakan cikal bakal terbentuknya masyarakat politik dan
pemerintahan jauh sebelum negara Indonesia terbentuk. Sejarah perkembangan
desa-desa di Indonesia telah mengalami perjalanan yang sangat panjang, bahkan
lebih tua dari Republik Indonesia sendiri. Sebelum masa kolonial, di berbagai
daerah telah dikenal kelompok masyarakat yang bermukim di suatu wilayah atau
daerah tertentu dengan ikatan kekerabatan atau keturunan. Pola pemukiman
berdasarkan keturunan atau ikatan emosional kekerabatan berkembang terus baik
dalam ukuran maupun jumlah yang membentuk gugus atau kesatuan pemukiman. Pada
masa itu, desa merupakan kesatuan masyarakat kecil seperti sebuah rumah tangga
besar, yang dipimpin oleh anggota keluarga yang paling dituakan atau dihormati
berdasarkan garis keturunan. Pola hubungan dan tingkat komunikasi pada masa itu
masih sangat rendah, terutama di daerah perdesaan terpencil dan pedalaman.
Namun di pulau Jawa proses itu terjadi cukup cepat dan lebih baik dibanding
dengan apa yang terjadi di pulau lainnya, sehingga perkembangan masyarakat yang
disebut desa lebih cepat mengalami perubahan.
Kuntjaraningrat
(1977) mendefinisikan desa sebagai komunitas kecil yang menetap di suatu
daerah, sedangkan Bergel (1995) mendefinisikan desa sebagai setiap pemukiman
para petani. Landis menguraikan pengertian desa dalam tiga aspek; (1) analisis
statistik, desa didefinisikan sebagai suatu lingkungan dengan penduduk kurang
dari 2500 orang, (2) analisis sosial psikologis, desa merupakan suatu
lingkungan yang penduduknya memiliki hubungan akrab dan bersifat informal
diantara sesama warganya, dan (3) analisis ekonomi, desa didefinisikan sebagai
suatu lingkungan dengan penduduknya tergantung kepada pertanian. Di Indonesia
penggunaan istilah tersebut digunakan dengan cara yang berbeda untuk
masing-masing daerah, seperti dusun bagi masyarakat Sumatera Selatan, dati bagi
Maluku, kuta untuk Batak, nagari untuk Sumatera Barat, atau wanua di Minahasa.
Bagi masyarakat lain istilah desa memiliki keunikan tersendiri dan berkaitan
erat dengan mata pencahararian, norma dan adat istiadat yang berlaku.
Dalam PP
Nomor 76/ 2001 tentang Pedoman Umum Pengaturan mengenai Desa dinyatakan bahwa
desa sebagai suatu kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai susunan asli
berdasarkan hak asal-usul yang bersifat istimewa, sebagaimana dimaksud dalam
penjelasan Pasal 18 Undang-undang Dasar 1945. Dalam Bab 1, Ketentuan Umum,
Pasal 1, dinyatakan bahwa “Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya
disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan
adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan nasional dan
berada di daerah kabupaten”.
Masalah
kemiskinan nampaknya sudah gejala umum di seluruh dunia terutama di Indonesia.
Sampai dengan tahun 2011, tingkat kemiskinan nasional telah dapat diturunkan
menjadi 12,49 persen dari 13,33 persen pada tahun 2010. Keberhasilan dalam
menurunkan tingkat kemiskinan di samping diperoleh melalui peningkatan
pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan melalui 3 (tiga) klaster program
penanggulangan kemiskinan. Hasil yang diperoleh pada tahun 2011 dari Klaster I
yang ditujukan untuk mengurangi beban pemenuhan kebutuhan dasar dan untuk
memenuhi kebutuhan dasar anggota rumah tangga miskin melalui peningkatan akses
pada pelayanan dasar adalah: (1) realisasi penyaluran subsidi Raskin sebesar
2,9 juta ton bagi 17,5 juta rumah tangga sasaran penerima raskin, dan adanya
penyaluran Raskin ke-13 untuk mengurangi beban pengeluaran rumah tangga miskin
akibat kenaikan harga-harga pangan, termasuk beras; (2) pemberian pelayanan
Jamkesmas bagi 76,4 juta orang; serta (3) penyediaan beasiswa yang direncanakan
untuk 4,7 juta siswa.
Melalui permasalah tersebut kita
akan bahas tentang Masyarakat
Pedesaan Terkait dengan Masyarakat Pedesaan dan Perkotaan, Pendidikan,
Kesenjangan Pendidikan, Pendidikan di Negara Berkembang dan SDM di Pedesaan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah
di atas, dapat dirumuskan beberapa masalah, yaitu :
1.
Apa
pengertian masyarakat pedesaan dan perkotaan?
2.
Bagaimana
pendidikan di desa?
3.
Bagaimana
kesenjangan pendidikan di pedesaan dan perkotaan?
4.
Bagaimana
pendidikan di negara berkembang?
5.
Bagaimana
SDM di pedesaan?
1.3 Tujuan
1. Untuk
mengetahui apa pengertian
masyarakat pedesaan dan perkotaan.
2. Untuk
mengetahui bagaimana pendidikan di pedesaan.
3. Untuk
mengetahui bagaimana
kesenjangan pendidikan di pedesaan dan perkotaan.
4. Untuk
mengetahui bagaimana pendidikan di negara berkembang.
5. Untuk
mengetahui bagaimana SDM di pedesaan.
1.4 Manfaat
1.
Sebagai
media belajar dan tambahan wawasan bagi penulis.
2. Memberikan
informasi bagi pembaca.
3. Dapat
memahami atau menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh.
1.5 Metode
Pencarian Materi
Penulis dalam mencari materi
menggunakan metode kajian pustaka yaitu mencari di internet.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Masyarakat
Pedesaan Dan Perkotaan
A. Masyarakat
Pedesaan
Masyarakat pedesaan (rural community) selalu memiliki ciri-ciri atau
dalam hidup bermasyarakat, yang biasanya tampak dalam perilaku keseharian
mereka. Pada situasi dan kondisi tertentu, sebagian karakteristik dapat
digeneralisasikan pada kehidupan masyarakat desa di Jawa. Namun demikian, dengan
adanya perubahan sosial religius dan perkembangan era informasi dan teknologi,
terkadang sebagian karakteristik tersebut sudah “tidak berlaku”. Masyarakat
pedesaan juga ditandai dengan pemilikan ikatan perasaan batin yang kuat sesama
warga desa, yaitu perasaan setiap warga/anggota masyarakat yagn amat kuat yang
hakekatnya, bahwa seseorang merasa merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan
dari masyarakat dimanapun ia hidup dicintainya serta mempunyai perasaan
bersedia untuk berkorban setiap waktu demi masyarakatnya atau anggota-anggota
masyarakat, karena beranggapan sama-sama sebgai masyarakat yang saling
mencintai saling menghormati, mempunyai hak tanggung jawab yang sama terhadap
keselamatan dan kebahagiaan bersama di dalam masyarakat.
Adapun yang menjadi ciri masyarakat desa antara lain :
1. Didalam masyarakat pedesaan di
antara warganya mempunyai hubungan yang lebih mendalam dan erat bila
dibandingkan dengan masyarakat pedesaan lainnya di luar batas wilayahnya.
2. Sistem kehidupan umumnya berkelompok
dengan dasar kekeluargaan
3. Sebagian besar warga masyarakat
pedesaan hidup dari pertanian
4. Masyarakat tersebut homogen, seperti dalam hal mata pencarian,
agama, adat istiadat, dan sebagainya
B. Masyarakat
Perkotaan
Masyarakat perkotaan sering disebut
urban community. Pengertian masyarakat kota
lebih ditekankan pada sifat kehidupannya serta ciri-ciri kehidupannya yang
berbeda dengan masyarakat pedesaan. Ada beberap ciri yang menonjol pada
masyarakat kota yaitu :
1. Kehidupan
keagamaan berkurang bila dibandingkan dengan kehidupan keagamaan di desa.
2. Orang kota
pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa harus bergantung
padaorang lain. Yang penting disini adalah manusia perorangan atau
individu.
3. Pembagian
kerja di antara warga-warga kota juga lebih tegas dan mempunyai batas-batas
yang nyata.
4. Kemungkinan-kemungkinan
untuk mendapatkan pekerjaan juga lebih banyak diperoleh warga kota dari pada
warga desa.
5. Interaksi
yang terjadi lebih banyak terjadi berdasarkan pada faktor kepentingan dari pada
faktor pribadi.
6. Pembagian
waktu yang lebih teliti dan sangat penting, untuk dapat mengejar kebutuhan
individu.
7. Perubahan-perubahan
sosial tampak dengan nyata di kota-kota, sebab kota biasanya terbuka dalam
menerima pengaruh dari luar.
C. Hubungan Desa
dan Kota
Hubungan kota-desa cenderung terjadi
secara alami yaitu yang kuat akan menang, karena itu dalam hubungan
desa-kota, makin besar suatu kota makin berpengaruh dan makin menentukan
kehidupan perdesaan. Secara
teoristik, kota merubah atau paling mempengaruhi desa melalui beberapa cara, seperti: (i) Ekspansi
kota ke desa, atau boleh dibilang perluasan kawasan perkotaan dengan merubah
atau mengambil kawasan perdesaan. Ini terjadi di semua kawasan perkotaan dengan
besaran dan kecepatan yang beraneka ragam; (ii) Invasi kota , pembangunan kota
baru seperti misalnya Batam dan banyak kota baru
sekitar Jakarta merubah perdesaan menjadi perkotaan. Sifat kedesaan
lenyap atau hilang dan sepenuhnya diganti dengan perkotaan; (iii) Penetrasi
kota ke desa, masuknya produk, prilaku dan nilai kekotaan ke desa. Proses ini
yang sesungguhnya banyak terjadi; (iv) ko-operasi kota-desa, pada umumnya
berupa pengangkatan produk yang bersifat kedesaan ke kota. Dari keempat
hubungan desa-kota tersebut kesemuanya diprakarsai pihak danorang kota.
Proses sebaliknya hampir tidak pernah terjadi, oleh karena itulah berbagai
permasalahan dan gagasan yang dikembangkan pada umumnya dikaitkan dalam
kehidupan dunia yang memang akan mengkota. Salah satu bentuk
hubungan antara kota dan desa adalah Urbanisasi, Dengan adanya hubungan Masyarakat Desa
dan Kota yang saling ketergantungan dan saling membutuhkan tersebut maka
timbulah masalah baru yakni ; Urbanisasi yaitu suatu proses berpindahnya
penduduk dari desa ke kota atau dapat pula dikatakan bahwa urbanisasi merupakan
proses terjadinya masyarakat perkotaan. (soekanto,1969:123).
2.2 Pendidikan
Di Pedesaan
Pendidikan adalah permasalahan
besar yang menyangkut nasib dan masa depan bangsa dan negara. Karena itu,
tuntutan reformasi politik, ekonomi, sosial, hak azasi manusia, sistem
pemerintahan dan agraria tidak akan membuahkan hasil yang baik tanpa reformasi
sistem pendidikan. Krisis masalah-masalah yang melanda negara dan bangsa
Indonesia dewasa ini, tidak hanya disebabkan oleh krisis ekonomi, sosial dan
politik, melainkan juga oleh krisis pada sistem pendidikan nasional. Fakta yang
dapat dilihat tentang pendidikan yang ada di pedesaan yaitu sebagai berikut:
a)
Fasilitas sekolah yang kurang
b)
Tenaga pendidik profesional
yang kurang
c)
Fasilitas sarana dan prasana
desa yang buruk
d)
Keadaan lingkungan kurang
mendukung
Upaya pemerintah memberikan
bantuan darurat dalam bentuk materi baik melalui program “jaring pengaman
sosial” maupun melalui proyek “Padat Karya” ternyata belum mampu memberdayakan
masyarakat miskin secara maksimal. Tentu saja masyarakat lapisan bawah sangat
memerlukan bantuan semacam ini. Akan tetapi, fakta-fakta di lapangan
menunjukkan bahwa upaya tersebut masih sarat dengan korupsi, kolusi, dan
nepotisme. Bantuan yang seharusnya menjadi porsi dan hak masyarakat lapisan
bawah justru sebaliknya kadangkala dinikmati mereka yang tidak berhak.
Pola partisipasi masyarakat
dalam bidang pendidikan seharusnya memang bukan pola yang bersifat top-down
intervention yang terkadang mengandung nuansa kurang menjunjung tinggi
aspirasi dan potensi masyarakat untuk melakukan kegiatan swadaya. Akan tetapi
yang relatif lebih sesuai dengan masyarakat lapisan bawah terutama yang tinggal
di desa adalah pola pemberdayaan yang sifatnya bottom-up intervention
yang di dalamnya ada nuansa penghargaan dan pengakuan bahwa masyarakat lapisan
bawah memiliki potensi untuk memenuhi kebutuhannya, memecahkan permasalahannya,
serta mampu melakukan usaha-usaha pendidikan dengan prinsip swadaya dan
kebersamaan. Bagaimana peran partisipasi masyarakat dalam bidang pendidikan
formal dan nonformal untuk melahirkan SDM yang berkualitas tentu saja menjadi
pekerjaan rumah semua pihak.
Masalahnya adalah bagaimana
pemerintah menjadi motivator dan akselerator yang baik bagi tumbuhnya
lembaga-lembaga pendidikan milik masyarakat sehingga mampu menjadi daya dukung
pembangunan SDM yang berkualitas. Pada tataran ini pula, pemerintah harus
mendorong secara maksimal agar masyarakat mampu meningkatkan kualitas
pendidikan yang lebih baik, yang didalamnya terdapat tujuan mulia untuk
mengubah perilaku masyarakat, yaitu pengetahuan, sikap, dan keterampilan menjadi
seorang insan yang utama.
2.3 Kesenjangan
Pendidikan Di Pedesaan Dan Perkotaan
Ketidakmampuan desa untuk berhadapan
dengan pesatnya kemajuan kota salah satunya diakibatkan oleh kelemahan sistem
pendidikan yang ada di desa itu sendiri. Seringkali pengembangan pendidikan
yang diterapkan di sekolah-sekolah desa banyak yang tidak disesuaikan terlebih
dahulu dengan kebutuhan yang ada di dalam masyarakat. Bahkan yang lebih
memprihatinkan dalam penyusunan kurikulum terkadang disamakan dengan
pengembangan kurikulum di sekolah-sekolah kota. Hal ini kemudian menyebabkan
sekolah-sekolah di pedesaan menjadi tidak mungkin mampu dalam menjawab
tantangan serta peluang kerja yang ada di daerahnya sendiri. Akhirnya muncul
kecenderungan bila ada seorang anak desa yang terdidik, maka ia akan enggan
untuk bekerja di desanya dan selanjutnya lebih memilih pergi untuk mencari
pekerjaan yang lebih menjanjikan ke kota.
Fenomena pendidikan masyarakat perkotaan
salah satunya yaitu, masyarakat kelas atas menyekolahkan anaknya di sekolah –
sekolah mewah di saat masyarakat golongan ekonomi lemah harus bersusah payah
bahkan untuk sekedar menyekolahkan anak mereka di sekolah biasa. Maka,
ketimpangan ini dapat memicu kecemburuan yang berpotensi menjadi konflik
sosial. Peningkatan kualitas pendidikan yang sudah tercapai akan sia-sia jika
gejolak sosial dalam masyarakat akibat ketimpangan karena kemiskinan dan
ketidakadilan tidak diredam (Hanakristina,2010). Sekolah yang kualitasnya bagus
karena memiliki pengajar yang kompeten, fasilitas lengkap, dan siswa-siswanya
cerdas akan semakin bagus. Sedangkan sekolah yang kualitasnya sedang justru
sebaliknya. Sekolah yang kualitasnya sedang atau kurang bagus akan menjadi
bertambah buruk. Sudah tenaga pengajarnya kurang kompeten, fasilitasnya kurang,
siswa-siswanya juga kurang secara akademis menurut Prof. Eko Budihardjo.
Untuk meningkatkan kualitas dan pemerataan pendidikan berbagai langkah akan
diambil seperti peningkatan jumlah anak yang ikut merasakan pendidikan, akses
terhadap pendidikan ini dihitung berdasarkan angka partisipasi mulai tingkat
Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Umum. Selain itu pemerintah akan
mengurangi tingkat disparitas atau ketidakmerataan akses baik spasial kota non
kota sebagai berikut:
1. Wajib Belajar
Dalam sektor pendidikan, kewajiban belajar tingkat dasar perlu diperluas
dari 6 ke 9 tahun, yaitu dengan tambahan 3 tahun pendidikan setingkat SLTP
seperti dimandatkan oleh Peraturan Pemerintah 2 Mei 1994. Bahkan dengan
bergantinya presiden Indonesia yaitu Bapak Joko Widodo mencanangkan wajib
belajar menjadi 12 tahun atau setara SMA/MA/SMK/sederajat. Hal ini segaris
dengan semangat “Pendidikan untuk Semua” yang dideklarasikan di konferensi
Jomtien di Muangthai tahun 1990 dan Deklarasi Hak-Hak Azasi Manusia Sedunia
Artikel 29 yang berbunyi: “Tujuan pendidikan yang benar bukanlah mempertahankan
‘sistem’ tetapi memperkaya kehidupan manusia dengan memberikan pendidikan lebih
berkualitas, lebih efektif, lebih cepat dan dengan dukungan biaya negara yang
menanggungnya”
Berbagai upaya telah dilakukan oleh bangsa Indonesia untuk meningkatkan
taraf pendidikan penduduk Indonesia termasuk pelaksanaan Wajib Belajar
Pendidikan Dasar Sembilan Tahun yang diharapkan tuntas pada tahun 2008 yang
dapat diukur antara lain dengan peningkatan angka partisipasi kasar jenjang
pendidikan sekolah menengah pertama dan yang sederajat menjadi 95 persen. Namun
demikian sampai dengan tahun 2006 belum seluruh rakyat dapat menyelesaikan
jenjang pendidikan dasar.
2. Bidang Teknologi
Kemajuan teknologi menawarakan solusi untuk menyediakan akses pendidikan
dan pemerataan pendidikan kepada masyarakat belajar yang tinggal di daerah
terpencil. Pendidikan harus dapat memenuhi kebutuhan belajar orang-orang yang
kurang beruntung ini secara ekonomi ketimbang menyediakan akses yang tak
terjangkau oleh daya beli mereka. Televisi saat ini digunakan sebagai sarana
pemerataan pendidikan di Indonesia karena fungsinya yang dapat menginformasikan
suatu pesan dari satu daerah ke daerah lain dalam waktu yang bersamaan.
Eksistensi televisi sebagai media komunikasi pada prinsipnya, bertujuan
untuk dapat menginformasikan segala bentuk acaranya kepada masyarakat luas.
Hendaknya, televisi mempunyai kewajiban moral untuk ikut serta berpartisipasi
dalam menginformasikan, mendidik, dan menghibur masyarakat yang pada gilirannya
berdampak pada perkembangan pendidikan masyarakat melalui tayangan-tayangan
yang disiarkannya. Sebagai media yang memanfaatkan luasnya daerah liputan
satelit, televisi menjadi sarana pemersatu wilayah yang efektif bagi
pemerintah.
Pemerintah melalui TVRI menyampaikan program-program pembangunan dan
kebijaksanaan ke seluruh pelosok tanpa hambatan geografis yang berarti. Saat
ini juga telah dirintis Televisi Edukasi (TV-E), media elektronik untuk
pendidikan itu dirintis oleh Pusat Teknologi Komunikasi dan Informasi
Pendidikan (Pustekkom), lembaga yang berada di bawah Departemen Pendidikan
Nasional (Depdiknas). Ini untuk memberikan layanan siaran pendidikan
berkualitas yang dapat menunjang tujuan pendidikan nasional.
Tugasnya mengkaji, merancang, mengembangkan, menyebarluaskan,
mengevaluasi, dan membina kegiatan pendayagunaan teknologi informasi dan
komunikasi untuk pendidikan jarak jauh/terbuka. Ini dalam rangka peningkatan
kualitas dan pemerataan pendidikan di semua jalur, jenis, dan jenjang
pendidikan sesuai dengan prinsip teknologi pendidikan berdasarkan kebijakan
yang ditetapkan Menteri Pendidikan Nasional.
Siaran Radio Pendidikan untuk Murid Sekolah Dasar (SRPM-SD) adalah suatu
sistem atau model pemanfaatan program media audio interaktif untuk siswa SD
yang dikembangkan oleh Pustekkom sejak tahun 1991/1992. SRPM-SD lahir
dimaksudkan untuk meningkatkan mutu pendidikan dasar. Produk media audio lain
yang dihasilkan oleh Pustekkom antara lain Radio Pelangi, audio integrated, dan
audio SLTP Terbuka. Tentu saja, itu tadi, termasuk TV-E yang akan berfungsi
sebagai media pembelajaran bagi peserta didik, termasuk mereka yang tinggal di
daerah terpencil dalam rangka pemerataan kesempatan dan peningkatan mutu
pendidikan (Eka, R. 2007. Kondisi Pemerataan Pendidikan di Indonesia,
(http://edu-articles.com, diakses 9 Maret 2009)).
Upaya-upaya lain dalam peningkatan pemerataan pendidikan bagi masyarakat
miskin dan masyarakat terpencil yaitu sebagai berikut :
a. Pendidikan tidak harus dibangun dengan biaya yang mahal, tetapi
sekolah bisa membuat badan amal usaha yang menjadi ruh/biaya operasional
pendidikan lebih-lebih tanpa melibatkan pembiayaan kepada siswa. Kalaupun siswa
dikenai biaya itupun harus disesuaikan dengan tingkat pendapatan orang tua.
b. Bagaimana pemerintah dapat membuat regulasi tentang standar Biaya
Operasional Pendidikan. Kebijakan BOS telah ditelurkan oleh pemerintah, namun
pada kenyatannya di lapangan masih banyak sekolah-sekolah yang mencari lahan
untuk menarik pungutan kepada siswa (orang tua) dengan embel-embel program
tertentu.
c. Pemerintah hendaknya mempunyai komitmen untuk mendistribusikan
bantuan pendidikan (Imbal Swadaya, Block Grant, dll) kepada sekolah sesuai
dengan kuintasi yang dicairkan dan jangan sampai bantuan yang diberikan oleh
pemerintah terhenti di tingkat birokrasi.
d. Pemerintah memberikan reward yang menarik agar memotivasi para guru
yang profesional untuk dapat mengaar di daerah-daerah terpencil.
2.4 Pendidikan
Di Negara Berkembang
Suatu negara digolongkan sebagai negara berkembang jika negara tersebut
belum dapat mencapai tujuan pembangunan yang telah ditetapkan atau belum dapat
menyeimbangkan pencapaian pembangunan yang telah dilakukan.
Beberapa ciri khas Negara-negara
yang sedang berkembang adalah:
1.
Secara politis, pada umumnya baru mengalami
kemerdekaan atau lepas dari penjajahan barat
2.
Secara ekonomis, pada umumnya miskin dan msih sangat
bergantung pada alamnya.
3.
Secara demografis, pada umunya padat penduduk dengan
tingkat pertambahan penduduk karena kelahiran yang tinggi.
4.
Secara budaya, kokoh berpegang pada warisan budaya
tradisiolan secara terus menerus.
Kebijaksanaan pendidikan di negara-negara berkembang umumnya berasal
dari warisan kebijaksanaan pendidikan kaum kolonial. Dikatkan demikian karena
negara-negara berkembang pada saat baru pertama kali merdeka belum sempat
membangun kebijaksanaan pendidikannya sendiri berdasarkan kebutuhan realistik
rakyatnya. Kemerdekaan yang telah dicapai di bidang politik tidak dengan
sendirinya diikuti oleh kemerdekaan di bidang lainnya, lebih-lebih di bidang
pendidikan.
Keadaan tersebut juga tidak jauh beda dengan keadaan pendidikan di
Indonesia yang juga termasuk dalam negara berkembang. Cara melaksanakan pendidikan di
Indonesia tentu tidak terlepas dari tujuan pendidikan di Indonesia sebab
pendidikan Indonesia yang dimaksud di sini ialah pendidikan yang dilakukan
di Indonesia untuk kepentingan bangsa Indonesia. Pengembangan pikiran sebagian besar
dilakukan di sekolah-sekolah atau perguruan-perguruan tinggi melalui
bidang studi-bidang studi yang mereka pelajari. Pikiran para
siswa/mahasiswa diasah melalui pemecahan soal-soal, pemecahan berbagai
masalah, menganalisis sesuatu serta menyimpulkannya.
Seperti
yang telah kita ketahui, kualitas pendidikan di Indonesia semakin memburuk. Hal
ini terbukti dari kualitas guru, sarana belajar, dan murid-muridnya. Guru-guru
tentunya punya harapan terpendam yang tidak dapatmereka sampaikan kepada
siswanya. Memang, guru-guru saat ini kurangkompeten. Banyak orang yang menjadi
guru karena tidak diterima di jurusan lainatau kekurangan dana, kecuali
guru-guru lama yang sudah lama mendedikasikandirinya menjadi guru. Selain
berpengalaman mengajar murid, mereka memiliki pengalaman yang dalam mengenai
pelajaran yang mereka ajarkan. Belum lagimasalah gaji guru. Jika fenomena ini
dibiarkan berlanjut, tidak lama lagi pendidikan di Indonesia akan hancur
mengingat banyak guru-guru berpengalaman yang pensiun.Sarana pembelajaran
juga turut menjadi faktor semakin terpuruknya pendidikan di Indonesia,
terutama bagi penduduk di daerah terbelakang. Namun, bagi penduduk di
daerah terbelakang tersebut, yang terpenting adalah ilmuterapan yang
benar-benar dipakai buat hidup dan kerja. Ada banyak masalahyang menyebabkan
mereka tidak belajar secara normal seperti kebanyakan siswa pada umumnya,
antara lain guru dan sekolah. Presiden memaparkan beberapa langkah
yang akan dilakukan oleh pemerintah dalam rangka meningkatkan kualitas
pendidikan di Indonesia, antara lain, yaitu:
1. Langkah pertama yang akan dilakukan
pemerintah, yakni meningkatkan akses terhadap masyarakat untuk bisa
menikmati pendidikan di Indonesia. Tolok ukurnya dari angka partisipasi.
2. Langkah kedua, menghilangkan
ketidakmerataan dalam akses pendidikan,seperti ketidakmerataan di desa dan
kota, serta jender.
3.
Langkah ketiga, meningkatkan mutu pendidikan dengan
meningkatkan kualifikasi guru dan dosen, serta meningkatkan nilai
rata-rata kelulusan dalamujian nasional.
4. Langkah keempat, pemerintah akan
menambah jumlah jenis pendidikan di bidang kompetensi atau profesi sekolah
kejuruan. Untuk menyiapkan tenagasiap pakai yang dibutuhkan.
5. Langkah kelima, pemerintah berencana
membangun infrastruktur sepertimenambah jumlah komputer dan perpustakaan di
sekolah-sekolah.
6. Langkah keenam, pemerintah juga
meningkatkan anggaran pendidikan.
7. Langkah ketujuh, adalah penggunaan
teknologi informasi dalam aplikasi pendidikan.
8. Langkah terakhir, pembiayaan bagi
masyarakat miskin untuk bisa menikmatifasilitas penddikan.
Di bawah ini akan diuraikan beberapa
penyebab rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia secara umum, yaitu:
1.
Efektivitas Pendidikan di Indonesia
Pendidikan
yang efektif adalah suatu pendidikan yang memungkinkan peserta didik untuk
dapat belajar dengan mudah, menyenangkan dan dapattercapai tujuan sesuai dengan
yang diharapkan. Dengan demikian, pendidik (dosen, guru, instruktur, dan
trainer) dituntut untuk dapat meningkatkankeefektifan pembelajaran agar
pembelajaran tersebut dapat berguna.
Efektivitas
pendidikan di Indonesia sangat rendah. Setelah praktisi pendidikan
melakukan penelitian dan survei ke lapangan, salah satu penyebabnya adalah
tidak adanya tujuan pendidikan yang jelas sebelumkegiatan pembelajaran
dilaksanakan. Hal ini menyebabkan peserta didik dan pendidik tidak
tahu“goal”apa yang akan dihasilkan sehingga tidak mempunyai gambaran yang
jelas dalam proses pendidikan. Jelas hal inimerupakan masalah terpenting jika kita
menginginkan efektivitas pengajaran.Bagaimana mungkin tujuan akan tercapai jika
kita tidak tahu apa tujuan kita.
2.
Standardisasi Pendidikan di
Indonesia
Jika
ingin meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, kita juga berbicaratentang
standardisasi pengajaran yang kita ambil. Tentunya setelah melewati proses
untuk menentukan standar yang akan diambil. Dunia pendidikan
terus berubah. Kompetensi yang dibutuhkan oleh masyarakat terus-menerus
berubah apalagi di dalam dunia terbuka yaitu di dalam dunia modern
dalam eraglobalisasi. Kompetensi-kompetensi yang harus dimiliki oleh seseorang
dalam lembaga
pendidikan haruslah memenuhi standar.Seperti yang kita lihat sekarang ini,
standar dan kompetensi dalam pendidikan formal maupun informal terlihat
hanya keranjingan terhadap standar dankompetensi. Kualitas pendidikan diukur
oleh standar dan kompetensi di dalam berbagai versi, demikian pula
sehingga dibentuk badan-badan baru untuk melaksanakan standardisasi dan
kompetensi tersebut seperti Badan Standardisasi Nasional Pendidikan
(BSNP).Tinjauan terhadap standardisasi dan kompetensi untuk meningkatkan
mutu pendidikan akhirnya membawa kami dalam pengunkapan adanya bahaya yangtersembunyi
yaitu kemungkinan adanya pendidikan yang terkurung oleh standar kompetensi
saja sehingga kehilangan makna dan tujuan pendidikan tersebut
Selain
beberapa penyebab rendahnya kualitas pendidikan, berikut ini akandipaparkan
pula secara khusus beberapa masalah yang menyebabkan rendahnyakualitas
pendidikan di Indonesia :
1.
Rendahnya Kualitas Sarana
Fisik
Untuk
sarana fisik misalnya, banyak sekali sekolah dan perguruan tinggi kitayang
gedungnya rusak, kepemilikan, dan penggunaan media belajar rendah,
buku perpustakaan tidak lengkap. Sementara laboratorium tidak standar,
pemakaianteknologi informasi tidak memadai dan sebagainya. Bahkan masih
banyak sekolah yang tidak memiliki gedung sendiri, tidak memiliki
perpustakaan, tidak memiliki laboratorium dan sebagainya.
2.
Rendahnya
Kualitas Guru
Keadaan guru di
Indonesia juga amat memprihatinkan. Kebanyakan guru belum memiliki
profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnyasebagaimana disebut
dalam pasal 39 UU No 20/2003 yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan
pembelajaran, menilai hasil pembelajaran,melakukan pembimbingan, melakukan
pelatihan, melakukan penelitian danmelakukan pengabdian masyarakat.
3.
Rendahnya Kesejahteraan Guru
Rendahnya kesejahteraan guru
mempunyai peran dalam membuat rendahnyakualitas pendidikan Indonesia.
4.
Rendahnya Prestasi Siswa
Dengan keadaan yang demikian itu
(rendahnya sarana fisik, kualitas guru, dankesejahteraan guru) pencapaian
prestasi siswa pun menjadi tidak memuaskan.Sebagai misal pencapaian prestasi
fisika dan matematika siswa Indonesia didunia internasional sangat rendah.
Menurut Trends in Mathematic and ScienceStudy (TIMSS) 2003 (2004), siswa Indonesia
hanya berada di ranking ke-35 dari44 negara dalam hal prestasi matematika dan
di ranking ke-37 dari 44 negaradalam hal prestasi sains. Dalam hal ini prestasi
siswa kita jauh di bawah siswaMalaysia dan Singapura sebagai negara tetangga
yang terdekat.
5.
Kurangnya Pemerataan Kesempatan
Pendidikan
Kesempatan
memperoleh pendidikan masih terbatas pada tingkat SekolahDasar. Data Balitbang
Departemen Pendidikan Nasional dan Direktorat JenderalBinbaga Departemen Agama
tahun 2000 menunjukan Angka Partisipasi Murni(APM) untuk anak usia SD pada
tahun 1999 mencapai 94,4% (28,3 juta siswa).Pencapaian APM ini termasuk
kategori tinggi. Angka Partisipasi MurniPendidikan di SMP masih rendah yaitu
54, 8% (9,4 juta siswa). Sementara itu, layanan pendidikan usia dini masih
sangat terbatas. Kegagalan pembinaan dalamusia dini nantinya tentu akan
menghambat pengembangan sumber daya manusiasecara keseluruhan. Oleh karena itu,
diperlukan kebijakan dan strategi pemerataan pendidikan yang tepat untuk
mengatasi masalah ketidakmerataantersebut
6.
Mahalnya Biaya Pendidikan
Pendidikan
bermutu itu mahal. Kalimat ini sering muncul untuk menjustifikasimahalnya biaya
yang harus dikeluarkan masyarakat untuk mengenyam bangku pendidikan.
Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) hinggaPerguruan Tinggi
(PT) membuat masyarakat miskin tidak memiliki pilihan lainkecuali tidak
bersekolah. Orang miskin tidak boleh sekolah.
2.5
SDM Di Pedesaan
Pedesaan
merupakan penopang ekonomi perkotaan. Jika SDM di pedesaan dibangun dan
diorganisasi serta diberi pendidikan dan pelatihan yang baik, bukan tidak
mungkin akan berkembang seperti SDM yang berada di perkotaan dimana mereka
dapat menguasai teknologi. Sehingga diharapkan jika SDM baik di perkotaan
maupun pedesaan dapat berkembang dengan pesat dan baik, maka Negara Indonesia
yang termasuk dalam lima besar negara berpenduduk terbesar di dunia akan maju
dan menjadi negara yang makmur dan sejahtera.
Masyarakat pedesaan kurang mempunyai
kemampuan untuk memperoleh akses terhadap layanan-layanan dari pemerintah
maupun swasta yang masyoritas berada pada pusat-pusat kota. Untuk itulah,
Pemerintah perlu memprioritaskan pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) di
wilayah pedesaan atau pedalaman. Masyarakat dari komunitas pedesaan atau
pedalaman yang diharapkan menjadi pelaku utama untuk pembangunan komunitasnya
secara berkelanjutan akan menjadi tanda tanya bagi kita semua. Pertanyaannya
mampukah masyarakat pedesaan atau pedalaman tersebut bisa menjadi pelaku utama
pembangunan jika tidak didukung oleh SDM yang memadai?
Pengembangan SDM di wilayah pedesaan atau pedalaman merupakan hal yang sangat prioritas dan merupakan kewajiban pemerintah. Namun, dalam pengembangan itu perlu disesuaikan dengan kondisi suatu masyarakat. Kekayaan sumber daya alam, dukungan infrastruktur, kecanggihan kemajuan teknologi, kemampuan pembiayaan yang dibutuhkan untuk mendukung pembangunan masyarakat tidak akan bisa maksimal apabila tidak didukung oleh kemampuan SDM itu, elemen pendidikan dan kesehatan menjadi intrumen yang sangat strategis yang harus dikembangkan untuk terwujudnya SDM yang memadai.
Pengembangan SDM di wilayah pedesaan atau pedalaman merupakan hal yang sangat prioritas dan merupakan kewajiban pemerintah. Namun, dalam pengembangan itu perlu disesuaikan dengan kondisi suatu masyarakat. Kekayaan sumber daya alam, dukungan infrastruktur, kecanggihan kemajuan teknologi, kemampuan pembiayaan yang dibutuhkan untuk mendukung pembangunan masyarakat tidak akan bisa maksimal apabila tidak didukung oleh kemampuan SDM itu, elemen pendidikan dan kesehatan menjadi intrumen yang sangat strategis yang harus dikembangkan untuk terwujudnya SDM yang memadai.
SDM yang unggul harus dapat
dipertahankan secara berkelanjutan, untuk itu diperlukan suatu kebiajakan dalam
pemberdayaan budaya sebagai aktualisasi kemampuan mengembangkan setiap individu
secara mandiri artinya dengan budaya perusahaan yang melahirkan kebersamaan
pola pikir mendorong kebiasaan SDM yang ungul memiliki komitmen dalam
menjalankan peran yang ditugaskan kepadanya.
Jadi pemberdayaan haruslah dipandang sebagai suatu cara yang amat praktis dan produktif untuk mendapatkan yang terbaik dari SDM itu sendiri dan pengikut yang selalu siap dan komitmen atas keinginannya sendiri, sehingga ia tidak merasa diikat oleh organisasi birokratis.
Jadi pemberdayaan haruslah dipandang sebagai suatu cara yang amat praktis dan produktif untuk mendapatkan yang terbaik dari SDM itu sendiri dan pengikut yang selalu siap dan komitmen atas keinginannya sendiri, sehingga ia tidak merasa diikat oleh organisasi birokratis.
Untuk menjamin kualitas SDM, dilakukan
spesifikasi – spesifikasi SDM yang hendak dikembangkan harus ditentukan oleh
kecenderungan (trend) kebutuhan indutri agar kompetitif secara global.
Penekanan pembinaan SDM ditujukan pada dua jalur: tenaga kerja inovatif (yang
padat pengetahuan) dan tenaga kerja efisien (yang bersertifikasi). Serta untuk
menjamin aspek kuantitas, pembinaan SDM harus memanfaatkan teknologi sejak
dini.
Penyaluran SDM perlu diarahkan kepada kualitas
tenaga kerja global. Yang diharapkan tingkat pengangguran Agar dapat
terlaksananya pemanfaatan potensi SDM dalam kebiasaan produktif, perlu
dipikirkan selain selain penguasaan ilmu dari informasi, pengetahuan dari
pengalaman menjadi keterampilan, tetapi juga yang terkait dengan keinginan
bersandarkan jati diri yang bersangkutan sebagai daya dorong, yang dalam hal
ini diperlukan seperangkat keahlian yang perlu dikembangkan secara
berkesinambungan yaitu menyangkut peningkatan keterampilan yang harus di tumbuh
kembangkan melalui pengelaman yang diperoleh dari lingkungan diri sendiri dan
atau pengelaman orang lain sebagai berikut :
1) fleksibilitas dalam berpikir ;
2) keberanian mengambil resiko ;
3) kemampuan untuk menyelesaikan suatu
pekerjaan ;
4) seni kepemimpinan.
Kata kunci dalam usaha memanfaatkan
potensi SDM yang unggul terletak pada kemampuan untuk mengorganisir kekuatan
dalam “kerja tim“ dan pelaksanaan dari pelatihan yang berkelanjutan di
pedesaan.
Membangun kerja tim di pedesaan, bukan
sekedar untuk mengelompokkan orang–orang berada dalam satu tim, melainkan
adanya kesiapan diri dari setiap anggota tim atas potensi yang dapat
diberikannya untuk menjalankan peran dalam tim sebagai peran driver
(mengembangkan gagasan, memberi arah, menemukan hal-hal baru); planner
(menghitung kebutuhan tim, merencanakan strategi kerja, menyusun jadwal);
enable (ahli memecahkan masalah, mengelola sarana atau sumber daya, menyebarkan
gagasan, melakukan negosiasi); exec (mau bekerja menghasilkan output,
mengkoordinir dan memelihara tim) controller (membuat catatan, mengaudit dan
mengevaluasi kemajuan tim).
Pelatihan, merupakan investasi pelatihan
dan pendidikan yang berkesinambungan bagi staf dan manajemen yang harus
direncanakan secara menyeluruh dan sistimatis sebagai usaha peningkatan potensi
SDM yang unggul masa keni dan masa depan.
Upaya pemerintah dalam meningkatkan SDM di pedesaan
yaitu sebagai berikut:
1.
Meningkatkan mutu pendidikan di pedesaan
2.
Membuka tempat pelatihan atau sejenisnya
3.
Meningkatkan sarana dan prasarana pedesaan demi
menunjang peningkatan SDM tersebut
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan kajian yang membahas tentang
Masyarakat Pedesaan Terkait dengan Masyarakat Pedesaan
dan Perkotaan, Pendidikan, Kesenjangan Pendidikan, Pendidikan di Negara
Berkembang dan SDM di Pedesaan, maka kami dapat
menyimpulkan sebagai berikut :
Hubungan kota-desa cenderung terjadi
secara alami yaitu yang kuat akan menang, karena itu dalam hubungan
desa-kota, makin besar suatu kota makin berpengaruh dan makin menentukan
kehidupan perdesaan. Pedesaan
merupakan penopang ekonomi perkotaan. Jika SDM di pedesaan dibangun dan
diorganisasi serta diberi pendidikan dan pelatihan yang baik, bukan tidak
mungkin akan berkembang seperti SDM yang berada di perkotaan dimana mereka
dapat menguasai teknologi. Sehingga diharapkan jika SDM baik di perkotaan
maupun pedesaan dapat berkembang dengan pesat dan baik, maka Negara Indonesia
yang termasuk dalam lima besar negara berpenduduk terbesar di dunia akan maju
dan menjadi negara yang makmur dan sejahtera.
DAFTAR
PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar