MATERI PERSENTASI BAB 1
Sub Bab
1. Peranan
teori dalam pendidikan bagi anak yang berkesulitan belajar
2. Pelayanan
pengajaran remedial bagi anak berkesulitan belajar
3. Hubungan
antara pendidikan luar biasa dengan pendidikan pada umumnya
4. Berbagi teori tentang proses dan hasil belajar
PERSPEKTIF TEORITIK
PENDIDIKAN BAGI ANAK BERKESULITAN
BELAJAR
Latar belakang
Pelayanan
pendidikan bagi anak berkesulitan belajar yang tidak didasarkan atas landasan
teoritik yang dapat diandalkan mungkin bukan tidak hanya efektif dan efisiensi
untuk mencapai tujuan tetapi juga menimbulkan kerugian bagi anak. Sebagai
contoh, semua guru mengetahui bahwa motivasi dapat meningkatkan prestasi
belajar anak. Tetapi, tidak banyak guru yang mengetahui bagaimana membangkitkan
motivasi belajar anak. Dalam kelas yang siswanya memiliki kemampuan heterogen
misalnya, mungkin guru akan menciptakan interaksi belajar yang kompetitif
karena ia beranggapan bahwa kompetisi dapat meningkatkan motivasi yang pada
gilirannya juga meningkatkan prestasi belajar anak. Guru tersebut lupa bahwa
kompetensi antarindividu yang memiliki kekuatan tidak seimbang dapat
menimbulkan ketidakberdayaan yang dipelajari (learned helpleesness) bagi yang lemah dan menimbulkan kebosanan
bagi yang terlalu kuat. Jika anak yang berkesulitan belajara berada dalam kelas
dengan suasana belajar kompetitif semacam itu maka dapat diramalkan bahwa
mereka akan menjadi anak yang putus asa, yang tidak hanya berakibat buruk bagi
pencapaian prestasi belajar yang optimal tetapi juga berakibat buruk bagi
pembentukan kepribadian nya. Oleh karena itu, guru perlu memiliki pengetahuan
teoritik yang dapat digunakan sebagai bekal dalam menciptakan strategi
pembelajaran yang tidak hanya efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran tetapi
juga efektif untuk membangun kepribadian yang sehat untuk anak.
1.
Peranan
teori dalam pendidikan bagi anak yang berkesulitan belajar
Tujuan
ilmu adalah untuk membentuk teori. Begitu pula dengan ilmu yang mengkaji
pendidikan bagi anak yang berkesulitan belajar, bertujuan untuk membentuk
teori-teori yang dapat digunakan sebagai landasan yang dapat diandalkan untuk
memecahkan masalah-masalah pendidikan anak berkesulitan belajar.
Teori adalah sekumpulan bangunan
pengetahuan atau konsep, defenisi, dan dalil yang saling terkait, yang
memungkinkan terbentuknya suatu gambaran yang sistematik tentang fenomena yang
menjelaskan hubungan anar berbagai variabel, dengan tujuan menjelaskan dan
meramalakan fenomena tersebut (Kerlinger, 1973:9). Menurut Ary, Jacobs, dan
Razaviech melalui teori ilmiah kita dapat memberikan penjelasan, peramalan, dan
pengendalian tentang suatu fenomena. Dengan
demikian teori ilmiah tentang pendidikan bagi anak yang berkesulitan belajar
dapat digunakan untuk menjelaskan fenomena kesulitan belajar, meramalakan
peristiwa-peristiwa yang mungkin terjadi jika suatu perlakuan digunakan, dan
dapat digunakan untuk mengontrol atau mengendalikan agar fenomena kesulitan
belajar tidak terjadi atau bertambah parah.
Menurut Jujun S. Suriasumantri
(1984:84), ilmu dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok ilmu murni dan ilmu
terapan. Berbeda dengan ilmu terapan yang diarahkan langsung untuk memecahkan
masalah dalam kehidupan sehari-hari, ilmu murni umumnya belum dapat digunakan
untuk memecahkan masalah seperti itu. Meskipun demikian, jika ilmu terapan
gagal memecahkan suatu maslah yang dihadapi, maka ikmu tersebut akan melihat
kembali landasan ilmu murninya. Ini tidak berati bahwa ilmu terapan bukan ilmu
yang otonom atau ilmu yang berdiri sendiri, karena baik ilmu terapan maupun
ilmu murni memiliki objek formal yang berbeda meskipun mungkin objek materinya
sama. Menurut Jujun S. Suariasumantri , ilmu pendidikan merupakan ilmu terapan
yang mengaplikasikan tiga ilmu sosial psikolog, sosiologi, dan antropologi.
Ilmu pendidikan memiliki objek materi yang sama dengan ilmu murninya yaitu
manusia, tetapi memiliki bidang telaah yang berbeda dari ilmu murninya yaitu
pendidikan. Oleh karena itu, ilmu
pendidikan adalah ilmu yang berdiri sendiri, dalam memecahkan masalah-maslah
kependidikan sering diperlukan pendekatan multidisipliner yang melibatkan
barbagai ilmu yang terkait.
Pendidikan
bagi anak yang berkesulitan belajar merupakan bagian dari ilmu pendidikan luar
biasa atau sering disingkat PLB atau sering disebut juga Ortopedagogik. Ilmu
pendidikan luar biasa atau ortopedagogik adalah cabang ilmu pendidikan atau
pedagogik. Sebagai cabang dari ilmu pendidikan maka ilmu PLB berusaha membangun
teori-teorinya sendiri.
2.
Pelayanan pengajaran Remidial bagi Anak
Berkesulitan Belajar
Pengajaran
remedial (remedial teaching) bertolak
dari konsep belajar tuntas (master
learning), yang ditandai oleh system pembelajaran dengan menggunakan modul.pada
tiap akhir kegiatan pembelajaran dari suatu unit pelajaran, guru melakukan
evaluasi formatif, dan setelah evaluasi formatif anak-anak yang belum menguasai
bahan pelajaran diberikan pengajaran remedial, agar tujuan belajar yang telah
ditetapkan sebelumnya dapat dicapai. Dengan demikian, pengajaran remedial pada hakikatnya merupakan
kewajiban bagi semua guru setelah mereka melakukan evaluasi formatif dan
menemukan adanya anak yang belum mampu meraih tujuan belajar yang telah
ditetapkan sebelumnya.
Dalam
kehidupan sehari-hari ada anak yang meskipun telah diberi pengajaran remedial
oleh guru, mereka tetap memperoleh
prestasi belajar yang tidak sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Bahkan mungkin
ada anak-anak yang penguasaanya prasyaratnya masih terlalu rendah untuk
mengikuti pelajaran yang disajikan sehingga guru perlu memperbaiki penguasaan
prasayrat tersebut. Anak-anak seperti itu tergolong anak berkesulitan belajar.
Tugas untuk memberikan pengajaran remedial bagi Anak-anak berkesulitan belajar
yang berat seperti itu sebaiknya diserahkan kepada Guru yang memiliki keahlian
khusus dalam pelayanan pendidikan bagi anak-anak berkesulitan belajar disebut
Guru remedial (remedial teacher). Dengan demikian, di suatu sekolah idealnya
ada dua jenis guru, guru regular (baik guru kelas maupun guru bidang studi) dan
guru remedial yang khusus memberikan pelayanan pengajaran remedial bagi
anak-anak berkesulitan belajar.
Sebelum
pengajaran remedial diberikan, guru lebih dahulu perlu menegakkan diagnosis
kesulitan belajar, yaitu menentukan jenis dan penyebab kesulitan serta
alternatif strategi pengajaran remedial yang efektif dan efisien. Menurut buku Akta Mengajar v (1984/1985:40), ada enam langkah prosedur diagnosis yang perlu
dilalui, 1. Identifikasi, 2. Lokalisasi letak kesulitan, 3. Lokalisasi penyebab
kesulitan, 4. Memperkirakan kemungkinan bantuan, 5. Menetapkan kemungkinan cara
mengatasi kesulitan, 6. Tindak lanjut.
Menurut Samuel A. Kirk (1986: 265), prosedur
diagnosis mencakup lima langkah, 1. Menentukan potensi atau kapasitas anak, 2.
Menentukan taraf kemampuan dalam suatu bidang studi yang memerlukan pengajaran
remedial, 3. Menentukan gejala kegagalan dalam suatu bidang studi, 4.
Menganalisis factor-faktor yang terkait, 5. Menyusun rekomendasi untuk
pengajaran remedial.
Dari kedua jenis prosedur tersebut mungkin
disintesiskan sehingga langkah-langkahnya menjadi:
- Identifikasi
- Menentukan prioritas
- Menentukan potensi
- Menentukan taraf kemampuan dalam bidang yang perlu diremidiasi
- Menentukan gejala kesulitan
- Menganalisis faktor-faktor yang terkait
- Menyusun rekomendasi untuk pengajaran remedial
Berikut ini secara berturut-turut akan dicoba
membahas prosedur dan prinsip pelaksanaan diagnosis kesulitan belajar yang
merupakan bagian sangat penting sebelum pengajaran remedial diberikan :
- Prosedur Diagnosis
Seperti telah dikemukakan bahwa ada tujuh
prosedur yang harus dilalui dalam menegakkan diagnosis, yaitu identifikasi,
menentukan prioritas, menentukan potensi anak, menentukan taraf kemampuan, menentukan
gejala kesulitan, menganalisis faktor-faktor yang terkait, menyusun rekomendasi
untuk pengajaran remedial. Prosedur tersebut dapat dijelaskan seperti berikut:
Identifikasi . sekolah yang ingin menyelenggarakan program
pengajaran remedial yang sistematis hendaknya melakukan identifikasi untuk
menentukan anak-anak yang memerlukan atau berpotensi memerlukan pelayanan
pengajaran remedial.pelaksanaan identifikasi dapat dilakukan dengan
memperhatikan laporan guru kelas atau sekolah sebelumnya, hasil tes intelegensi
yang dilakukan secara missal atau individual, atau melalui instrumen informal,
misalnya dalam bentuk lembar observasi guru atau orang tua.berdasarkan
informasi tersebut sekolah dapat memperkirakan berapa jumlah anak yang
memerlukan pelayanan pengajaran remedial. Berdasarkan data tersebut juga dapat
digunakan untuk mengelompokkan anak, berapa yang tergolong ringan yang dapat
dilayani oleh guru reguler, berapa yang
tergolong sedang, dan berapa yang tergolong berat yang memerlukan pelayanan
dari guru remedial, yaitu guru khusus yang memiliki keahlian dibidang
pendidikan bagi anak berkesulitan belajar.
Menentukan prioritas. Tidak semua semua anak yang oleh sekolah
dinyatakan sebagai berkesulitan belajar memerlikan pelayanan khusus oleh guru
remedial, lebih-lebih jika jumlah guru remedial masih sangat terbatas. Oleh
karena itu, sekolah perlu menentukan prioritas anak mana yang diperkirakan
dapat diberi pelayanan pengajaran remedial oleh guru kelas atau guru bidang
studi, dan anak mana yang perlu dilayani oleh guru khusus. Anak-anak
berkesulitan belajar yang tergolong berat mungkin perlu memperoleh prioritas
utama untuk memperoleh pelayanan pengajaran remedial yang sistematis dari guru
khusus remedial.
Menentukan potensi. Potensi anak biasanya didasarkan atas sekor
tes intelegensi. Oleh karena itu, setelah identifikasi anak berkesulitan
belajar dilakukan, maka untuk menentukan potensi anak diperlukan tes
intelegensi. Tes intelegensi yang paling banyak digunakan adalah WISCR (Wechsler Intelegence Scale for
Children-Revised) (Anastasi, 1982:251). Jika dari hasil tes tersebut anak
memiliki sekor IQ 70 kebawah, maka anak semacam itu dapat digolongkan ke dalam
kelompok anak tunagrahita tidak memerlukan pelayanan pengajaran remedial di
sekolah biasa tetapi seluruh program pengajaran harus disesuaikan dengn potensi
anak tersebut. Jika hasil tes intelegensi menunjukkan bahwa anak mamiliki
sekor IQ 71 hingga 89, maka anak semacam
itu tergolong lamban belajar, yang mungkin
secara terus-menerus memerlukan bantuan agar dapat mengikuti program
pendidikan yang didasarkan atas kriteria normal. Yang dapat digolongkan anak
berkesulitan belajar ialah yang memiliki sekor IQ rata-rata atau lebih, yaitu
paling rendah sekor IQ 90.
Menentukan penguasaan bidang studi yang perlu diremidialiasi. Salah
satu karakteristik anak berkesulitan belajar adalah prestasi belajar yang jauh
di bawah kapasitas intelegensinya. Oleh karena itu, guru remedial perlu
memiliki data tentang prestasi belajar anak dan membandingkan prestasi belajar
tersebut dengan taraf intelegensinya. Jika prestasi belajar anak menyimpang
jauh di bawah kapasitas intelegensinya maka tidak dapat dikelompokkan sebagai
anak berkesulitan belajar. Ditinjau dari sudut statistika, ynag dimaksud dengan
penyimpangan yang jauh dibawah rata-rata adalah dua simpangan baku di bawah
rata-rata (mean).
Menentukan gejala kesulitan. Pada langkah ini gururemidial perlu melakukan observasi dan analisis cara anak
belajar. Ca anak mempelajari suatu bidang studi sering dapat memberikan informasi
diagnostic tentang sumber penyebab yang orisinal dari suatu kesulitan.
Kesulitan dalam membedakan huruf “b” dengan “d” misalnya, sering merupakan
petunjuk bahwa anak memiliki gangguan persepsi visual tersebut sering
disebabkan olah adanya disfungsi otak. Gejala kesulitan tersebut dapat
digunakan sebagai landasan dalam menentukan diagnosis, yang selanjutnya dapat
digunakan sebagai landasan dalam menentukan strategi pembelajaran yang sesuai.
Analisis berbagai faktor yang terkait. Pada langkah ini guru remedial perlu ,elakukan
analisis hasil-hasil pemeriksaan ahli-ahli lain seperti psikolo, dokter,
konselor, dan pekerja sosial. Berdasarkan hasil analisis terhadap hasil
pemeriksaan berbagai bidang keahlian dan mengaitkan mereka dengan hasil
observasi yang dilakukan sendir, guru remedial dapat menegakkan suatu diagnosis
yang diharapkan dapat digunakan sebagai landasan dalam menentukan strategi
pengajaran remedial yang efektif dan efisien. Berarti seorang guru remedial
perlu memiliki pengetahuan dasar tentang berbagai bidang ilmu yang terkait dan
dapat menjalin suatu bentuk kerjasama multidisipliner.
Menyusu rekomendasi untuk pen gajaran remedial. Berdasar hasil diagnosis yang secara cermat
ditegakkan, guru remedial dapat menyusun suatu rekomendasi penyelenggaraan
program pengajaran remedial bagi seorang anak yang berkesulitan belajar.
Rekomendasi tersebut mungkin dapat dalam bentuk suatu program pendidikan yang
individual (individualized education
programs) , yang pelaksanaannya perlu dievaluasi lbih dahulu oleh suatu tim
penilai program pendidikan individual (TP31) (Kitano dan Kirby, 1986: 150). Tim
tersebut biasanya terdiri dari guru khusus remedial, guru reguler, kepala
sekolah, konselor, dokter, psikolog, orang tua, dan mungkin juga anak yang
bersangkutan.
- Prinsip diagnosis
Ada beberapa prinsip diagnosis yang perlu
diperhatikan oleh guru bagi anak berkesulitan belajar. Prinsip-prinsip tersebut
adalah: 1. Terarah pada perumusan metode perbaikan, 2. Efisien, 3. Menggunakan
catatan kumulatif, 4. Memperhatikan berbagai informasi yang terkait, 5. Valid
dan reliable, 6. Penggunaan tes baku (kalau mungkin), 7. Penggunaan prosedur
informal, 8. Kuantitatif, 9. Berkesinambungan.
Ø Terarah pada perumusan metode perbaikan. Diagnosis hendaknya mengumpulkan berbagai
informasi yang bermanfaat untuk menyusun suatu program perbaikan atau program
pengajaran remedial. Ada dua tipe diagnosis, Diagnosis etiologis (etiological diagnosis) dan diagnosis
terapetik (therapeutic diagnosis).
Diagnotis etiologis merupakan diagnotis yang bertujuan untuk mmmengetahui sumer
penyebab orisinal dari kesulitan belajar. Diagnosis ini umumnya kurang
bermanfaat untuk merumuskan program pengajaran remedial. Mengumpulkan informasi
yang berkaitan dengan penyakit yang lama diderita oleh seorang anak sehingga
anak lama tidak masuk sekolah, yang menyebabkan anak tertinggal dari
teman-temannya dalam beberapa bidang studi misalnya: informasi tersebut tidak
bermanfaat langsung untuk menyusun program pengajaran remedial. Informasi ini
hanya bermanfaat untuk menetapkan sumber penyebab orisinal kesulitan belajar. D
iagnosis terapetik merupakan diagnosis yang berkaitan langsung dengan kondisi
anak pada saat sekarang. Informasi tentang lingkungan anak sangat penting untuk
landasan tindakan korektif sebelum pengajaran remedial dilakukan, Bila
lingkungan telah mendukung berlangsungnya proses pengajaran remedial, maka
informasi tentang kekuatan dan keterbatasan anak dapat dijadikan landasan dalam
penyusunan program pengajaran remedial. Diagnosis
bukan hanya sekedar taksiran ketrampilan dan kemampuan anak. Mengingat
kesulitan belajar memiliki latar belakang yang kompleks maka informasi mengenai
kondisi fisik, sensorik, emosional, dan lingkungan perlu mendapat perhatian.
Ø Diagnosis harus efisien.
Diagnosis kesulitan belajar sering berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Hal ini dapat
menjemukan, sehingga dapat berpengaruh buruk terhadap motifasi belajar anak. Diagnosis hendaknya berlangsung sesuai
dengan derajat kesulitan anak. Evaluasi rutin, termasuk evaluasi psikologis, dapat memberikan
informasi diagnostik yang berharga. Diagnosis yang didasarkan atas hasil-hasil
evaluasi yang dilakukan secara rutin di
sekolah dapt digolongkan kedalam taraf
diagnosis umum (general diagnosis). Diagnosis umum ini bermanfaat untuk
menyesuaikan program pembelajaran kelompok-kelompok secara umum. Disamping itu,
diagnosis umum juga dapat memberikan informasi yang berguna untuk menyesuaikan
program pembelajaran yang didasarkan atas individualitas anak dan dapat pula
untuk membantu menemukan anak yang memerlukan
analisis lebih rinci tentang kesulitan belajar mereka. Bila kesulitan
belajar disertai dengan gejala-gejala lain, misalnya gejala neurologis, maka
pemeriksaan medis sering diperlukan. Diagnosis kesulitan belajar yang
ditegakkan atas hasil evaluasi semacam itu dapat digolongkan pada taraf
diagnosis analitis (analytical diagnosis). Diagnosis analitis, terutama
diagnosis medis-neurologis, bermanfaat untuk menentukkan lokasi pada otak yang
menyebabkan kesulitan belajar, sehingga dengan demikian dapat dijadikan
landasan dalam menyesuaikan program pengajaran remedial yang sesuai dengan
keadaan anak. Kadang juga dijumpai anak yang mengalami kesulitan belajar yang
sumbernya sukar diketahui. Misalnya, anak yang intelegensinya berada di atas
rata-rata dan dari hasil pemeriksaan medis tidak ditemukan adanya kelainan
neurologis, maka anak tersebut perlu ievaluasi secara lebih cermat. Diagnosis
yang ditegakkan atas hasil evaluasi secara lebih cermat itu dapat
digolongkan ke dalam diagnosis study
kasus (case-study diagnosis. Diagnosis study kasus sangat bermanfaat untuk
menentukan metode pengajaran yang lebih khusus yang sesui dengan kondisi anak.
Ø Penggunaan catatan kumulatif. Catatan
kumulatif ( Cumulative records) dibuat sepanjang tahun kehidupan anak di
sekolah. Catatan semacam itu dapat memberikan informasi yang sangat berharga
dalam pengajaran remedial. Informasi tersebut dapat digunakan sebagai landasan
untuk menentukan pengelompokkan yang sesuai dengan tingkat kesulitan belajar
anak.
Ø Valid dan reliable. Dalam
melakukan diagnosis hendaknya digunakan intrumen yang dapat mengukur apa yang
seharusnya diukur (valid) dan
instrumen tersebut hendaknya dapat diandalkan (reliable). Informasi yang dikumpulka
hendaknya tepat, yang dapat dijadikan landasan dalam menentukan program
pengajaran remedial.
Ø Penggunaan tes baku. Tes
baku adalah tes yang telah dikalibrasi, yaitu telah teruji validitas dan
reliabilitasnya. Berbagai tes psikologis, terutama tes intelegensi, umumnya
merupakan tes baku yang telah diuji
validitas dan reliabilitasnya. Tetapi tidak demikian halnya dengan tes prestasi belajar yang umumnya buatan
guru. Di negara kita tes prestasi belajar yang baku masih merupakan barang
langka, lebih-lebih dapat digunakan untuk mendiagnosis kesulitan belajar. Hal
ini mungkin disebabkan oleh karena menyusun tes baku lebih sulit dan memerlukan
biaya tinggi bila dibandingkan dengan tes hasil belajar biasa.
Ø Penggunaan prosedur informal. Meskipun tes-tes baku umumnya mampu
memberikan informasi yang lebih
Ø
Ø tepat
dan efisien, penggunaan prosedur
informal sering memberikan manfaat yang bermakna. Guru hendaknya memiliki
perasaan bebas untuk melakukan evaluasi dan tidak terlalu terikat secara kaku
oleh tes baku. Di negara yang masih belum banyak dikembangkan tes baku,
hasil observasi guru memegang peranan yang sangat penting untuk menegakkan
diagnosis kesulitan belajar anak. Dari observasi informal sering dapat
diperoleh informasi yang bermanfaat bagi penyusunan program pengajaran
remedial.
Diagnosis dilakukan secara
berkesinambungan. Kadang-kadang anak gagal mencapai tujuan pengajaran remedial
yang telah dikembangkan berdasarkan hasil diagnosis. Dalam keadaan semacam ini
perlu dilakukan diagnosis ulang untuk landasan penyusunan program pengajaran
remedial yang lebih efektif dan efesien. Suatu program pengajaran remedial yang
berhasil pun, mungkin masih perlu dimodifikasi untuk memperoleh tingkat
efektifitas dan efesiensi yang lebih tinggi. Dengan demikian, diagnosis
dilakukan secara berkesinambungan untuk memperbaiki atau meningkatkan
efektivitas dan efesiensi program pengajaran remedial.
Pendidikan bagi anak berkasulitan
belajar merupakan bagian dari pendidikan luar biasa. Pendidikan luar biasa atau
sering disingkat PLB bukan merupakan pendidikan yang secara keseluruhan berbeda
dari pendidikan pada umunya. Jika kadang-kadang diperlukan pelayabab yang
terpaksa memisahkan anak luar biasa dari anak-anak lain pada umunya., hendaknya
dipandang
3. hubungan antara pendidikan luar
biasa dengan pendidikan pada umumnya.
Sebagai
hanya untuk keperluan pembelajaran (intruction)dan bukan untuk keperluan
pendidikan (educatian). Ini beratrti, bahwa pemisahan anak luar biasa dari anak
pada umumnya hendaknya dipandang hanya untuk meningkatkan efektifitas dan
efesien pencapaian tujuan belajar yang terprogram, terkontrol, dan terukur,
atau yang secara ringkas disebut tujuan pembelajaran atau tujuan intruksional
khusus (instructional objektifes). Tujuan pendidikan tidak selamanya terprogram,
terkontrol, dan terukur. Menjadikan anak-anak salaing menghargai, menjalankan
kerjasama, menghargai perasaan dan pikiran orang lain, tenggang rasa, adalah
beberapa contoh dari tujuan pendidikan yang tidak selamanya terprogram. Untuk
mencapai tujuan pendidikan semacam itu, sering diperlukan intergrasi antara
anak-anak luar biasa dengan anak-anak lain pada umunya atau yang sering disebut
“anak normal”. Dalam kenyataan, sesungguhnya yang dinamakan anak normal itu
tidak ada. Yang ada adalah anak dengan perbedaan indifidual (individual
dissferences)dalam kerangka landasan perbedaan kerangka individual itlah
pendidikan luar biasa diselenggarakan, dank arena itu, pelayanan pendidikan
luar biasa diselenggarakan terintregrasi dengan pelayanan pendidikan pada
umunya.
Dalam kehidupanya, bangsa Indonesia
memang teguh semboyan BhinnekaTunggal Ika, suatu semboyan yang pertama kali
dikemukakan oleh empu tantulair pada zaman majapahit. Berdasarkan semboyan itu
pula, bahasa Indonesia merebut kemerdekaan dari penjajahan bangsa lain, dan
berdasarkan semboyan itu pula bangsa Indonesia membangun system pendidikannya.
Semboyan bhinnika tunggal ika sering diterjemaahkan sebagai ”berbeda-beda tetap
satu”. Meskipun demikian, interprestasi tiap orang tentang apa yang berbeda apa
yang bersatu mungkin berbeda-beda. Dalam dunia pendidikan, konsep perbedaan
atau bhinneka adalah terkait dengan individual difference sedangkan konsep
kesamaan adlah kesamaan dalam misi yang dibuat oleh manusia dalam kehidupanya.
Perbedaan dapat bersifat partikel dan dapat pula bersifat horizontal. Perbedaan
partikel menunjuk pada inteligensi, ketajaman sensoris, kekuatan fisik,
kematangan emosi dan ketajamaan intuisi. Perbedaan horizontal menunjukan pada
ras, suku bangsa, agama, adt istiadat, dan bahasa yang semuanya memiliki posisi
yang setara sehingga tidak ada yang rendah dantinggi. Dan adanya perbedaan
tersebut maka dimungkinkan manusia dapat saling berhubungan dalam rangka saling
membutuhkan. Kesamaan menunjuk pada ketunggalan tugas semua manusia dalam
hidupnya, yaitu semata-mata mengapdi kepada tuhan yang maha esa. Kesadaran
terhadap ketunggalan tugas hidup semua manusia inilah yang mendorong bangsa
Indonesia untuk selalu berupaya tidak hanya memahami hakikat pandanhan
hidupnya, pancasila, tetapi juga dengan keras berupaya untuk
mengaktualisasikannya dalam kehidupan. Dalam dunia pendidikan, aktualisasi
pandangan hidup tersebut adalah terintergrasinya anak-anak luar biasa dan
anak-anak lainya oada umumnya dalam suatu suasana gotong royang untuk meningkatkan
kualitas pengabrian mereka terhadap tuhan yang maha esa. Itulah sebabnya
pendidikan luar biasa mungkin dapat dibedakan dipendidikan pada umunya tetapi
tujuanya tidak dapat dipisahkan.
4. berbagai teori tentang proses
dan hasil belajar
Pembahasan tentang kesulitan belajar
tidak dapat dilepaskan kaitanya dengan pembahasan tentang proses belajar dan
hasil belajar.tanpa memahami hakikat proses dan hasil belajar, tanpaknya orang
akan sulit untuk memahami kesulitan belajar. Oleh karna itu, pada bagian ini
secara berturut-turut akan dibahas proses belajar dan hasil belajar. Pembahasan
yang mendalam tentang topic semacam ini terdapat pada buku-buku teori belajar,
dan pembahasan pada bagian ini hanya sebagai rangkuman yang bersifat global,
yang mengingatkan perlunya mahasiswa yang mengkaji pendidikan anak berkesulitan
b
elajar
menguasai teori tersebut.
a.Hakikat
hasil belajar
Belajar
merupakan suatu proses dari seorang individu yang berupaya mencapai tujuan
belajar atau yang biasa disebut hasil belajar, yaitu suatu bentuk perubahan
prilaku yang relatif menetap. Menurut Morris L. bigge (1982:11) ada dua
kelompok teori tenteng belajar, yaitu teori kelompok sebelum abad ke-20 dan
kelompok teori belajar abad ke-20 kelompok teori belajar sebelum abad ke-20
terdiri dari tiga macam, yaitu teori disiplin mental terdiri dari dua macam
yaitu teori displin mental teistik (theistic mentak discipline) dan teori
disiplin mental humanistic (humanistic mental discipline). Kelompok teori
belajar abad ke-20 terdiri dari dua kelompok pula, yaitu teori S_R
(stimulus-responses) conditioning dan teori kognitif. Teori S-R conditioning
terdiri dari tiga macam, yaitu teori S-R bond, teori conditioning tanpa
pengulanan penguatan dan teori canditioningmelalui ulangan penguatan
(conditioning through reinforcement). Kelompok teori kognitif terdiri dari tiga
macam pula, yaitu teori insight, goal insght dan cognitivefield. Berbagai teori
tentang belajar tersebut dapat dikemukakan dalam bentuk bagan sebagai berikut.
Seperit pada gambar 2.1 dibawah ini.
Teori disiplin mental
|
Teori
belajar sebelum abad Ke 20
|
Teori aktualisasi diri
|
Teori apersepsi
|
Teori disiplin mentalTeistik
|
Teori disiplin mentalTeistik humanistik
|
Macam
-Macam Teori Belajar Menurut Morris L. Bigge
(1982:
8-9)
Teori
belajar abad Ke 20
|
Teori kognitif
|
Teori insight
Teori goal insight
Teori cognitive filed
|
Teori S-R Bond
Teori conditioning
Tanpa reinfortement
Teori conditioning
Melalui reinfortement
|
Teori S-R conditioning
|
Menurut kelompok teori
disiplin mental. Proses belajar terjadi jika mental anak disiplin atau dilatih
metode latihan dan resitasi merupakan perwujudan dari teori tersebut.
Tokoh0tokoh teori displin mental teistik ialah St. Aguestine, j.Calvin, C.Wolff
dan j.Edward; sedangkan tokoh2 teori disiplin mental humanistik ailah Plato dan
Aristoteles. Adapun tokoh-tokoh
konterporer dari teori disiplin mental ialah M.J.Adler.Harry S. Broudy, dan
R.M. Hutchins
Teori aktualisasi diri
memandang manusia sebagai mahluk yang pada dasarnya baik dan mampu mengarahkan
diri. Menurut teori ini, manusia menjadi buruk karna pengaruh lingkungan
social. Oleh karna itu, guru hendaknya membe rikan kebebasan kepada anak dalam
belajar. Bantuan kepada anak hendaknya hanya diberikan bila anak mengalami
kesulitan. Menurut teori ini, kegiatan belajar hendaknya tidak memaksa anak
tetapi merupakan pengalaman yang menyenangkan. Tokkoh-tokoh dari teori ini
ialah J.JRousseau, F.Frobel dan Progressivists.
Adapun tokoh-tokoh kontemporernya ialah P.Goodman, J.Holt, dan Abraham
H,Maslow.
Teori apersepsi sering
disebut juga Herbartianisme karna tokoh dari teori ini ialah J.F. Herbart.
Apersepsi adalah suatu proses menghubungkan pengetahuan baru dengan pengetahuan
yang telah ada dalam diri anak. Menurut teori apersepsi, proses balajar
dipandang sebagai proses menghubungkan atau asosiasi pengetahuan baru dengan
pengetahuan yang telah dikuasai anak.
(1) Hukum
kedekatan (contiguity)
(2) Hukum
urutan (succession)
(3) Hukum
kemirip an (similarity)
(4) Hukum
pertentangan (contrast)
Berdasarkan hukum
kedekatan, anak akan mudah mengingat kembali dua peristiwa yang disajikan
secara serentak jika salah satu dari
peristiwa tersebut diperlihatkan. Hukum urutan menjelaskan bahwa penyajian
materi pelajaran yang berurutan akan memudahkan proses belajar. Hukum kemiripan menjelaskan bahwa penyajian
suatu materi yang dikaitkan dengan materi lain yang mirip yang telah dikuasai
oleh anak dapat memudahkan proses belajar. Tokoh teori apersepsi selanin
J.F. Herbert ialahE.B. Titchener.
Teori
S-R bond atau koneksionisme berpandangan bahwa proses belajar pada manusia pada
hakikatnya mengikuti prinsip yang sama dengan yang terjadi pada hewan. Proses
belajar tersebut merupakan suatu bentuk perubahan prilakuyang dapat diamati
yang terjadi melalui hubungan rangsang-jawaban menurut prinsip-prinsip yang
mekanistik. Tokoh teori koneksionisme ialah E.L.Torndike, sedangkan tokoh
konterporernya ialah A.I.Gates dan J.M.Stephaens. menurut teori ini ada hukum
primer tentang proses balajar, yaitu (1) hukum kesiapan (lawofreadiness), (2)
hukum latihan (lawoffexerxcie or repetition), dan (3) hukum
akibat(lawoffeffcet).
Hukum
kesiapan menjelaskan jika seorang anak telah memiliki kesiapan untuk melakukan
sesuatu dan diberi kesempatan untuk melakukanya, maka anak tersebut akan
melakukan dengan sepenuh hati. Sebaliknaya, jika anak belum memiliki kesiapan
untuk melakukan sesuatu dan disuruh melakukanya maka ia akan melakukan dengan
tidak sepenuh hati. Hukum laihan menjelaskan adanya penguasaan materi pelajaran
yang semakin meningkat oleh adanya latiha atau ulangan. Hokum akibat menjelaskan
bahwa kuat atau lemahnaya rangsang-jawaban tergantung pada akibat yang diterima
oleh anak. Anak yang melakukan suatu perbuatan cenderung mengulang perbuatan
tersebut. Sebliknaya anak yang memperoleh hukuman akibat dari perbuatanya maka
anak tersebut cenderung menghindari perbuatan itu. Teori Conditioning tanpa
ulangan penguatan atau sering disebut celassical conditioning memandang belajar
sebagai suatu proses pembentukan reflex bersyarat (a process of building
conditioned reflexes) melalui penggantian rangsangan yang satu dengan
rangsangan yang lain. Tokoh dari teori ini ialah J.B.Watson sedangkan tokoh konterporernya ialah
E.R.Guthrie. berdasarkan pandangan tentang proses belajar seperti yang telah
dikemukakan, Wapson mengemukakan hukum associative shifting yang intinya
menjelaskan bahwa prilaku anak dapat dibentuk dengan jalan berulang-ulang
perilaku yang diharapkan “dipancing” dengan sesuatu yang menimbulkan perilaku
itu. Rwin R.Guthrie mempercayai bahwa proses belajar terjadi jika stimulus dan
suatu respons terjadi secara serempak. Derdasarkan pandangan tersebut Guthrie
mengemukakan hukum stimulutaneous contiguous conditioning. Contiguity berarti bahwa stimulus yang muncul pada saat yang bersamaan
dengan munculnya suatu respons jika diulang cenderung menimbulkan respons
tersebut. Menurut Newman dan Newman (1979:6) poses belajar melalui asosiasi
seperti diperlihatkan pada teori classical conditioning tersebut sesuai untuk
bayi berusia sekitar 6bulan, yaitu sebelum mampu menguasai keterampilan motorik
mereka.
Teori
conditioning melalui ulangan penguatan sering disebut teori instrumental
conditioning atau operant conditioning tokoh teori ini adalah C.L.Hull
sedangkan tokoh konterporernya ialah B.F.Skinner, K.W.Spence, R.M.Gagne, dan
A.Bandura. Hull mengemukakan suatu teori belajar yang dikenal dengan teori
drivesstimulus reduction reinforcement.
Menurut Hull proses belajar terjadi melalui adaptasi
biologis dari suatu organism terhadap lingkungannya untuk mempertahankan
kelangsungan hidupnya.Skinner berpendapat bahwa prilaku yang diharapkan oleh anak dapat dibentu melalui
serangkaiankegiatan yang diawali dari prilaku yang telah dikuasai menuju
prilaku yang diharapakan dengan memberikan pengulangan penguatan(reinforcement)
terhadap setiap keberhasilan anak. Menurut Gagne,proses belajar hendaknya
bertahap,dari yang paling sederhana ke yang kompleks.Oleh karena itu dalam
kegiatan pembelajaran perlu diperhatikan adanya delapan jenjang kondisi belajar
yaitu:
1.
Belajar tanda (signal learning)
2.
Bela
3.
jar rangsang-jawaban (Stimulus-Response
learning)
4.
Caining
5.
Asosiasi verbal (verbal asossiation)
6.
Belajar Diskriminasi (Discrimination
learning)
7.
Belajar Konsep (concept learning)
8.
Belajar aturan (rule Learning)
9.
Pemecahan masalah (Problem solving)
Menurut Bandura seperti dikutip oleh Singgih D. Gunarsa
(1981;183),anak dapat belajar sesuatu lebih cepat melalui pengamatan atau melihat prilaku orang
lain.Bandura mengungkapkan ada 4 komponen
dalam proses belajar melalui pengamatan yaitu :
1.
Perhatian
2.
Pencaman
3.
Reproduksi alat gerak
4.
Ulangan penguatan dan motivasi
Setelah anak
memperhatikan materi pelajaran yang
disajikan oleh guru,anak mencamkan dan menyimpan hasil pengamatannya
dalam bentuk symbol-simbol.kemampuan untuk melakukan sinbolisasi inilah yang
memungkinkan manusia dapat belajar banyak melalui pengamatan.Adapun factor yang
terlibat dalam pencaman menurut Bandura seperti yang dikutip oleh Shaw dan
Costanzo (1985:58) adalah sebagai berikut:
1.
Penyandian simbolik
2.
Organisasi kognitif
3.
Pengulangan simbolik
4.
Pengulangan mental
Keempat factor tersebut
merupakan landasan dari dua system penggambaran yaitu: penggambaran khayal dan penggambar verbal.kedua system
pengggambaran tersebut memungkinkan manusia menyimpan kesan-kesan simbolik yang
kemudian dapat di reproduksi atau dimunculkan
kembali bila diperlukan.Proses reproduks merupakan gambaran simbolik yang dimiliki anak kedalam
perbuatan nyata. Seperti yang diungkapkan oleh Singgih D Gunarsa
(1982:186),reproduksi tersebut erat kaitannya dengan kemauan dan
motivasai,sedangkan motivasi berkaitan dengan ulanagan penguat.
Semua proses belajar terjadi dalam dua macam hubungan
,yaitu hubungan material dan hubungan social. Hubungan material berhubungan
dengan pertemuan anak dengan meteri pelajaran,sedangkan hubungan social ditandai
oleh adanya hubungan anak dengan guru dan hubungan anatarsesama anak. Dollard dan Miller dengan teori sosisal
belajar seperti yang dikutip oleh Shaw dan Costenzo (1985:43) mengemukakan ada
empat prinsip yang mendasari semua proses belajar.
1.
Dorongan
2.
Isyarat
3.
Jawaban (response)
4.
Hadiah
Berdasarkan prinsip
tersebut secara paragdimatik dapat dilihat pada gambar 2.2 berikut ini:
Gambar
2.2
Paragdimatik
peristiwa belajar menurut J.C Dollard dan N.E.Miller
Respon Respon
Isyarat ( Dorongan ) Hadiah
Internal eksternal
Teori
dollard dan Miller seperti yang telah dikemukakan oleh Newman dimasukan kedalam
kelompok teori avoidance conditioning. Teori ini mendasarkan usaha untuk
memperkembangkan prilaku yang diharapkan melalui ancaman akan dating hukuman
atau rasa tidak enak.Norma kelompok dalam kelas dapat merupakan isyarat bagi
anak tentang bagaimana mereka harus berperilaku sesuai dengan norma kelompok
tersebut.
Isyrat
tersebut akan membangkitkan respon internal terhadap diri pada diri anak yang
menyesuaikan diri (imitasi)dengan norma kelompok. Kesadaran tersebut tidak
tampak atau tidak dapat diamati,dank arena itu disebut respon tertutup.
Kesadaran anak untuk menyesuaikan prilakunya dengan norma kelompok
membangkitkan dorongan.dan selanjutnya dorongan tersebut membangkitkan respon
eksternal. Jika respon eksternal anak sesuai dengan norma kelompok maka ia akan
diterima kelompoknya.Perasaan diterima tersebut merupakan suatu hadiah bagi
anak yang menerimanya.perasaan diterima oleh kelompok merupakan peredaan
ketegangan yang disebutkan oleh adanya dorongan yang memenuhu kebutuhan
social.Kebutuhan social adalah dorongan sekunder yang pada dasarnya merupakan
perwujudan lebih lanjut dari dorongan primer ada lima yaitu:
1.
Rasa lapar
2.
Rasa dahaga
3.
Kelelahan
4.
Menghindari rasa sakit
5. Dorongan
seksual
Menurut kelompok teori kognitif,belajar
adalah proses pencapaian atau perubahan pemahaman,pandangan,harapan,atau pola
pemikiran. Menurut Piaget ada empat
tahapan perkembangan kognitif yaitu :
1.
Tahap sensorik – motorik (0-2 tahun)
2.
Tahap pra-operasional ( 2-7)
3.
Tahap konkrit operasional ( 7-11)
4. Tahap
formal-operasional (11 Tahun)
Menurut
Brunner,ada 3 tahap dalam proses belajar yaitu:
1.
Enactive
2.
Iconic
3.
Symbolic
Pentahapan
proses belajar yang disampaikan oleh brunner pada hakikatnya tidak berbeda dari
yang dikemukakan oleh Piaget.Tahap Enactive adalah tahap dalam proses belajar
yang ditandai oleh manipulasi secara langsung objek-objek berupa benda atau
peristiwa konkret. Tahap Iconic ditandai oleh penggunaan symbol dalam proses
belajar.Bertolak dari teori pemrosesan informasi yang merupakan bagian dari
kelompok teori kognitif,Thomas H. Leyahey dan Ricard J. Harris (1985:103)
mengemukakan bahwa informasi dapat diproses,disimpan,dan dinunculkan kembali
untuk digunakan bila diperlukan. Menurut teori ini,pada mulanya informasi masuk
kedalam tahapan iconic. Tahapan iconic adalah tahapan yang memproses informasi
sampai saraf sensorik. Jika anak mempunyai perhatian terhadap informasi
tersebut,selanjutnya akan masuk kedalam ingatan jangka pendek. Dalam ingatan
jangka pendek terjadi pengulangan dan penyandian.Melalui pengulangan,informasi
akan tetap berada dalam ingatan jangka pendek,sedangkan melalui penyandian informasi akan dimasukan kedalam ingatan
jangka panjang dalambentuk struktur kognitif. Struktur kognitif tersebut
selanjutnya dapat dipanggil kembali untuk digunakan dalam proses berfikir.
Dengan demikian proses elajar menurut teori ini dapat dipandang sebagai proses
pengolahan,penyimpanan,dan pemanggilan kembali informasi untuk digunakan bila
diperlukan.
Dalam mengkaji kesulitan belajar,pandangan
neurofisiologik tidak dapat diabaikan.Menurut teori tersebut proses belajar
tidak dapat dilepaskan kaitanya dengan perkembangan fungsi otak. Wittock
seperti dikutip oleh Barbara
Clark(1983:6) mengemukakan ada 3 wilayah perkembangan otak yang semakin
menungkat,yaitu pertumbuhan serabut dendrite,kompleksitas hubungan sinaptik,dan
pembagian. Sarap adalah satuan dasar otak ,terdiri dari tubuh sel,dendrite dan
axon.
Perkembangan manusia dipengaruhi
oleh factor genotif dan fenotif. Faktor keturunan yang diperoleh sejak masa
konsepsi,yang merupakan kerangka atau potensi yang menjadi sesuatu. Dalam
lingkungan yang sesuai,genotif tersebut akan menjadi actual,dan aktualisasi factor
genotif inilah yang disebut fenotif. Dengan demikian ,potensi yang telah ada
sejak masa konsepsi.
Pandangan guru tentanag hakikat
proses belajar akan menentukan strategi pembelajaran yang memecahkan masalah
kesulitan belajar. Bertolak dari pembahasan tentang berbagai teori tentang
proses belajar seperti yang telah dikemukakan dapat disimpulkan bahwa belajar
merupakan suatu proses dari seorang yang
berusaha memperoleh bentuk prilaku yang relative menetap. Ada dua tinjauan
tentang proses belajar yaitu tinjauan psikologik dan tinjauan neurofisiologik .
berdasarkan tinjauan psikologik, ada dua
kelompok teori belajar,teori belajar behavior dan kognitif.Kelompok belajar
beovior memandang manusia sebagai mahluk
yang pasif yang dipengaruhi stimulus dari lingkungan. Kelompok kognitif
memandang manusia sebagai mahluk yang aktif yang bebas mebuat pilihan. Tinjauan
neurofisiologikmempertemukan dua kelompok teori belajar,yaitu behaviorisme dan
kognitif. Perpaduan dari berbagai teori tentang proses belajar tersebut berharap
dapat digunakan sebagai landasan dalam memecahkan masalah dalam kesulitan
belajar.
b. Hakikat hasil
belajar
Hasil
belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar.
Belajar itu sendiri merupakan sustu
proses dari seseorang yang berusaha untuk memperoleh suatu bentuk perubahan
prilaku yang relative menetap. Dalam kegiatan belajar yang terprogam dan
terkontrol disebut kegiatan pembelajaran atau kegiatan intruksional,tujuan
belajar telah diterapkan lebih dahulu oleh guru. Anak yang berhasil dalam
belajar ialah yang berhasil mencapai tujuan –tujuan pembelajaran atau
tujuan-tujuan intruksional.
Menurut Benjamin S. Bloom (1966:7) ada
tiga ranah hasil belajar yaitu afektif,kognitif,psikomotorik. Menurut A.J
Romiszowski (1981:217) hasil belajar merupakan keluaran(output) dari suatu
system pemrosesan masukan (input). Masukan dari system tersebut berupa
bermacam- macam informasi sedangkan keluarannya adalah perbuatan atau kinerja. Menurut Romiszowki
perbuatan merupakan petunjuk bahwa
proses belajar telah terjadi dan hasil belajar dapat dikelompokkan kedalam dua
macam saja yaitu pengetahuan dan keterampilan. Pengetahuan terdiri dari empat
kategori,yaitu:
1.
Pengetahuan tentang fakta
2.
Pengertahuan tentang prosedur
3.
Pengetahuan tentang konsep
4.
Pengetahuan tentang prinsip
Keterampilan
juga terdiri dari empat kategori yaitu:
1.
Keterampilan untuk berfikir atau
keterampilan kognitif
2.
Keterampilan untuk bertindak atau
keterampilan motorik
3.
Keterampilan bereaksi atau bersikap
4.
Keterampilan berintegrasi
Seperti halnya
Romiszowski,dan John M. Killer(1983:391) memandang hasil belajar sebagai
keluaran suatu system pemerosesan berbagai masukan berupa informasi. Erbagai
masukan tersebut menurut Keller dapat dikelompokkan menjadi dua macam yaitu
kelompok mesukan pribadi(personal inputs) dan kelompok masukan yang bersal dari
lingkungan (environmental input).Menurut keller masukan pribadi terdiri dari
empat macam yaitu: (1) motivasi atau nilai-nilai,(2) harapan untuk berhasil (3)
Intelegensi dan penguasaan awal (4) evaluasi kognitif terhadap kewajaran atau
keadilan konsekuensi. Masukan yang berasal dari lingkungan terdiri dari tiga
macam yaitu, (1) rancangan dan pengolahan motivasi (2) rancanagan dan
pengolahan kegiatan belajar,dan (rancangan dan pengolahan ulangan penguat.
Keterangan dari
gambar 2.3 yang ada di bawah ini bahwa
motivasi tidak berpengaruh langsung terhadap hasil belajar tetapi berpengaruh terhadap
besarnya usaha yang dicurahkan oleh anak
untuk mencapai tujuan.Menurut Keller,hasil belajar adalah prestasi actual yang
ditampilkan leh anak-anak sedangkan
usaha adalah perbuatan yang terarah pada penyelesaian tugas-tugas belajar. Ini
berarti bahwa besarnya usaha adalah indicator dari adanya motivasi; sedangkan
hasil belajar dipengaruhi oleh besarnya usaha yang dilakukan oleh anak.
Hasil belajar juga dipengaruhi oleh intelegensi dan
penguasaan awal anak tentang materi yang akan dipelajari. Ini berarti bahwa
guru perlu menetapkan tujuan belajar dengan kapsitas intelegensi anak;dan
pencapaian tujuan belajar perlu menggunakan bahan apersepsi,yaitu bahan yang
telah dikuasai anak sebagai batu loncatan untuk menguasai bahan pelajaran yang
baru. Hasil belajar juga dipengaruhi oleh adanya kesempatan yang diberikan oleh
anak.Ini berabri guru harus perlu menyusun rancangan dan pengolahan pembelajran
yang memungkinkan anak bebas untuk melakukan eksplorasi terhadap lingkungannya.
Hasil belajar yang dipengaruhi oleh besarnya usaha yang
dicurahkan.Intelegensi,dan kesempatan yang di berikan kepada anak ,pada gilirannya berpengaruh terhadap
konsekuensi dari hasil belajar tersebut.Konsekuensi dapat instrinsik dan
ekstrinsik. Konsekuensi instrinsik dapat beruapa perasaan puasa atau tidak
puas; sedangkan konsekuensi ekstrinsik dapat berupa hasian dan hukuman dari orang
tua tau guru. Konsekuensi atas hasil belajar tersebut berkaitan elakukan
evaluasi kognitif atas kewajaran atau keadilan konsekuensi terebut. Jika
konsekuensi atas keberhasilan velajar dinilai wajar atau adil oleh anak ,maka konsekuensi
tersebut dapat Meningkatkan motivasi
belajar. Sebaliknya,jika konsekuensi atas hasil belajar yang dicapai dinilai
oleh anak sebagai tidak wajar atau tidak adil,maka konsekuensi tesebut akan
melemahkan motivasi belajar. Dengan demikian,terjadi suatu lingkaran yang
menghubungkan antara motivasi,usaha,hasil belajar,konsekuensi,dan kembali ke
motivasi.
Konsekuensi atas hasil belajar tidak hanya dipengaruhi
oleh hasil belajar itu sendiri tetapi juga oleh ulangan penguatan yang
diberikan oleh lingkunagn social,terutama guru atau orang tua.Oleh karena
itu,pemberian ulangan penguatan yang wajar dan adil merupakan bagian yang
sangat penting dalam kegiatan pembelajaran,lebih-lebih bagi anak yang
berkesulitan belajar.Penjelasan Keller tentang berbagai factor yang berpengaruh
terhadap hasil belajar seperti yang telah dikemukakan menunjukan bahwa ia
mencoba menggabungkan variable kognitif dan variable lingkungan dalam
hubungannya dengan usaha,hasil belajar,dan konsekuensi. Dengan kata lain,keller
tampaknya berupaya memadukan teori-teori behavioristik dan kognitif untuk
diterapkan dalam kegiatan pembelajaran.
Gambar 2.3
Hasil Belajar dan Berbagai Faktor
uang Berpengaruh Menurut
John M . Keller
Evaluasai Kognitif Tentang Kewajaran Dan Keadilan
|
Intelegensi Dan Penguasaan Awal
|
Motif
dan nilai
|
Masukan
Pribadi
Harapan
Berhasil
|
Hasil Belajar
|
Konsekuensi
|
Usaha
|
Keluaran
Rancangan dan Pengolahan Motivasi
|
Ulangan Penguat (Reinforcment)
|
Rancangan dan Pengolahan Pembelajaran
|
Masukan
Lingkungan
Soal Evaluasai
- Potensi anak biasanya didasarkan atas sekor tes intelegensi, jika hasil tes IQ menunjukkan sekor IQ 71 hingga 89, maka anak tersebut tergolong?
a.
Tunagrahita b. lamban membaca c. lamban
belajar d. normal
- Menurut Samuel A.kirk prosedur diagnosis mencakup lima langkah diantaranya, kecuali?
a.
Lokalisasi
penyebab kesulitan
b.
Menentukan
gejala kegagalan dalam suatu bidang study
c.
Menentukan
potensi atau kapasitas anak
d.
Menentukan
taraf kemampuan dalam suatu bidang studi yang mmemerlukan pengajaran remedial
3.
Menurut Jujun S. Suriasumantri ilmu
pendidikan merupakan ilmu terapan yang mengaplikasikan tiga ilmu sosial Murni
dibawah ini, Kecuali ......
a. Psikologi
b. Sosiologi
c. Antropologi
d.
Sejarah
4.
Pendidikan bagi anak yang berkesulitan
belajar merupakan bagian dari ilmu..
a. PLB
a. PLB
b.
BLP
c.
SLB
d.
BPL
5..
Belajar adalah proses pencapaian atau
perubahan pemahaman,pandangan,harapan,atau pola pemikiran,Menurut Piaget ada
tahapan- tahapan,dalam hal ini pada tahap manakah yang di alami pada umur 7-11
tahun?
a.Tahap
Pra operasional
b.
Tahap Formal Operasional
c.Tahap
Sensorik- Motorik
d Tahap Konkret
Operasional
e
Tahap Kedewasaan
soal
esay
- Dalam pelayanan pengajaran remedial bagi anak berkesulitan belajar apa yang hendaknya dilakukan guru sebelum pengajaran remedial diberikan ?
- Sebutkan tujuh prosedur yang harus dilalui dalam menegakkan diagnosis?
- Menurut Benjamin S Bloom terdapat 3 ranah dalam pembelajaran sebutkan?
4. Mengapa
Diagnosea yang dilakukan secara terus menerus. Tolong jelaskan menurut anda!
- Brunner mengemukkaan ada 3 tahap dalam proses belajar sebut dan jelaskan?
jawaban esay
1. Guru lebih dahulu perlu menegakkan diagnosis
kesulitan belajar, yaitu menentukan jenis dan penyebab kesulitan serta
alternatif strategi pengajaran remedial yang efektif dan efisien.
2.
Tujuh
Prosedur dalam diagnosis adalah:
1. Identifikasi
2. Menentukan prioritas
3. Menentukan potensi anak
4. Menentukan taraf kemampuan
5. Menentukan gejala kesulitan
6. menganalisis faktor-faktor yang terkait
7. menyusun rekomendasi untuk pengajaran remedial
3.
Tiga ranah dalam pendidikan yaitu:
a)
Kognitif: ilmu pengetahuan
b)
Afektif : Sikap
c)
Psikomotor :Keterampilan
4. karna untuk memperbaiki atau meningkatkan
evesiensi, terkadang anak gagal dalam mencapai tujuan pengajaran remedial yang
telah dikembangkan berdasarkan hasil diagnosis dalam keadaan semacam ini perlu
dilakukan diagnosis ulang atau secara berkesinambungan untuk landasan program
pengajaran remedial yang lebih evesien dan evektif.
5. Tahap Enactive adalah tahap dalam proses
belajar yang ditandai oleh manipulasi secara langsung objek-objek berupa benda
atau peristiwa konkret. Tahap Iconic ditandai oleh penggunaan symbol dalam
proses belajar.Bertolak dari teori pemrosesan informasi yang merupakan bagian
dari kelompok teori kognitif,Thomas H. Leyahey dan Ricard J. Harris (1985:103)
mengemukakan bahwa informasi dapat diproses,disimpan,dan dinunculkan kembali untuk
digunakan bila diperlukan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar